Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Untuk Yudea dan Samaria

Partai Kadima menang dalam pemilu Israel. Ehud Olmert segera mematok garis perbatasan tanpa berunding dengan Palestina.

3 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ehud Olmert berdiri. Di atas kepalanya poster besar mentornya Ariel Sharon, wajahnya sum-ri-ngah, ia mengumumkan keme-nang-an partainya, Partai Ka-di-ma, yang berhaluan tengah. ”Hari ini, demokrasi Israel telah berbicara…. Israel menginginkan Kadima,” ujar Olmert bersemangat di markas partai itu, sehari setelah pencoblosan.

Berdasarkan hasil perhitungan semen-tara—99,7 persen suara—partai yang ma-sih seumur jagung ini meraih 28 kur-si dari 120 kursi parlemen. Artinya, berdasarkan konstitusi, Kadima berhak memperoleh kesempatan pertama mem-ben-tuk pemerintahan dengan Ehud Olmert sebagai perdana menteri.

Kemenangan Kadima berlangsung da-lam pemilu yang dijaga ketat. Sekitar 22 ribu polisi dikerahkan mengawal Yerusalem, Tel Aviv, hingga ke kawasan perbatasan dengan wilayah Palestina, termasuk menutup kompleks Masjid Aqsa di Yerusalem Timur.

Ini bukan pemilu yang menjanjikan bagi Olmert dan Kadima. Kemenang-an Kadima masih di bawah perkiraan jajak pendapat yang dipublikasikan sehari sebelum pencoblosan. Kadima diperkira-kan memperoleh 38 kursi. Apalagi jum-lah pemilih dalam pemilu kali ini me-rupa-kan jumlah terendah dalam sejarah politik Israel: 60 persen.

Pengamat menilai, rakyat Israel a-patis terhadap politik, khususnya di kawasan permukiman Yahudi. Mereka kecewa de-ngan kebijakan penarikan Israel dari Jalur Gaza dan yang akan diikuti di Tepi Barat. Mereka pun memboikot pemilu. ”Tak peduli siapa yang akan berkuasa, bagi kami itu tak akan mengubah apa pun. Mereka sudah melupakan kami,” ujar Talya Eluz, 36 tahun, bekas pemukim di Jalur Gaza.

Tapi justru kebijakan penarikan Israel se-cara sepihak dari kawasan penduduk-an inilah yang dipertaruhkan dalam pe-mi-lu ini, khususnya oleh Ehud Olmert. ”Ia (Olmert) menggunakan pemilu ini men-jadi satu referendum terhadap masa de-pan Yudea dan Samaria (Tepi Barat),” ka-ta kolumnis koran Yediot, Nahum Barnea. Seorang penduduk Yerusalem menganggap pemilu ini merupakan pemilu paling penting dalam sejarah Israel. ”Kami sedang memisahkan diri dari (wi-layah) Arab,” kata Mordechai Aviv, 76 tahun.

Tentu saja hengkang dari wilayah Arab semula tak sesederhana itu. Tum-bang-nya Sharon karena serangan stroke, dan kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen Palestina membuat peta konflik Israel-Palestina menuju jalan yang berbeda.

Gagasan unilateral Ariel Sharon mun-cul dari wawancara Olmert dengan koran Yediot Ahronot, Desember 2003. Be-kas Wali Kota Yerusalem ini menya-ta-kan, dia melepas impian tentang Is-rael Raya termasuk Gaza dan Tepi Barat. ”Sangat menyakitkan,” katanya. Tapi, me-nurut Olmert, jika Israel tidak bertindak cepat keluar dari wilayah Palestina, populasi Yahudi akan segera kebanjir-an populasi Arab. ”Itu akan mengarah pada lenyapnya Israel sebagai satu ne-gara Yahudi,” katanya.

Wawancara itulah yang mendorong ke-putusan Sharon keluar dari Jalur Ga-za. Sharon, dengan kebijakan unilate-ralnya, setelah penarikan mundur dari Gaza, akan menanti reaksi Palestina se-belum memutuskan langkah selanjut-nya. Sedangkan Olmert, setelah keme-nangan Hamas yang mengejutkan, akan memainkan kartu Hamas untuk membuka era kekuasaannya. Olmert meng-ancam aksi unilateral akan dite-rus-kan jika Hamas tidak secara esensial ber-henti sebagai Hamas yang radikal—menerima keberadaan Israel dan menghentikan teror.

Maklum, memberikan sebagian b-esar Tepi Barat kepada Hamas berbeda de-ngan memberikan Gaza kepada Mah-mud Abbas. Apalagi Tepi Barat le-bih strategis tinimbang Jalur Gaza. Melepas sejumlah wilayah pendudukan di Tepi Barat akan mendapat perlawanan yang lebih sengit dari kalangan Yahudi ortodoks, karena Tepi Barat dalam teks kitab suci adalah Yudea dan Samaria, ”tanah yang dijanjikan” bagi kaum Yahudi.

Selama bulan pertama jabatan O-lmert sebagai pelaksana perdana mente-ri, ia bertindak sebagaimana pengganti Sha-ron, menjaga sikap rendah hati dan ber-konsultasi secara berkala dengan pe-nasihat Sharon. Keputusan utama-nya yang pertama adalah membolehkan pemilu Palestina di Yerusalem Timur. Olmert mengesahkan keputusannya de-ngan mengutip kesepakatan rahasia antara Sharon dan Amerika Serikat se-belum dia terserang stroke.

Kemenangan Hamas mengejutkan Olmert, dan sejak itu dia mencoba meng-ulur waktu menarik simpati dua pendu-kung utama Israel, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Dia tunduk dengan kese-pakatan damai. Ia memberlakukan tiga per-syaratan untuk berbicara dengan Hamas: mengakui Israel, menyingkirkan teror, dan menghormati kesepakat-an Israel-Palestina sebelumnya.

Olmert berhasil mengisolasi Hamas da-ri kekuatan politik dunia (Barat) dan bah-kan dari kekuatan domestik Palestina. Sukses menunda pembentukan peme-rin-tah Palestina di bawah kendali Hamas se-belum pemilu Israel berlangsung. Dan kini, setelah Partai Kadima menang, Olmert menampakkan wajah aslinya yang sama dan sebangun dengan wajah Ariel Sharon. Ia kembali bertekad melanjutkan aksi sepihak hengkang dari wilayah Palestina tanpa perlu repot-repot duduk semeja dalam negosiasi politik dengan pemerintah Palestina mana pun.

Lebih dari itu, Olmert siap mematok garis perbatasan di Tepi Barat. Di bawah rencana Olmert, Israel secara sepihak me-neruskan proyek pembangun-an tembok pemisah di Tepi Barat yang akan menelan sekitar delapan per-sen wilayah itu. Tembok pemisah itulah yang akan menjadi titik awal patok perba-tasan ba-ru yang akan selesai digarap dalam wak-tu empat tahun (2010).

Olmert merencanakan menambah blok permukiman Yahudi di sisi Israel, se-dang sekitar 10 ribuan pemukim yang hidup di luar tembok akan dipindah-kan. ”Menetapkan garis perbatasan a-khir adalah kewajiban kami sebagai pemim-pin dan sebagai satu masyarakat,” tulis Olmert dalam koran Yediot Ahronot, Selasa pekan lalu.

Kepada rakyat Palestina Olmert menyatakan, ”Kami siap berkompromi, me-nyerahkan bagian dari tanah Israel ter-cinta, pindah, sangat menyakitkan, Ya-hudi yang hidup di situ, untuk mem-biar-kan Anda mencapai harapan Anda dan hidup di satu negara dalam damai dan tenang.” Tapi bagi telinga kelompok radikal Hamas yang kini berkuasa, nyanyian Olmert ini terdengar garing dan penuh tipu muslihat. ”Satu rencana yang betul-betul tak bisa diterima rak-yat Palestina dan pemerintah Pales-ti-na,” ujar Haniyeh.

Sebenarnya gagasan unilateral Sharon dan Olmert sudah dilirik sayap politik moderat Israel sebagai satu-satunya jalan mengakhiri konflik dengan Palestina sejak kemenangan Hamas. Kalangan moderat melihat tak ada pintu negosiasi yang bisa dibuka dengan pemerintah Palestina yang dikontrol Hamas.

Pandangan terhadap pemukim Yahu-di pun berubah: lebih baik dikorban-kan daripada dipertahankan. ”Gaga-s-an unilateral Kadima menjadi populer ka-rena memungkinkan Israel menjadi pro-aktif,” ujar Dan Schueftan, peneliti senior di organisasi riset Shalem Center. Apalagi, kata Schueftan, pendekat-an uni-lateral tak memberi rakyat Pales-tina kekuasaan memveto Israel. ”Juga tak me-mungkinkan mereka melumpuhkan kita,” katanya.

Tak mengherankan bila pejabat Ha-mas enteng-enteng saja menanggapi ke-menangan Partai Kadima. Menurut ca-lon Menteri Luar Negeri Palestina, Mahmud Zahar, hasil pemilu Israel tak ber-pengaruh terhadap permusuhan aba-di mereka dengan Israel. ”Kami tak mem-bedakan antara partai ini dan partai itu. Mereka semuanya terlibat kejahatan terhadap rakyat Palestina,” ujar Zahar.

Yang mengherankan justru sikap moderat Presiden Palestina, Mahmud Ab-bas. Pemimpin faksi Fatah ini menye-rukan pembaruan pembicar-aan damai secepatnya berdasarkan Peta Damai yang sudah disepakati. Padahal jelas sudah Olmert menyatakan tak akan menunggu ketidakpastian kesepakatan damai, dan sikap ini diamini oleh Amerika dan Uni Eropa. ”Kami akan bergerak secara sepihak setelah periode waktu yang masuk akal,” ujar Olmert.

Di Ramallah, saat rakyat Israel mencoblos, mayoritas anggota parlemen Pa-lestina menyetujui susunan kabinet yang disodorkan perdana menteri pilihan kelompok garis keras Hamas, Ismail Haniyeh. Lembar baru konflik Israel-Palestina mulai ditulis.

Raihul Fadjri (Jerusalem Post, Haaretz, Reuters, NY Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus