Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Skate Mundur, Skate Maju

Perdana Menteri Bill Skate terpaksa mengundurkan diri. Salah satu penyebabnya adalah karena ia mendadak membuka hubungan dengan Taiwan. Tapi ia akan mencalonkan

11 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Syahdan, pada suatu akhir pekan, Perdana Menteri Papua Nugini, Bill Skate, pamit. Bersama dengan Menteri Luar Negeri Ro Yaki, mereka mengaku ingin libur. Para wartawan agak tercengang. Papua Nugini sedang dirundung krisis ekonomi. Nilai mata uang kina surut tinggal separuhnya, jika dibandingkan dengan saat Bill Skate mengambil alih kendali kekuasaan 23 bulan lalu. Inflasi mencapai 22 persen. Yang lebih kritis, ada isu santer bahwa parlemen, yang akan bersidang pada 13 Juli, akan menghantam Skate dengan no-confidence vote (mosi tak percaya). Ini adalah saat yang aneh untuk mengambil cuti. Kecurigaan pers ternyata berdasar. Pada Senin, 5 Juli, Skate dan Yaki tiba-tiba muncul di Taiwan dan disinyalir telah membuat perjanjian hubungan diplomatik dengan negara itu. Ini berarti Papua Nugini telah memindahkan pengakuan diplomatiknya dari RRC ke Taiwan, sementara Taiwan di mata RRC adalah anak pembangkang. Yang menarik, konon, Taiwan menyodorkan bantuan serta pinjaman lunak total US$ 2,3 miliar ke Papua Nugini. Begitu mendengar berita ini, Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer mengingatkan Papua Nugini bahwa tindakan Skate dan Yaki di Taiwan sangat tidak bijaksana. RRC adalah salah satu mitra dagang Papua Nugini yang paling penting, sehingga pemindahan pengakuan diplomatik ini tampaknya seperti langkah yang nekat. Apalagi RRC langsung menuntut agar Papua Nugini segera membatalkan pengakuannya terhadap Taiwan dan mengembalikan pengakuan diplomatiknya ke RRC. Lalu apa kepentingan Australia?Adakah Australia prihatin karena Papua Nugini adalah negara tetangga dan bantuan pengembangan US$ 200 juta tiap tahun yang dikucurkan pada sang tetangga? Atau adakah penyebab lain? Yang sudah pasti, Papua Nugini tidak rela dikuliahi. Skate pun menjawab dengan ketus bahwa Australia tak perlu ikut campur urusan negaranya. "Menyedihkan sekali. Australia punya anggapan bahwa Papua Nugini adalah salah satu negara bagiannya," tutur Skate menyindir. Taiwan pun tak kalah sengit dan mengancam. Kalau Australia tidak lepas tangan, Taiwan akan memindahkan pembelian pasokan bijih besinya dari Australia ke Papua Nugini. Situasi menjadi gawat. Memang, dalam perdagangan saat ini Australia lebih untung. Ekspor ke Taiwan mencapai US$ 1,22 miliar, sedangkan impor dari negara itu hanya US$ 726 juta. Jadi, kalau Taiwan benar-benar memberlakukan sanksi dagang, jelas Australia yang kena cubit. Apa boleh buat. Bagaimanapun, skandal ini memaksa Skate mundur. Ia dengan rela mengajukan pengunduran dirinya pada Rabu, 7 Juli, pekan lalu. Sementara itu, di sisi gelanggang, Sir Mekere Morauta dari Partai People's Democratic Movement sudah pasang kuda-kuda untuk menggantikannya. Konon, dia sudah mengumpulkan dukungan dari 40 rekan anggota parlemennya. Sir Mekere Morauta bahkan membuat pernyataan bahwa kalau dia terpilih, dia akan meninjau kembali perjanjian Papua Nugini yang ditandatangani dengan Taiwan itu karena, "Implikasi kawasan serta internasionalnya sangat serius," katanya. Walau sudah menyampaikan surat resmi pengunduran diri ke Gubernur Jenderal Silas Atopare pada Kamis, 8 Juli, Skate rupanya belum putus harapan. Dia belum menutup kemungkinan pencalonan dirinya kembali sebagai perdana menteri pada sidang parlemen, Selasa, 13 Juli. Pembentukan koalisi dalam pemerintahan Papua Nugini sangat cair, sehingga hasil peta politik pada setiap awal sidang parlemen sering tidak mudah diperkirakan. Bill Skate memang sudah resmi mundur, tapi tidak mustahil dia akan kembali dalam waktu singkat. Namun, masalah yang telanjur timbul masih harus dibenahi, bukan saja oleh pemerintah Papua Nugini, tapi juga Australia, Taiwan, dan RRC. Dewi Anggraeni (Melbourne)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus