Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Israel Tak Ingkar Janji, Kali Ini

Pemerintah Israel melepas sebagian tahanan politik Palestina. Langkah itu bagian dari pelaksanaan Perjanjian Wye River yang direvisi.

12 September 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EHUD Barak-kah pembawa perdamaian di Timur Tengah? Terlalu pagi untuk mempercayai perdana menteri Israel yang memerintah sejak Mei lalu itu, walaupun Perjanjian Wye River II dinilai menuju ke arah ''cahaya di ujung lorong yang gelap". Perjanjian yang diteken Barak, Presiden Palestina Yasser Arafat, Presiden Mesir Mubarak, Raja Yordania Abdullah II, dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Madeleine Albright, di Sharm Seikh, Gurun Sinai, Mesir, Sabtu dua pekan lalu itu dianggap sebagai langkah maju mengakhiri carut-marut konflik ''menahun" di Timur Tengah. Dari empat pokok Memorandum Sharm El Sheik, selain penundaan deklarasi negara Palestina sampai September tahun 2000, yang juga penting adalah pembebasan tahanan politik Palestina. Israel berjanji untuk membebaskan 350 tahanan secara bertahap sampai Oktober. Dan lima hari setelah perjanjian, Israel mulai membebaskan 199 tahanan politik Palestina. Itulah kado Barak bagi Palestina dan juga Arafat, yang baru saja berulang tahun ke-70. Tapi Barak diserang habis oleh rakyatnya—terutama keluarga korban yang tewas di tangan orang Palestina. ''Mana keadilan? Mereka harus dibunuh," kata Joyce Boim, ayah seorang korban dalam suatu kekerasan yang meletus di Kota Bethlehem pada Mei 1996. Boim sedang berziarah ke makam anaknya, ketika para tahanan dilepas dari penjara. Sebuah lembaga para korban teror kaum Arab di Kota Yerusalem bahkan berencana mengajukan petisi ke pengadilan Israel untuk menentang pembebasan itu. Para tahanan itu diangkut dari penjara Ashkelon dan Nefha— penjara terbesar di Israel—menuju Ramallah dan Bethlehem di Tepi Barat serta Jalur Gaza. Sebanyak 28 orang dari semua tahanan itu bukanlah warga Arab serta sisanya adalah anggota pasukan Palestina dan kelompok yang menolak perdamaian dengan Israel. Tak seorang pun dari tahanan itu mengaku pernah membunuh orang Israel. Namun, diakui oleh pihak Palestina bahwa sebagian tahanan itu pernah mencederai orang Israel dan membunuh ''para pengkhianat". Para tahanan politik dilepas setelah mereka meneken surat yang berisi ikrar diri untuk tidak terlibat lagi dalam perlawanan bersenjata anti-Israel. Ketika sebagian tahanan tiba di dekat perbatasan untuk dipindahkan ke bus milik pemerintah Palestina, sekelompok garis keras Yahudi dan keluarga korban menggelar protes. Seseorang mencoba menghadang laju bus, tapi pasukan keamanan Israel segera menghalaunya. Pemandangan itu kontras dengan suasana penyambutan pihak Palestina dan keluarga para tahanan. Begitu memasuki tapal batas Jalur Gaza Kota Ramallah dan Bethlehem, para mantan tahanan politik mengacungkan jari membentuk huruf V dari jendela bus. Sekerumunan warga Palestina menyambut mereka sambil berdiri di sepanjang jalan Kota Ramallah. Selain sejumlah perwira militer, sebuah iringan drum band dan tembakan salvo pun ber-''marhaban". Sambutan gembira juga datang dari kelompok Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) di bawah pimpinan Dr. George Habash. Rupanya, 35 orang dari tahanan yang dilepas itu adalah anggota kelompok kiri tersebut. Salah seorang bahkan gembong sayap militer mereka, Jaber Wushah. Tokoh yang kini berusia 50 tahun itu mendekam di penjara Israel selama 15 tahun. ''Kami tidak menyangka bahwa Israel akan membebaskan banyak orang kami," kata aktivis PFLP. Maklumlah, kelompok garis keras ini sering berulah dan karena itu mereka dicap sebagai teroris oleh media Barat. Pembebasan tahanan politik itu ibarat angin sejuk dari padang pasir Israel. Soalnya, perjanjian Wye River I yang menggelembungkan harapan cerah bagi masa depan perdamaian Israel-Palestina—diteken Juli lalu—sempat dibekukan oleh perdana menteri terdahulu, Benjamin Netanyahu. Ehud Barak semula juga kurang menjanjikan apa-apa. Ia hanya mengusulkan agar penerapan isi perjanjian berupa penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan pengembalian sepertigabelas wilayah Tepi Barat ke Palestina yang dijadwalkan Oktober ditunda. Usul itu sempat ''memukul" Arafat. Sampai akhirnya Barak berubah dan lahirlah Memorandum Sharm El-Sheik tadi. Kelik M. Nugroho (Jerusalem Post, CNN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus