SIANG itu Ranasinghe Premadasa lebih tampak seperti polisi lalu lintas daripada seorang presiden. Ia ikut mengatur jalannya pawai peringatan 1 Mei oleh para anggota dan simpatisan partainya, Partai Nasional Serikat. Kemudian terdengar ledakan, kekacauan segera terjadi, dan berita tersebar ke seluruh dunia: Sabtu pekan lalu itu Presiden Sri Lanka tersebut tewas. Sri Lanka pun berkabung selama tiga hari. Dugaan keras segera tertuju kepada gerilyawan Macan Tamil, gerakan separatis yang menginginkan berdirinya negara Tamil merdeka. Soalnya, di leher remaja yang menurut saksi mata menjadi penyebab ledakan itu ditemukan kalung dengan botol sianida. Kalung ini merupakan ciri khas anggota Macan Tamil bila sedang bertugas. Racun itu disiapkan untuk bunuh diri bila terpaksa, agar tidak tertangkap hidup-hidup. Dan pada awal pekan ini aparat keamanan menangkap penghuni sebuah rumah di dekat kediaman Premadasa. Menurut para penangkap, ada bukti bahwa orang itu terlibat pengeboman. Kemudian diungkapkan bahwa orang itu punya hubungan dengan Macan Tamil. Sejauh ini, salah satu masalah besar di Sri Lanka memang soal minoritas Tamil. Minoritas ini, sejak kemerdekaan Sri Lanka tahun 1948, merasa disisihkan oleh mayoritas, yakni etnis Sinhala. Orang dari etnis Sinhala-lah yang banyak menduduki jabatan di pemerintahan, menjadi pengusaha, dan memiliki pangkat kemiliteran. Presiden Ranasinghe Premadasa, sejak naik kuasa dari perdana menteri menjadi presiden tahun 1989, bercita-cita mematahkan gerakan separatis Tamil bukan dengan jalan militer. Itu suatu sikap politik yang bertentangan dengan pihak militer, yang ingin menyelesaikannya dengan senjata. Mereka yang tak senang dengan sikap Premadasa menuduh bahwa presiden itu bersikap demikian sekadar mencari dukungan etnis Tamil. Premadasa menjanjikan perlindungan dan paket kesejahteraan pada suatu desa atau wilayah bila kawasan itu bebas dari Macan Tamil. Tak jelas, seberapa berhasilnya politik menggalang simpati itu. Soalnya, bagaimanapun, Macan Tamil tak bersedia melepaskan cita-citanya memiliki negara sendiri. Dan sesungguhnya, konflik senjata antara Macan Tamil dan tentara Sri Lanka terus berlangsung. Maka, seorang perwira, seperti dikutip oleh India Today, menyindir presidennya, ''Kami ini memberi makan kepada pemberontak, dan kemudian memeranginya.'' Sementara itu, pemerintahan Premadasa selalu menuding Macan Tamil bila terjadi pembunuhan. Setidaknya, sudah terjadi pembunuhan terhadap empat politikus pada masa Premadasa jadi presiden. Terakhir, Jumat dua pekan lalu, pemimpin oposisi Lalith Athulathmudali ditembak oleh orang tak dikenal. Di samping mayatnya, tergeletak pula mayat anak muda berkalung sianida, ciri Macan Tamil. Pemerintah Kolombo menyatakan bahwa anak muda itu ditembak oleh pengawal Athulathmudali. Si pengawal sendiri kabarnya mengaku luput menembak si penembak yang lari. Adakah sikap Premadasa terhadap Macan Tamil yang membuatnya dibom? Tak mudah menyimpulkannya. Menurut sejumlah pengamat, Premadasa adalah pribadi yang punya banyak sisi. Ia mempopulerkan diri dengan membangun pedesaan dan merangkul etnis Tamil. Ia mencoba memerangi kemiskinan dengan membangun sejuta rumah amat sederhana bagi kaum gelandangan di negeri yang pendapatan per kepalanya sekitar US$ 350 ini. Ia mengalokasikan dana 10 miliar rupee untuk menunjang 4 juta orang miskin di negeri berpenduduk sekitar 17 juta jiwa dengan angka buta huruf mencapai 90% ini. Di sisi lain, lawan politiknya menuduh ia melakukan pembunuhan terhadap mereka yang dinilai membahayakan kekuasaannya. Yang jelas, kini di Sri Lanka muncul kecemasan pada mereka yang bersikap moderat terhadap Macan Tamil. Tudingan bahwa gerakan separatis itu adalah biang pembunuhan bisa-bisa akan dijadikan alasan untuk mengulangi pemburuan besar-besaran beberapa tahun lalu. Ketika itu, tentara Sri Lanka dibantu oleh tentara India mengepung dan menggebuk Macan Tamil. Hasilnya, Jaffna, jazirah di ujung utara Sri Lanka yang menjadi markas besar Macan Tamil, jatuh. Kini sekali lagi terbuka kesempatan bagi pihak militer Sri Lanka untuk menjalankan seratus persen cara mereka membasmi gerilyawan Tamil cara yang direm oleh Premadasa. Yang menimbulkan keprihatinan, tak mudah membedakan warga sipil Tamil dan anggota Macan Tamil. Hal itulah yang dulu membuat frustrasi tentara India, dan jatuhnya Jaffna harus ditebus dengan banyak korban. Padahal, belum tentu Macan Tamil menjadi pelaku pembunuhan, baik terhadap Premadasa maupun terhadap Lalith Athulathmudali. Macan Tamil sendiri sudah menyatakan bantahannya. Dan dalam kasus Athulathmudali, malah ada suara-suara yang menuduh Premadasa berada di belakang penembakan itu. Suara-suara itu tidaklah menuduh tanpa alasan. Athulathmudali adalah salah satu tokoh brilian Sri Lanka kini. Ia disebut-sebut banyak pihak akan menjadi saingan berat Premadasa dalam pemilu tahun 1994 nanti, ketika masa jabatan Premadasa habis. Menurut majalah The Economist, ada suara-suara bahwa untuk mengungkapkan pembunuhan ini, polisi Scotland Yard, Inggris, perlu disewa. Tapi, beranikah Sri Lanka menghadapi kenyataan? Dulu, tahun 1990, Kenya pernah membayar bekas polisi Scotland Yard untuk mengusut pembunuhan menteri luar negerinya. Hasilnya, ditemukan bukti-bukti kuat bahwa dalang pembunuhan itu adalah bekas menteri energi dan kepercayaan presidennya. Dan bila terjadi kekacauan karenanya, tampaknya yang akan mengail di air keruh adalah Macan Tamil. Didi Prambadi (Jakarta) & Navraj Gandhi (New Delhi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini