Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Siasat Di Ujung Tanduk

Yunani terjerat utang dan tersudut untuk terus menerima dana bantuan. Pemerintah menyerahkan keputusan kepada rakyat melalui referendum.

6 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK kurang dari 17 ribu orang memadati jalanan di pusat Kota Athena dan Thessaloniki, Yunani, menyatakan menolak tambahan dana talangan atau bailout-yang berarti utang baru-pada Senin pekan lalu. "Hidup kami bukan milik pemberi utang!" tertulis di salah satu spanduk. "Kita harus menjamin hidup yang bermartabat bagi generasi berikutnya," kata Vanguelis Tseres, salah seorang pengunjuk rasa. Mereka juga menyerukan agar Yunani keluar dari Uni Eropa-salah satu pemberi bantuan dana.

Asal-muasal protes itu adalah peristiwa sekitar sepekan sebelumnya, yakni ketika tim negosiasi pemerintah Yunani mengajukan proposal kepada Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF). Isinya dua hal: penghematan defisit anggaran dan permintaan tambahan pinjaman bagi negeri yang telah dilanda resesi ekonomi lima tahun belakangan itu.

Rencana penghematan yang diusulkan berupa peningkatan pajak bagi warga kaya atau yang berpenghasilan di atas US$ 33 ribu. Makanan dan jasa juga dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 23 persen. Pajak pertambahan nilai di wilayah kepulauan Yunani yang penting untuk sektor pariwisata akan dihapuskan. Pensiun dini akan ditingkatkan, sedangkan dana purnatugas bagi pensiunan berpenghasilan rendah akan dipotong mulai 2018.

Rupanya, proposal itu tak cukup bagi lembaga peminjam dana, Uni Eropa, Bank Sentral Eropa (ECB), dan IMF. Mereka memaksa pemerintah Yunani, yang dipimpin Partai Syriza, mengambil kebijakan tak populer terkait dengan jaminan sosial dan pensiun. Direktur Eksekutif IMF Christine Lagarde dan Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schauble ingin gaji untuk para pensiunan dihapuskan pada 2017. Mereka juga menawarkan perpanjangan dana talangan-yang sekarang digunakan untuk modal bank-bank Yunani-selama lima bulan sebesar US$ 17 miliar.

Pemerintah Yunani tersudut. Proposal Yunani sendiri sudah menyebabkan kegemparan di dalam negeri. Beberapa anggota Syriza di parlemen menyatakan tak akan menyetujui opsi itu. Jika pemerintah Yunani patuh pada Uni Eropa dan IMF, itu berarti bunuh diri politik. Menurut pengamat ekonomi politik C.J. Polychroniou, duet Uni Eropa-IMF memang berniat menghabisi Syriza, yang beraliran kiri radikal. "Mereka ingin mengirim pesan ke semua yang berpotensi menjadi 'pembuat masalah' di Eropa bahwa jika berani menantang rezim neoliberal, nasib seperti Yunani menanti," ucapnya, seperti dilansir Al Jazeera, Ahad pekan lalu.

Pemerintah Yunani memang tak terperangkap pada pilihan tersebut. Tawaran Uni Eropa-IMF ditolak. Pada Sabtu dua pekan lalu, Perdana Menteri Alexander Tsipras mengejutkan Eropa dengan menyerahkan pilihan kepada rakyat. Dia mengumumkan bakal menggelar referendum, yang dilangsungkan Ahad pekan ini, untuk memutuskan kelanjutan proposal Uni Eropa mengenai dana talangan. Dia juga menutup bank-bank dan bursa saham Yunani serta membatasi transfer bank. Akibatnya, tampak antrean mengular di anjungan tunai mandiri (ATM) bank-bank yang ditutup.

Parlemen Yunani merestui referendum setelah 151 suara dalam voting di sana menyatakan setuju. Partai sayap kanan, Golden Dawn, mendukung pemerintah untuk menggelar referendum. Suara setuju mengungguli partai oposisi New Democracy, Pasok, To Potami, dan partai komunis KKE.

Tsipras kemudian berkampanye agar, dalam referendum, rakyat Yunani menolak proposal Uni Eropa. Dia mengisyaratkan bakal mundur jika hasil referendum menyatakan rakyat setuju pada proposal itu. "Jika rakyat Yunani ingin terus menerima bantuan yang akan membuat kita tidak bisa mengangkat kepala, ribuan pemuda ke luar negeri, dan pengangguran tinggi, kami menghormatinya, tapi bukan kami yang akan menjalankannya," ujar Tsipras dalam sebuah wawancara televisi, Senin pekan lalu.

Dia memandang penolakan terhadap proposal Uni Eropa bakal menguatkan posisi tawar Yunani dalam negosiasi. "Jika kita ingin masa depan baru dan bermartabat, kita harus menyongsongnya bersama. Rakyat punya kekuatan jika memutuskan untuk menggunakannya," katanya. Padahal, dalam kenyataannya, Yunani terpuruk-gagal membayar utang 1,55 juta euro kepada IMF yang jatuh tempo 30 Juni lalu. Ini membuat Yunani jadi negara maju pertama yang gagal bayar utang ke IMF.

Demi melancarkan tujuan pemerintah, Presiden Yunani Prokopis Pavlopoulos turun tangan membujuk pemimpin oposisi agar mendukung pemerintah. Padahal hal ini tak biasa; lazimnya Presiden Yunani hanya menjalankan peran seremonial dalam politik. Pada hari yang sama dengan voting parlemen untuk memutuskan referendum, dia menemui pemimpin partai New Democracy yang juga mantan perdana menteri, Antonis Samaras. Namun kunjungan itu tampak tak mempengaruhi sikap Samaras, yang pro-Uni Eropa. "Kami ingin mempertahankan posisi Yunani di hati Eropa," ujar Samaras.

Rakyat Yunani sendiri terbelah. Ada pengunjuk rasa yang mengiyakan Tsipras. "Waktunya kita mengatakan 'tidak' karena para pemberi utang menginginkan seluruh tanah kita. Mereka ingin kebebasan, hak, properti, dan rumah kita. Saya pikir ini saatnya rakyat Yunani menyerang balik," ucap salah seorang pengunjuk rasa yang tak disebut namanya kepada Euronews. Namun ada pula yang memilih menerima bailout.

Pendukung bailout yang berkumpul di Syantagma Square pada hari tenggat pembayaran utang menyatakan bersedia menerima syarat berat Uni Eropa-IMF demi likuiditas keuangan negara. "Semua orang mengalami depresi. Kami ingin tetap bersama Uni Eropa," ujar seorang pengunjuk rasa, seperti dilansir Euronews, Rabu pekan lalu. Mereka mengusung spanduk bertulisan "Yunani: tempat lahir saya, Eropa: rumah saya".

Polychroniou menganggap publik Yunani tak punya informasi yang cukup untuk memutuskan masalah penting seperti ini dalam waktu singkat. Karena itu, referendum tersebut dapat dilihat sebagai alat politik bagi pemerintah untuk melepas beban tanggung jawab. "Pemerintah menolak bertanggung jawab dalam membawa negaranya ke negosiasi tak berujung dengan pemberi utang dan konsekuensi bencana ekonomi," katanya.

Adapun Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker memperingatkan Yunani bahwa menolak proposal dana talangan berarti meninggalkan Uni Eropa. "Jangan bunuh diri karena Anda takut mati," ucapnya, seperti dilansir AFP. Jika berani keluar dari Uni Eropa-disebut juga Grexit-berarti Yunani harus kembali menggunakan mata uang sendiri dan menanggung risiko devaluasi.

Atmi Pertiwi (the Guardian, Al Jazeera, Business Insider, Euronews)


Bagaimana Yunani Bisa Begini

Pengaruh Krisis 2008

Krisis keuangan pada 2008 menyebabkan kegiatan perdagangan global berhenti, khususnya di sektor pariwisata dan investasi. Karena sangat bergantung pada dua sektor ini sebagai sumber pendapatan, ekonomi Yunani menderita pukulan keras ketika sektor keuangan ambruk. Akibatnya, ekonomi tumbuh negatif (kontraksi) selama enam tahun berturut-turut-hingga 2014.

Sebagai perbandingan, pada rentang waktu yang sama, ekonomi Amerika Serikat hanya tumbuh negatif pada 2008 dan 2009, dan kembali positif pada 2010.

Keadaan itu menyebabkan tingkat pengangguran di Yunani mencapai titik yang di Amerika belum pernah disaksikan lagi sejak Zaman Malaise atau Depresi Besar pada 1930. Dengan tingkat pengangguran di atas 20 persen, rakyat Yunani mencampakkan agenda pengetatan dan memilih program sosialisme.

Implikasi Bagi Eurozone

" Jika dalam referendum Partai Syriza didukung rakyat, ada kemungkinan Yunani minta ECB mengendurkan kondisi keuangan di Yunani melalui pembelian utang negara (yang sudah lama diturunkan statusnya menjadi junk) dan menanggung biayanya.

" Jika pemerintah Yunani gagal bersepakat soal pelonggaran utang, terutama dengan Jerman, sangat besar kemungkinan negara itu berstatus gagal bayar dan keluar dari zona mata uang tunggal Eropa.

" Jika status gagal bayar tak terhindarkan, hal yang sama bisa melanda seluruh Eropa bagian selatan-yang meliputi Spanyol, Italia, dan Portugal.

" Akibatnya, bisa terjadi eksodus besar-besaran dari zona mata uang tunggal Eropa, yang sangat mungkin menjadi akhir dari euro sebagai mata uang utama dunia dan tamatnya Eurozone.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus