Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demonstrasi makin menggila di Bangkok. Rabu pekan lalu—tiga hari sebelum pemilu, jatuh pada hari Minggu—para penentang Perdana Menteri Thaksin membanjiri Sam Paragon, pusat perbelanjaan terbaru. Mereka berdemo, menggelar bermacam poster, mendirikan kemahkemah di sepanjang jalan yang sibuk itu.
Dan simpang empat itu pun menjadi daerah paling menyesakkan di kota itu. Mereka sadar, tapi, ”Membiarkan sang Perdana Menteri tetap berkuasa lebih berbahaya daripada membuat kemacetan seperti ini,” kata Piphop Thongchai, pimpinan oposisi PAD (Aliansi Rakyat untuk Demokrasi).
Efektifkah gerakan mereka? Ada sebuah jajak pendapat, diselenggarakan oleh Universitas Assumption. Hasil polling menunjukkan masyarakat Kota Bangkok mulai bosan dengan demodemo antiThaksin. Dalam dua pekan terakhir, jumlah pendukung gerakan antiThaksin menurun. Mulanya, dua pekan lalu, jumlah mereka mencapai 48 persen. Pekan lalu mereka tinggal 26 persen.
Kisruh politik Thailand berawal pada Januari lalu ketika keluarga Thaksin menjual saham mereka di perusahaan telekomunikasi, Shin Corporation, kepada Temasek, perusahaan investasi milik Singapura. Penjualan minus pajak itu melukai rakyat Thailand. Mereka marah dan menuduh Thaksin menyalahgunakan kekuasaannya. Dia juga dicurigai melakukan korupsi dan sejumlah pelanggaran lainnya sehingga dinilai tak layak menjadi orang pertama di negara itu. Mereka menuntut Thaksin menyerahkan kekuasaan kepada kabinet yang ditunjuk Raja Bhumipol Adulyadej.
Tak mudah menurunkan Thaksin. Piphob Dhongchai meminta pemilih menconteng kotak no vote. Ini akan membuat partai Thai Rak Thai yang berkuasa kehilangan suara dan tidak bisa mencapai kuota setengah dari total pemilih.
Thaksin memang berjanji akan mundur jika partainya hanya mendapat kurang dari setengah suara. Dia percaya, ini cara paling afdol mendapatkan jawaban apakah dia harus mundur atau tidak. ”Saya optimistis tekanan politik akan berkurang setelah pemilu,” katanya.
Tentu saja, dengan syarat, partai mau berkomunikasi satu dengan lainnya. ”Daripada berkelahi untuk tujuan sendiri, lebih baik saling bicara,” katanya. Jika pemerintah baru terbentuk, dia berharap parlemen akan mengamendemen sejumlah pasal dalam konstitusi.
Pengusaha sukses ini mengumbar sejumlah janji jika kembali terpilih. Salah satunya, membentuk pemerintahan koalisi. Partai oposisi, termasuk yang memboikot pemilu, akan diajak bergabung dalam pemerintahan baru.
Kekhawatiran yang muncul adalah kisruh yang bakal terjadi setelah pemilu, tanpa atau dengan boikot. Jurin Laksanavisith, Wakil Ketua Partai Demokrat, mengatakan Thailand akan menghadapi krisis kepemimpinan dan konstitusi jika partai Thai Rak Thai menang.
Rakyat akan mempertanyakan legitimasi Thaksin memimpin negara. Dia juga meragukan akan terjadi reformasi politik seperti imingiming Thaksin. Partainya mempunyai 370 kursi di parlemen. Jumlah yang memudahkannya mengamandemen konstitusi sesuai dengan keinginannya, karena hal itu hanya memerlukan 350 suara.
Parlemen yang dipilih melalui pemilu juga punya dua persoalan yang sudah di pelupuk mata. Pertama, partai dengan kandidat tunggal tidak akan mendapat calon anggota parlemen karena tak satu pun yang akan mendapat suara 20 persen, jumlah minimal yang disyaratkan konstitusi Thailand.
Kedua, partai Thai Rak Thai hanya menyodorkan 99 nama dari partainya. Jika terpilih 400 anggota parlemen, totalnya tak akan mencapai 500 orang. Krisis konstitusi akan menganga tanpa terlihat solusinya. Sekali lagi, Thaksin berusaha mengibas kekhawatiran itu. ”Kita punya hukum yang bisa menyelesaikan persoalan itu,” katanya tanpa merinci lebih jauh.
Leanika Tanjung (Bangkok Post, The Nation, ThaisNews)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo