SUATU kup yang gagal terjadi di Irak: seminggu setelah Saddam
Hussein, 42, menggantikan Presiden Ahmad Hassan al Bakr, 65.
Pergantian itu sebenarnya hal yang wajar saja, terutama karena
makin menurunnya kesehatan Hassan al Bakr. Dan Hussein
sebelumnya adalah Wakil Presiden merangkap Wakil Ketua Dewan
Komando Revolusi yang selama setahun terakhir ini sebenarnya
sudah memegang kendali pemerintahan.
Para pengamat sulit menebak siapa gerangan di balik usaha kup
tersebut. Telah ditangkap lima tokoh Dewan Komando Revolusi,
sedang pemerintah Irak hanya mengumumkan bahwa komplotan kup
yang gagal ini didalangi dan dibiayai oleh negara asing atau
organisasi asing yang barangkali berada di luar kawasan Arab.
Dari kelima tokoh DKR yang dicaplok itu terdapat Deputi PM Abnan
al Hamdani Ayesh.
Sampai pekan lalu 34 orang yang dituduh terlibat dalam kup ini
sudah dihukum mati, sementara lebih dari 250 orang sudah
ditangkap. Tapi siapa sebenarnya mendalangi kup ini tetap masih
merupakan misteri. Mena, kantor-berita Mesir dengan mengutip
sumber Irak mengatakan kup ini didalangi Iran. Alasannya,
pemerintah Teheran belakangan ini merasa terancam oleh sikap
Irak yang membantu oposisi Suku Kurdish di Iran. Sementara itu
KB Kuwait dengan gamblang menuduh Mesir terlibat dalam komplotan
tersebut, dengan tujuan menarik pemerintahan yang baru -- 'kalau
menang' -- dalam barisan Mesir untuk mendukung perjanjian Camp
David.
Bersekongkol
Irak yang selama ini selalu galak menantang perjanjian
Mesir-Israel tersebut merupakan negara penghasil minyak terbesar
setelah Saudi di dunia Arab. Angkatan bersenjatanya pun terbesar
setelah Mesir di kawasan Arab itu.
Pengamat politik Timur Tengah cenderung melihat kejadian ini
hanya disebabkan perpecahan di kalangan pemimpin Partai Sosialis
Baath, partai yang berkuasa di Irak. Namun untuk menyebut
gerakan tersebut dibantuoleh suatu negara asing cukup beralasan
juga. Pekan lalu Mena mengungkapkan laporan dari Baghdad --hasil
interogasi terhadap Abdul Hussein Mashadi, Sekjen DKR yang sudah
dibunuh -- bahwa Syria berada di belakang kup tersebut.
Dilaporkan bahwa Damaskus menyetor US$1 juta pada Hamdani Ayesh
yang selama ini bersekongkol dengan kelompok militer Irak yang
pro Syria. Hasil interogasi tersebut juga mengungkapkan
kesiapsiagaan Syria untuk kemungkinan mengirim pasukan terjunnya
ke Irak. "Kita siap untuk melakukan intervensi, jika
dibutuhkan," kata Abdel Halim Khaddam, Menlu Syria seperti yang
dikutip Mena.
Sumber diplomatik asing di Baghdad menduga bahwa komplot anti
Saddam Hussein itu kuatir terhadap makin mendekatnya Irak dengan
Saudi Arabia dan Jerman Barat yang akibatnya mungkin akan
memperlemah front Arab radikal dalam menghadapi perjanjian
Israel-Mesir. Ada pula spekulasi terutama karena terjadinya
pembersihan terhadap anggota Dewan Komando Revolusi yang pro
Rusia tahun lalu. Sehingga bukan tak mungkin kalau Rusia ikut
mengambil peran untuk mengembalikan kedudukan Partai Komunis
Irak yang belakangan ini memasuki gerakan bawah tanah.
Namun adanya rencana Baghdad untuk menutup perbatasan Syria-Irak
mungkin akan memperjelas misteri tadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini