Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sonia Meneruskan Dinasti

Sonia Gandhi berlaga di percaturan politik India untuk memperebutkan kursi perdana menteri. Dia dituding tidak berhak menjadi kandidat karena lahir di Italia.

12 September 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUNJUNGILAH Sonia Gandhi, janda mantan Perdana Menteri India Rajiv Gandhi. Ini alamat situsnya di internet: http://www.soniagandhionline.com. Cobalah klik, maka akan muncul gambar perempuan setengah baya yang cantik, mengenakan kerudung putih berbordir motif etnis di pinggirnya, dengan latar belakang bendera India serta terpampang tulisan Face to Face with Sonia Gandhi. Hompage pribadi Sonia Gandhi sebagai Ketua Partai Kongres India itu mulai online 22 Agustus lalu. Melalui situs itu, setiap pengakses bebas mengajukan pertanyaan yang akan dibalas oleh Sonia. Itulah salah satu kiat Partai Kongres, yang sejak 1989 menjadi partai oposisi di India, untuk menyabet hati massa agar memilih Sonia pada pemilihan umum yang berlangsung lima tahap, dari 5 September hingga 3 Oktober 1999. Walaupun cara itu sama sekali tidak menjamin kemenangan Sonia atas Perdana Menteri Atal Behari Vajpayee dari koalisi partai yang memerintah, Bharatiya Janata Party, dengan membuka situs diharapkan banyak kritik dan saran yang masuk, yang berguna untuk Partai Kongres agar bisa membangun India. Kehadiran Sonia memperebutkan kursi perdana menteri di India adalah hal yang penting. Sebab, dialah penerus terakhir ''mahkota" keluarga Nehru-Gandhi dalam perpolitikan India. Dalam masa pemerintahan Kongres sejak India merdeka pada 1947, negara berpenduduk sekitar 850 juta jiwa itu dikenal sebagai negara yang berpemerintahan stabil dan toleran terhadap minoritas. Kondisi yang stabil itulah yang dibutuhkan rakyat India. Setelah dikuasai koalisi partai-partai non-Kongres, memang India tidak pernah lepas dari kericuhan politik tingkat elite. Perdana menteri berganti lima kali dalam waktu kurang dari empat tahun. Pemilu tahun ini adalah pemilu ketiga dalam tiga tahun terakhir. Ledakan bom serta kerusuhan di berbagai pelosok India turut mewarnai hari-hari pencoblosan. Masalahnya, apakah Sonia mampu menawarkan stabilitas seperti masa pemerintahan pendahulunya: Jawaharlal Nehru, Indira Gandhi, dan Rajiv Gandhi? Pemilu yang hasilnya akan diumumkan 3 Oktober 1999 itu akan membuktikannya, walaupun menurut jajak pendapat tingkat kemampuan Sonia hanya 27 persen, Vajpayee 57 persen, dan 16 persen sisanya terbagi untuk tokoh-tokoh lain. Pendapat itu ada benarnya karena Sonia memang sosok yang suka privasi dan tidak nyaman pada ingar-bingar persaingan politik, sedangkan Vajpayee adalah orang yang jago orasi seperti Jawaharlal Nehru. Itu bukan berarti Sonia sudah kalah. Bagaimanapun, Sonia mewarisi kekuatan dinasti Nehru-Gandhi. Buktinya, ketika perempuan kelahiran Turin, Italia, itu dihantam dengan isu tanah kelahiran yang bukan di India, hingga dianggap tidak berhak ikut pemilihan perdana menteri, Sonia tetap kuat. Bahkan ketika Menteri Penerangan India, Pramod Mahajan, menghina kalau Sonia bisa ikut pemilihan perdana menteri, Monica Lewinsky pasangan selingkuh Presiden Clinton pun seharusnya bisa, Sonia menangkis, ''Saya bukan Italia, tapi saya sepenuhnya India, saya cinta India, saya cinta rakyat di sini," katanya. Komentar-komentar sinis itu sebenarnya hanyalah satu kerikil kecil yang dapat dilampaui Sonia. Masalah lebih mendasar adalah kemampuan Sonia untuk memimpin India. ''Sebab, dalam pemilu terakhir di milenium ini, pemimpin India harus mampu menciptakan keamanan di Asia Selatan," kata Bhabhani Sengupta, seorang pengamat politik. ''Dan pemimpin India harus menyelesaikan beban masalah selama 50 tahun," tambahnya. Dengan kata lain, Sonia dituntut untuk mampu menawarkan penyelesaian ''tabungan masalah selama 50 tahun", yaitu kemiskinan yang termasuk paling kronis di dunia. Angka buta huruf di India mencapai 40 persen dan kondisi infrastrukturnya payah. Sementara itu, para politisi dinilai pengamat tidak serius menuntaskan kemiskinan. Mereka hanya bersaing di antara elite untuk memperebutkan posisi di pemerintahan dan parlemen. Majalah The Economist menyebut India sebagai negara ''tidak berprestasi" terbesar di dunia. Jadi, akan mampukah Sonia memberi jawaban di dunia nyata, bukan hanya di dunia cyber? Bina Bektiati (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus