Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGHITUNGAN suara hasil jajak pendapat di Timor Timur selesai sudah. Rakyat Maubere akhirnya memilih merdeka, memisahkan diri dari Indonesia. Tapi, bedil langsung menyalak di jalanan, hanya beberapa jam setelah hasil jajak pendapat diumumkan, sebagai wujud ketidakpuasan. Korban pun jatuh bergelimpangan, bermandi darah. Rumah, gedung, dan sarana vital lainnya dibakar. Dili berubah jadi lautan api. Puluhan ribu penduduk mengungsi. Dan warga Tim-Tim terjebak dalam bellum omnium contra omnes (perang oleh semua melawan semua). Untuk mengatasinya, pemerintah Indonesia memberlakukan hukum darurat militer, terhitung sejak 7 September.
Mengapa Timor Timur kian bergolak justru setelah referendum dilangsungkan? Pengamat politik dan militer J. Kristiadi punya pendapat sebagai berikut. Pertama, rasa permusuhan di antara sesama rakyat Timor Timur sebetulnya sudah ada sejak dulu. Lalu ada "mimpi" referendum. Di pikiran kedua belah pihak yang bertikai, kalau ada referendum, berarti ada yang kalah dan menang. Yang menang pasti akan menghancurkan yang kalah. Sebelum dihancurkan, maka lebih baik menyerang lebih dahulu. Nah, begitu jajak pendapat benar-benar dilakukan, baik yang pro-otonomi maupun yang prokemerdekaan langsung angkat senjata untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Maka, terjadilah perang saudara seperti sekarang ini.
Kristiadi yang bekas anggota MPR (1987-1992) mewakili Provinsi Timor Timur tak memandang penting hasil jajak pendapat itu. Sebab, bagi dia, rakyat Maubere itu tidak peduli dengan sistem pemerintahan dan siapa yang membawahkan mereka. "Yang penting buat mereka adalah merdeka dari rasa ketakutan, tindakan sewenang-wenang, dan pelanggaran hak asasi manusai," kata peneliti CSIS ini.
Pendapat ini jauh berbeda dengan pendapat mayoritas responden TEMPO. Mereka rata-rata kecewa dan sedih terhadap hasil akhir referendum di bumi Maubere. Publik juga menilai bahwa keputusan Habibie untuk melangsungkan jajak pendapat di provinsi ke-27 itu merupakan langkah keliru.
Sikap responden harap "dimengerti" sebagai refleksi jauhnya "jarak pemahaman" warga Jakarta terhadap persoalan-persoalan penduduk Loro Sa'e dalam bidang budaya, sosial, dan nonekonomi lainnya. Warga Ibu Kota kurang memahami benar apa yang sedang terjadi di sana dan apa sebetulnya keinginan orang Tim-Tim. Seperti yang pernah ditulis majalah ini, hingga sekarang orang Jakarta sudah telanjur merasa bahwa Timor Timur merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, apa pun alasannyadalam kerangka pikiran sebagian besar orang Jakarta mustahil Tim-Tim berpisah dari Indonesia. Titik!
Sikap responden tersebut jelas sangat bias Jakarta dan membuktikan betapa sebagian besar masyarakat kurang menyadari makna hidup bernegara. Bukankah dalam mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan "bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa"? Dan tidak ada satu pun kekuatan yang berhak melarang kehendak suatu bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Mengapa harus kecewa dan sedih kalau orang Tim-Tim memilih merdeka?
Apalagi, responden sebetulnya tahu bahwa keputusan rakyat Maubere untuk merdeka itu tidak jatuh tiba-tiba dari langit. Keputusan itu merupakan keinginan sebagian besar rakyat Maubere yang sejak semula memang tidak ingin bergabung dengan Indonesia. Selain itu juga, pemerintah dan terutama aparat telah bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk setempat, bahkan mereka sampai melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Walaupun demikian, publik cukup arif. Mayoritas dari mereka setuju agar dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat nanti, MPR hendaknya meratifikasi hasil jajak pendapat. Senyampang menunggu sidang itu berlangsung bulan depan, responden berpendapat bahwa tanggung jawab keamanan dan ketertiban sebaiknya diserahkan ke tangan pasukan keamanan PBB. Pilihan ini tampaknya merupakan cermin keprihatinan masyarakat terhadap gejolak dan pertikaian di Bumi Loro Sa'e yang kian membabi-buta. Dan, tentara nasional, apalagi polisi, rupanya kurang dipercaya dapat menyelesaikan masalah.
Atau, mungkinkah pendapat tersebut sebetulnya merupakan cermin keinginan masyarakat agar pemerintah segera menarik pasukan dari wilayah itu?
Wicaksono
INFO GRAFISBagaimana perasaan Anda terhadap hasil jajak pendapat Timor Timur? | Kecewa | 29% | Biasa saja | 26% | Sedih | 24% | Marah | 10% | Lega | 8% | Senang | 3% | | Apakah menurut Anda keputusan pemerintah Habibie untuk melakukan referendum itu benar? | Ya | 30% | Tidak | 43% | Tidak tahu | 26% | | Apakah dalam sidang umum Oktober mendatang MPR harus meratifikasi hasil jajak pendapat? | Ya | 47% | Tidak | 24% | Tidak tahu | 29% | | Menurut Anda, mengapa rakyat Timor Timur akhirnya lebih banyak yang memilih merdeka? | Sebab, rakyat Timor Timur memang ingin berdiri sendiri | 29% | Karena TNI banyak melakukan pelanggaran HAM | 26% | Sejak dulu rakyat Timor Timur sebenarnya tidak ingin bergabung dengan Indonesia | 20% | Karena selama ini pemerintah Indonesia sewenang-wenang | 20% | Sebab, Indonesia gagal melakukan upaya diplomasi di luar negeri | 17% | Karena UNAMET curang | 15% | Tidak tahu | 12% | * Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban | | Siapa yang harus bertanggung jawab atas ketertiban dan keamanan di Timor Timur selama masa transisi? | Pasukan keamanan PBB | 46% | TNI | 26% | Tidak tahu | 19% | Polri | 9% | | Apakah yang harus dilakukan pemerintah Indonesia terhadap fasilitas umum seperti sekolah, jaringan, listrik, air minum, dan sarana telekomunikasi yang ada di sana? | Tidak tahu | 30% | Diambil kembali | 24% | Dihibahkan kepada pemerintahan baru | 24% | Disewakan kepada pemerintahan baru | 22% | | |
Metodologi jajak pendapat ini:
Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 506 responden di lima wilayah DKI pada 6-8 September 1999. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.
Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo