SESUDAH bersidang 4 hari, lengkap dengan kunjungan terpisah ke
Iran dan Irak, Komite Perdamaian Islam pekan silam terperosok
juga ke jalan buntu. Diketuai Presiden Guinea Sekou Toure,
Komite ini menyatakan kegagalan mereka dalam kata-kata, "Jurang
antara negara-negara bermusuhan, Irak dan Iran, belum berhasil
dijembatani." Adapun prakarsa perdamaian yang amat terpuji itu
hanya tersandung pada satu hal penarikan mundur tentara Irak
dari wilayah Iran, tempat mereka bercokol sejak pecah perang
September '80. Iran bersikeras, penarikan harus dilaksanakan
lebih dulu sebelum perundingan dimulai. Sebaliknya Irak
menandaskan penarikan itu hanya dapat dilakukan sesudah
perundingan.
Belum ditemukan jalan keluar dari kebuntuan itu hingga Ketua
Komite S-kou Toure meninggalkan Jeddah tak lama sesudah
"kegagalan" disiarkan. Anggota Komite yang lain yaitu Presiden
Pakistan Zia ul-Haq, Presiden Bangladesh Abdus Sattar, PM Turki
Bulent Ulusu, dan Habib Shatti Sekjen Organisasi Konperensi
Islam, segera menyusul kembali ke negeri masing-masing. Tapi
sebelumnya, dibentuk Komite kecil, tetap dengan Ketua Sekou
Toure yang bertugas menciptakan dasar tolak yang bisa diterima
kedua negara tersebut dalam usaha merintis perdamaian.
Sekarat Yang Dihebohkan
Komite Perdamaian Islam terbentuk Februari '81 dan sejak itu
sudah 5 kali utusannya berkunjung ke Teheran. Tidak kurang dari
Presiden Iran Mohammed Ali Khamenei yang menyambut delegasi
Sekou Toure di bandar udara Merabad, Teheran, pekan silam. Bagi
Iran, perundingan dengan Irak sebenarnya bukan hal yang teramat
mustahil, tapi dalam saat yang bersamaan negara ini menghadapi
banyak kerumitan. Atau katakanlah sesuatu yang dapat ditafsirkan
sebagai kerumitan.
Desas-desus tentang merosotnya kesehatan Ayatullah Khomeini,
umpamanya, sudah tersiar luas sejak Februari. Ini gara-gara
kantor Khomeini membatalkan semua acara pemimpin rohani itu
dalam waktu 2 minggu tanpa alasan yang jelas. Malca timbul
dugaan Khomeini yang sudah berusia 81 tahun itu sakit keras.
Lagi pula Radio Teheran, yang secara tetap menyiarkan pidato
sang Ayatullah setiap siaran berita selcsai, ternyata kini hanya
dapat mengulang rekaman pidatonya yang lama. Spekulasi ini
semakin tajam karena dikaitkan dengan berita pembentukan Dewan
Tertinggi yang akan menggantikan sang Ayatullah bila Khomeini
mangkat.
Dalam usaha meredakan semua berita simpang-siur itu, suratkabar
Iran memuat foto Ayatullah Khomeini bersama 4 tokoh penting di
negara itu. Oleh harian The Times yang terbit di London, foto
itu diragukan keasliannya. Bisa dimaklumi, kalau kemudian muncul
dugaan yang lebih ekstrim bahwa ayatullah itu sudah berpulang.
Dugaan semacam ini datang dari tokoh-tokoh oposisi Republik
Islam Iran yang sekarang dalam pelarian di Paris.
Geram dan sebal, sang ayatullah kemudian dikabarkan menerima tim
sepakbola Iran di kediamannya di utara Teheran. Dalam suara yang
bersemangat dan mantap, ulama itu dikabarkan berpesan agar para
pemain sepakbola menyebarkan revolusi Islam ke negara lain.
"Saya bukan olahragawan," berkata Khomeini, "tapi saya senang
pada olahragawan. Kalianlah yang bepergian ke banyak negara.
Perilakumu haruslah sedemikian rupa hingga Republik Islam ini
dapat diekspor ke tempat lain."
Dalam sebuah siaran radio yang lain, suara Khomeini terdengar
lemah, namun ia masih dapat berkomentar, "Saya mendengar sebuah
radio asing melaporkan saya sedang sekarat. Orang yang diduga
-karat itu sekarang ini sedang mendengarkan dan menertawakan
mereka."
Apa pun nasib yang menimpa Khomeini, tak dapat dibantah bahwa
pemimpin Iran itu tidak lagi sehat sejahtera seperti 3 tahun.,
yang lalu Pada foto radio yang dikirimkan Pars kantor berita
Iran, ke New York dapat segera dilihat betapa uzurnya tokoh tua
itu dengan pipi yang cekung. Namun janggut putih, pici hitam
yang khas dan senyum arif yang tersohor itu masih tersisa.
Sementara itu sumber intelijen Barat menyatakan Iran menerima
peralatan senjata dan amunisi dari Israel, Korea Utara, Suriah,
Libya dan Uni Soviet Semua ditaksir bernilai US$ 200 juta.
Dengan persenjataan seperti itu Iran diperhitungkan akan sanggup
melanjutkan peperangan melawan Irak, sekaligus mengekspor
revolusi Islam ke tetangganya, negara-negara Teluk. Inilah
analisa sumber Barat.
Kedengarannya memang tidak masuk akal bila dikatakan Israel
membantu Iran, tayi sumber yang layak dipercaya di Jerusalem
membenarkan hal itu. Alasannya yang utama: mempertahankan
hubungan dengan Iran di saat AS dan banyak negara Eropa tidak
atau belum bersedia membina hubungan tersebut. Di samping itu
dengan memperkuat Iran, secara tak langsung posisi Iran, musuh
Israel, bisa diimbangi, kalau tidak bisa diperlemah.
Posisi Iran yang dalam pergaulan internasional sudah terpencil -
setidaknya demikian penilaian bekas Presiden Abulhassan
Banisadr --belakangan ini agaknya semakin terpojok oleh
pernyataan yangdisiarkan Pravda Menyambut genapnya 3 tahun
penggulingan Syah Iran, analis koran resmi Soviet itu, Pacl
Demchenko, mendukung kuat Republik Islam di negeri itu
seraya akan banyaknya penganut ekstrernis kanan mengelilingi
Khomeini. Ekstremis kanan itu, tulisnya, "bermaksud menjagal
hubungan Iran-Uni Soviet meski risikonya aalah kebobrokan
ekonomi dan berkurangnya ketahanan negara itu menghadapi tekanan
imperialis."
Pravda juga mengingatkan, bagaimana Kremlin membantu Iran
bertahan terhadap blokade Amerika dengan meningkatkan kemudahan
lalulintas barang lewat wilayah Soviet. Sementara dalam nada
kurang senang, Pravda menyesuaian hubungan Iran-Soviet yang
mulai dingin jumlah staf kedutaan Soviet di Teheran diciutkan,
wartawan Rusia tidak diizinkan masuk, bank-bank Rusia tidak lagi
boleh beroperasi dan kegiatan kebudayaan Rusia dihentikan
sementara. Kritik terbuka koran Soviet itu keras dan cukup
pedas. Tidak lupa disebutnya demonstrasi anti-Soviet yang
dibiarkan saja oleh pemerintah Iran.
Bahwa Republik Islam Iran itu berada dalam kesulitan ekonomi,
agaknya sudah tidak mungkin dibantah lagi. Akibat perang dengan
Irak yang berkepanjangan, produksi minyak Iran, yang merupakan
sumber devisa rerbesar negara ini, merosot dari 4,5 juta barrel
sehari menjadi hanya 600 ribu barrel. Diperkirakan 200 ribu
barrel dijual kepada epang, sisanya dilempar kepada Prancis,
Jer-Bar dan Italia. Sekedar memikat epang, bahkan Iran
dikabarkan menawarkan harga istimewa.
Sementara itii, para pengamat Barat menantikan kemelut terakhir
yang bisa melumpuhkan Iran. Apakah berupa kematian Khomeini,
kebangkrutan ekonomi atau penggalangan oposisi di luar negeri
yang antara lain dilakukan oleh Reza, putra mendiang Syah Iran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini