Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Standar Ganda Macron Antara Poster Satire Adolf Hitler dan Kartun Nabi Muhammad

Michel-Ange Flori, pengusaha yang memasang reklame satire gambar Macron bergaya Adolf Hitler, membandingkan kasusnya dengan kasus kartun Nabi Muhammad

1 Agustus 2021 | 14.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Prancis Emmanuel Macron menggugat pembuat poster yang menggambarkan dirinya sebagai Adolf Hitler sebagai bagian dari kampanye menentang vaksinasi wajib virus corona, di samping slogan "Patuh: Ikut Vaksinasi!" [Daily Mail]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tindakan Presiden Prancis Emmanuel Macron menggugat pembuat poster satire yang menggambarkan dirinya sebagai Adolf Hitler dianggap standar ganda dengan membandingkan pada kontroversi kartun Nabi Muhammad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Reklami satire Macron menunjukkan kepala negara berusia 43 tahun itu dengan pita lengan Swastika, serta seragam Third Reich (Kekaisaran Ketiga Jerman) dan kumis sikat gigi hitam, dikutip dari Daily Mail, 1 Agustus 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gambar itu dipajang di Prancis Selatan awal bulan ini sebagai penolakan atas vaksinasi wajib, termasuk di kota pelabuhan Mediterania Toulon, di sebelah slogan "Patuh: Ikutlah Vaksinasi!".

Di semua poster, simbol Nazi telah digantikan oleh LREM, yang merujuk pada partai Macron, Rebublic on the Move.

Pengacara Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengambil tindakan hukum terhadap pembuat papan reklame setelah poster itu dipajang di Prancis Selatan awal bulan ini.

Menurut Reuters, Michel-Ange Flori, pemilik bisnis periklanan jalanan Prancis, memutuskan untuk menggunakan beberapa papan reklamenya untuk satire politik, dengan memasang gambar yang menunjukkan Presiden Emmanuel Macron berpakaian seperti Adolf Hitler.

Pengacara pribadi Macron dan partainya kini telah mengajukan pengaduan hukum yang menuduh bahwa penggambaran itu adalah penghinaan publik, dan Flori mengatakan dia telah dihubungi oleh polisi yang bertindak atas pengaduan tersebut.

Floris memiliki sekitar 400 papan iklan di Prancis Selatan, dan sering menggunakannya untuk menyampaikan kritik yang menimbulkan kontroversi.

Tetapi reklami Macron telah menarik perhatian publik di mana Prancis menarik garis samar antara kebebasan berekspresi dan bersikap ofensif.

Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) didampingi Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin berbicara menyusul serangan penikaman di pinggiran kota Conflans-Sainte-Honorine Paris, Prancis, Jumat, 16 Oktober 2020. Korban tewas beberapa hari setelah mengajar tentang sekularisme dan kontroversi seputar penerbitan kartun Nabi Muhammad oleh majalah satir Charlie Hebdo. Abdulmonam Eassa via REUTERS

Majalah satire Charlie Hebdo menerbitkan karikatur Nabi Muhammad, awalnya pada tahun 2006, yang dipandang sebagian besar Muslim sebagai penistaan agama. Negara Prancis membela hak Charlie Hebdo untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad atas dasar kebebasan berekspresi.

"Kami tidak akan menyerah pada kartun dan gambar, bahkan jika yang lain mundur," kata Macron pada 21 Oktober tahun lalu dalam pidatonya untuk menghormati guru sekolah Samuel Paty, yang dibunuh oleh seorang remaja Chechnya yang ingin membalas Paty karena memakai kartun Nabi Muhammad di kelas sebagai contoh kebebasan berekspresi.

Flori memasang papan reklame Macron sebagai tanggapan terhadap undang-undang yang diadopsi oleh parlemen bulan ini, yang melarang orang-orang dari beberapa tempat umum kecuali mereka sepenuhnya divaksinasi terhadap Covid-19 atau dapat menunjukkan tes negatif baru.

Beberapa penentang Macron mengatakan aturan itu menginjak-injak kebebasan sipil dan menuduh presiden bertindak seperti diktator, sementara pemerintah berpendapat bahwa perlu mendorong tingkat vaksinasi yang lebih besar.

Flori, yang papan reklamenya dipasang di sekitar wilayah rumahnya di selatan Prancis, mengatakan konsensus di negaranya ada di pihak Charlie Hebdo.

"Tetapi ketika itu adalah masalah mengolok-olok presiden dengan menggambarkannya sebagai seorang diktator, kemudian itu menjadi penistaan, maka itu tidak dapat diterima," katanya dalam sebuah wawancara dengan Reuters, meniru para pengkritiknya.

Jean Ennochi, pengacara Macron, mengatakan pengaduan hukum diajukan untuk Macron dalam kapasitas pribadi karena sifat ofensif dari perbandingan Presiden Republik dengan Adolf Hitler.

Seorang perwakilan partai Macron mengatakan telah mengajukan pengaduan terpisah yang menuduh penghinaan dan hasutan kebencian.

Pemerintahan Macron menolak berkomentar.

"Saya sama sekali tidak menyangka. Presiden akan mengadukan seorang warga negara Prancis," kata Flori.

"Saya karikatur," katanya. "Orang mungkin suka atau tidak suka, tapi semuanya sama saja, karikatur akan tetap karikatur."

Flori, yang mengindikasikan bahwa ia bermaksud untuk melawan pengaduan hukum, menulis di Twitter membandingkan kasusnya dengan kontroversi Charlie Hebdo, ketika majalah satire itu menggambar kartun Nabi Muhammad yang dikecam oleh umat Islam.

Floris mengatakan itu keterlaluan bahwa umat Islam bisa diejek dan dipermalukan berkat liberalisme 'Je Suis Charlie', tetapi kebebasan berekspresi tidak bisa digunakan untuk mengejek politisi yang berkuasa.

"Di Macron-land (Negeri ala Macron), menggambarkan sosok Nabi adalah sindiran, mengolok-olok Macron sebagai diktator adalah penghujatan," tulis Flori, Daily Mail melaporkan.

REUTERS | DAILY MAIL

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus