DRAMA pembajakan pesawat Boeing 737, milik perusahaan penerbangan Mesir, di bandar udara Luqa Valletta, Malta, Minggu malam lalu, berakhir dengan gelimangan darah. Operasi pembebasan oleh 40 pasukan komando Mesir, yang diterbangkan langsung dari Kairo, 12 jam setelah pembajak beraksi, merupakan lembaran hitam dalam sejarah penerbangan. Tragedi ini meminta korban: 57 orang tewas dan 28 cedera - lebih dari separuhnya penumpang. "Sebagian dari mereka ditembak pasukan komando Mesir ketika berhamburan di landasan," kata Anthony Lyons, 46, warga Australia, yang selamat dari peluru nyasar. "Soalnya, pasukan pembebas tidak tahu mana pembajak dan mana penumpang biasa." Separuh lainnya, korban tiga granat yang di ledakkan pembajak, begitu mereka melihat gerak-gerik mencurigakan di luar pesawat. Pesawat Boeing 737 dengan nomor penerbangan MS 648 itu dibajak oleh empat orang Palestina dan seorang warga Syria sekitar 20 menit setelah lepas landas dari Athena menuju Kairo. Sampai operasi pembebasan dilancarkan, kelima pembajak, yang menurut Mesir didalangi oleh Libya, belum menyampaikan tuntutan apa-apa. Ancaman akan membantai satu per satu penumpang, seperti disampaikan kepada petugas bandar udara Luqa Valletta, mereka lontarkan jika permintaan penambahan bahan bakar tidak dipenuhi. Dan ancaman itu memang mereka laksanakan. Sebelum pasukan komando Mesir melakukan operasi pembebasan, pembajak sudah membunuh enam penumpang, di antaranya tiga warga Amerika Serikat dan dua orang Israel, serta melukai 10 lainnya. "Eksekusi dilakukan pembajak secara brutal," kata Pilot Hani Galal. "Sehabis melepaskan tembakan, mereka menyanyi dan berjoget." Galal, ketika operasi berlangsung, membunuh seorang pembajak dengan kapak. Menurut Mesir, keputusan mengirim pasukan komando untuk membebaskan pesawat MS 648 itu diambil, karena pembajak mengancam akan membunuh semua penumpang, yang jumlahnya 91 orang, termasuk wanita dan anak-anak. "Tak ada pilihan bagi kami, kecuali membebaskan mereka, dengan jalan apa pun, dari tangan pembajak," kata juru bicara pemerintah Mesir. Tak disebutkan berapa korban yang jatuh dari pasukan antiteroris. Sedangkan pembajak, menurut surat kabar Al Ahram, seorang di antaranya masih hidup, kini lagi dirawat di Valletta, dan ia diharapkan bisa memberikan informasi mengenai identitas organisasi dan motivasi tindakan mereka. Kantor berita Mesir, Mena, Minggu siang lalu, menulis bahwa kelompok yang menamakan diri Revolusi Mesir yang menyatakan bertanggung jawab atas pembajakan itu. Organisasi ini pula yang mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap seorang atase pada Kedutaan Besar Israel di Kairo, Agustus lalu. Operasi pembebasan pesawat MS 648 yang dinilai Mesir berhasil, mendapat kecaman keras dari Asosiasi Pilot Jerman Barat, karena minta banyak korban jiwa - yang seharusnya bisa dihindari andai kata pemerintah Mesir berdialog dulu dengan pembajak. Selain itu, juga mereka kritik soal penempatan petugas keamanan bersenjata, yang menyamar sebagai awak pesawat, di Boeing 737 itu. Petugas inilah yang pertama kali meletupkan senjata ke arah pembajak, begitu pesawat dinyatakan di bawah komando mereka. Korban dari duel ini: seorang pembajak terbunuh, dan dua pramugari luka parah karena peluru nyasar. Tapi AS dan Israel yang memuji sikap Mesir, terutama dengan mengirimkan pasukan komando ke Malta, dan menyebutnya sebagai tindakan antikompromi dengan pembajak. Boeing 737 yang malang ini adalah pesawat yang disergap pemburu F-14 Tomcat AS, dan dipaksa mendarat di Sicilia, 10 Oktober lalu, ketika menerbangkan empat pembajak kapal pesiar Italia, Achille Lauro, di Laut Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini