Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Solusi Irak, basa-Basi Amerika

Inilah pertemuan pertama antara perwakilan Iran, Irak, Suriah, dan Amerika Serikat. Awal yang baik, meski hasilnya tidak bisa terlalu diharapkan.

19 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hollywood Menyatakan Pe-rang terhadap Iran,” begitulah bunyi kepala berita harian independen Ayende-No edisi Selasa pekan lalu. Gara-gara film anyar besutan sutradara Zack Snyder, 300, pemerintah dan masyarakat Iran marah. ”Amerika Serikat mencoba menghina Iran dengan cerita sejarah yang diputarbalikkan dan memprovokasi serdadunya untuk berperang dengan kami lewat film tersebut,” ujar Penasihat Kebudayaan Presiden Iran, Jawad Shamghadri.

Film tentang perang besar antara bangsa Sparta (kawasan di Yunani) dengan Persia sekitar 400 SM itu menggambarkan kekejaman luar biasa bangsa Persia. Itulah mengapa film yang mulai beredar di berbagai kota di dunia itu sejak awal pekan lalu dianggap menghina Iran. ”Ini cara membentuk opini dunia menyudutkan Iran di tengah meningkatnya ancaman AS terhadap negeri kami,” kata Jawad.

Sebelum film kolosal 300 itu menyebar, akhir pekan dua minggu lalu, telah terjadi peristiwa penting di Bagdad, yakni pertemuan untuk pertama kali antara perwakilan Iran dan AS. Di situ hadir juga wakil dari Suriah, Arab Saudi, dan Irak. Pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Kementerian Luar Negeri Irak di Bagdad itu membicarakan usaha penyelesaian konflik sektarian Sunni dan Syiah di Irak, yang berlangsung seperti penyakit kronis, terutama sejak Februari 2006, setelah insiden peledakan masjid berkubah emas milik Syiah di Samarra.

Pertemuan ini sebenarnya merupakan bagian dari usaha untuk menyelesaikan masalah di Irak dengan mengikutsertakan negara-negara tetangga, terutama Iran dan Suriah. Karena Iran dianggap banyak membantu senjata dan dana untuk kelompok bersenjata Syiah: Pasukan Mahdi di bawah Moqtada al-Sadr. Iran juga diyakini banyak mempengaruhi para pejabat Syiah di Irak. Sedangkan Suriah dinilai punya peran lainnya, yaitu ”memasok” orang-orang asing yang akan bertempur di Irak.

Memang, tidak ada yang tahu persis isi dan jalannya pertemuan kecuali berita tentang dua mortir yang meledak di sekitar tempat pertemuan yang dijaga sangat ketat itu. Tapi, seperti kata Menteri Luar Negeri Irak, Hoshyar Zebari, momen tersebut merupakan ”sesuatu yang kecil namun menjadi langkah penting memecah kebekuan, sekaligus membangun dialog AS dengan Iran dan Suriah”.

Sedangkan Duta Besar AS di Irak, Zalmay Khalizad, Kamis pekan lalu menyatakan jenis diplomasi yang dilakukan AS terhadap Iran dan Suriah agar membantu penyelesaian masalah Irak adalah kombinasi antara ”tekanan dan kerja sama”.

Entah apa tepatnya yang dimaksud Khalizad dengan ”tekanan dan kerja sama”. Yang jelas, Khalizad hingga kini tetap melobi Departemen Luar Negeri AS untuk menjaga kesinambungan dialog dengan Iran. Pada April nanti, akan terjadi lagi pertemuan di Turki yang juga melibatkan negara-negara Kelompok 8 (G-8). Mereka akan membahas masalah keamanan, energi, dan pengungsi Irak.

Logikanya, jalur diplomasi dengan Iran dan Suriah demi menyelesaikan masalah di Irak, wajib dilakukan pemerintah AS. Apalagi, tuntutan kejelasan tentang penyelesaian Irak oleh publik AS makin menekan pemerintah AS. Sebab, setelah Bush melansir rencana ”menang di Irak” pada Januari lalu—salah satunya dengan menambahkan 12 ribu pasukan AS—belum ada tanda-tanda kekerasan mereda.

Ketidakberhasilan pasukan AS tentu akan menjadi ”sasaran empuk” para politisi penentang keterlibatan Amerika di Irak, terutama di saat-saat menjelang pemilihan umum tahun depan, dan menjelang peringatan empat tahun invasi AS ke Irak. Rencananya, massa akan berkumpul di Washington DC untuk berdemonstrasi.

Lagi pula, tak sedikit pihak di AS, termasuk Iraq Study Group, kelompok yang secara resmi oleh Kongres AS diminta mengkaji dan memberi rekomendasi tentang cara penyelesaian masalah di Irak, menyarankan dialog dengan Iran dan Suriah. Namun, pemerintah Presiden Bush seperti tidak rela mengakui kebutuhan melibatkan Iran dan Suriah demi Irak. Bush pernah mengatakan, pemerintah AS baru akan berdialog dengan Iran apabila negara itu bersedia menghentikan proyek nuklirnya—intelijen AS percaya Iran akan menghasilkan senjata nuklir pada 2015.

Ya, mengharapkan AS berjabat tangan dengan Iran dan Suriah agak muskil. Sejak hubungan diplomatik Iran-AS putus setelah mahasiswa Iran menduduki Kedutaan Besar AS di Teheran dan menyandera 52 orang AS selama 444 hari pada 1980—setelah Revolusi Iran meletus pada 1979—kedua negara ini cenderung konfrontatif satu sama lain. Pada 2002, Bush menyebut Iran sebagai salah satu negara ”poros setan” bersama Korea Utara dan Irak.

Lalu, meskipun pemerintah AS memiliki hubungan diplomatik dengan Damaskus, negara itu kerap melindungi para pentolan musuh AS. Petinggi Hamas, kelompok yang memerintah di Palestina, namun dicap sebagai teroris oleh AS dan sekutunya, tinggal di sana.

Suriah juga memiliki hubungan dekat dengan Hizbullah di Libanon, kelompok yang telah dicap sebagai teroris oleh Barat. Bahkan, beberapa bulan lalu, para pemimpin Iran, Suriah, dan Irak sepakat membentuk ”poros Teheran-Damaskus-Bagdad”, yang tentu saja makin memprovokasi negara adidaya itu.

Pemerintah AS memang tidak menunjukkan sikap ingin menjalin hubungan baik dengan Iran. Ketika diperintah Presiden Mohammad Khatami (Agustus 1997 sampai Agustus 2005) yang moderat, Iran pernah mengirim pesan kepada pemerintah AS pada musim semi 2003, mengusulkan pembicaraan menyeluruh masalah-masalah Timur Tengah. Iran menawarkan diri untuk berdialog soal Libanon, Palestina, Irak, hingga proyek nuklir. Bahkan Khatami bersedia menghentikan sementara pengayaan uranium agar AS mengabulkan permintaan dialog itu.

Menurut Aria Mehrabi, anggota dewan Yayasan Amerika Baru, proposal itu sampai ke Departemen Luar Negeri AS dan dibaca Flynt Leverett, penasihat untuk Timur Tengah dari Dewan Keamanan Nasional. Kemudian Leverett meneruskannya ke atasannya. Tapi, proposal itu ”hilang”. Rice, yang ketika itu menjabat sebagai penasihat keamanan nasional, mengaku tidak pernah menerima usulan Iran itu.

Bukan hal yang aneh jika Amerika Serikat bersikap makin keras ketika Iran, di bawah Presiden Mahmud Ahmadinejad, ngotot tidak akan menghentikan proyek nuklirnya. Beberapa media Barat memberitakan rencana serangan militer AS ke instalasi nuklir Iran, terutama di Natanz dan Isfahan. Mantan Menteri Pertahanan AS Donald Rumsfeld menjalankan proyek-proyek bawah tanah untuk menggoyang pemerintahan Ahmadinejad, termasuk membiayai kelompok pemberontak non-Persia. Belakangan ini, beberapa kapal induk AS mulai siaga di Teluk Persia.

Amerika juga terkesan ”menjaga gengsi” dengan tidak mau mengakui bahwa pertemuan di Bagdad dua pekan lalu itu sebagai inisiatif AS. Menurut Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice pertemuan itu murni inisiatif Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki. Meskipun, menurut Menlu Irak Hoshyar Zebari, acara itu tak mungkin terjadi tanpa lampu hijau dari Washington.

Karena itu, dialog di Bagdad dua pekan lalu dan di Turki pada April ini tampaknya tidak akan membuahkan hasil menggembirakan. Sikap pemerintah Iran mungkin juga akan makin keras, terutama setelah lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Jerman menyepakati draf sanksi terhadap Iran yang menolak menghentikan proyek nuklirnya, Jumat pekan lalu. Rakyat Iran mungkin tidak saja marah karena film 300 itu, tapi juga terhadap sanksi PBB yang membuat AS dan sekutunya makin punya alasan untuk menekan Iran.

Ahmad Taufik (Fars, AP, IRIB)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus