Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tanda tanya sekitar Ayatullah

Perdamaian antara iran-irak yang diprakarsai oleh komite perdamaian islam, gagal. ayatullah khomeini dikhabarkan menurun kesehatannya. iran makin banyak menerima bantuan senjata. (ln)

20 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESUDAH bersidang 4 hari, lengkap dengan kunjungan terpisah ke Iran dan Irak, Komite Perdamaian Islam pekan silam terperosok juga ke jalan buntu. Diketuai Presiden Guinea Sekou Toure, Komite ini menyatakan kegagalan mereka dalam kata-kata, "Jurang antara negara-negara bermusuhan, Irak dan Iran, belum berhasil dijembatani." Adapun prakarsa perdamaian yang amat terpuji itu hanya tersandung pada satu hal penarikan mundur tentara Irak dari wilayah Iran, tempat mereka bercokol sejak pecah perang September '80. Iran bersikeras, penarikan harus dilaksanakan lebih dulu sebelum perundingan dimulai. Sebaliknya Irak menandaskan penarikan itu hanya dapat dilakukan sesudah perundingan. Belum ditemukan jalan keluar dari kebuntuan itu hingga Ketua Komite S-kou Toure meninggalkan Jeddah tak lama sesudah "kegagalan" disiarkan. Anggota Komite yang lain yaitu Presiden Pakistan Zia ul-Haq, Presiden Bangladesh Abdus Sattar, PM Turki Bulent Ulusu, dan Habib Shatti Sekjen Organisasi Konperensi Islam, segera menyusul kembali ke negeri masing-masing. Tapi sebelumnya, dibentuk Komite kecil, tetap dengan Ketua Sekou Toure yang bertugas menciptakan dasar tolak yang bisa diterima kedua negara tersebut dalam usaha merintis perdamaian. Sekarat Yang Dihebohkan Komite Perdamaian Islam terbentuk Februari '81 dan sejak itu sudah 5 kali utusannya berkunjung ke Teheran. Tidak kurang dari Presiden Iran Mohammed Ali Khamenei yang menyambut delegasi Sekou Toure di bandar udara Merabad, Teheran, pekan silam. Bagi Iran, perundingan dengan Irak sebenarnya bukan hal yang teramat mustahil, tapi dalam saat yang bersamaan negara ini menghadapi banyak kerumitan. Atau katakanlah sesuatu yang dapat ditafsirkan sebagai kerumitan. Desas-desus tentang merosotnya kesehatan Ayatullah Khomeini, umpamanya, sudah tersiar luas sejak Februari. Ini gara-gara kantor Khomeini membatalkan semua acara pemimpin rohani itu dalam waktu 2 minggu tanpa alasan yang jelas. Malca timbul dugaan Khomeini yang sudah berusia 81 tahun itu sakit keras. Lagi pula Radio Teheran, yang secara tetap menyiarkan pidato sang Ayatullah setiap siaran berita selcsai, ternyata kini hanya dapat mengulang rekaman pidatonya yang lama. Spekulasi ini semakin tajam karena dikaitkan dengan berita pembentukan Dewan Tertinggi yang akan menggantikan sang Ayatullah bila Khomeini mangkat. Dalam usaha meredakan semua berita simpang-siur itu, suratkabar Iran memuat foto Ayatullah Khomeini bersama 4 tokoh penting di negara itu. Oleh harian The Times yang terbit di London, foto itu diragukan keasliannya. Bisa dimaklumi, kalau kemudian muncul dugaan yang lebih ekstrim bahwa ayatullah itu sudah berpulang. Dugaan semacam ini datang dari tokoh-tokoh oposisi Republik Islam Iran yang sekarang dalam pelarian di Paris. Geram dan sebal, sang ayatullah kemudian dikabarkan menerima tim sepakbola Iran di kediamannya di utara Teheran. Dalam suara yang bersemangat dan mantap, ulama itu dikabarkan berpesan agar para pemain sepakbola menyebarkan revolusi Islam ke negara lain. "Saya bukan olahragawan," berkata Khomeini, "tapi saya senang pada olahragawan. Kalianlah yang bepergian ke banyak negara. Perilakumu haruslah sedemikian rupa hingga Republik Islam ini dapat diekspor ke tempat lain." Dalam sebuah siaran radio yang lain, suara Khomeini terdengar lemah, namun ia masih dapat berkomentar, "Saya mendengar sebuah radio asing melaporkan saya sedang sekarat. Orang yang diduga -karat itu sekarang ini sedang mendengarkan dan menertawakan mereka." Apa pun nasib yang menimpa Khomeini, tak dapat dibantah bahwa pemimpin Iran itu tidak lagi sehat sejahtera seperti 3 tahun., yang lalu Pada foto radio yang dikirimkan Pars kantor berita Iran, ke New York dapat segera dilihat betapa uzurnya tokoh tua itu dengan pipi yang cekung. Namun janggut putih, pici hitam yang khas dan senyum arif yang tersohor itu masih tersisa. Sementara itu sumber intelijen Barat menyatakan Iran menerima peralatan senjata dan amunisi dari Israel, Korea Utara, Suriah, Libya dan Uni Soviet Semua ditaksir bernilai US$ 200 juta. Dengan persenjataan seperti itu Iran diperhitungkan akan sanggup melanjutkan peperangan melawan Irak, sekaligus mengekspor revolusi Islam ke tetangganya, negara-negara Teluk. Inilah analisa sumber Barat. Kedengarannya memang tidak masuk akal bila dikatakan Israel membantu Iran, tayi sumber yang layak dipercaya di Jerusalem membenarkan hal itu. Alasannya yang utama: mempertahankan hubungan dengan Iran di saat AS dan banyak negara Eropa tidak atau belum bersedia membina hubungan tersebut. Di samping itu dengan memperkuat Iran, secara tak langsung posisi Iran, musuh Israel, bisa diimbangi, kalau tidak bisa diperlemah. Posisi Iran yang dalam pergaulan internasional sudah terpencil - setidaknya demikian penilaian bekas Presiden Abulhassan Banisadr --belakangan ini agaknya semakin terpojok oleh pernyataan yangdisiarkan Pravda Menyambut genapnya 3 tahun penggulingan Syah Iran, analis koran resmi Soviet itu, Pacl Demchenko, mendukung kuat Republik Islam di negeri itu seraya akan banyaknya penganut ekstrernis kanan mengelilingi Khomeini. Ekstremis kanan itu, tulisnya, "bermaksud menjagal hubungan Iran-Uni Soviet meski risikonya aalah kebobrokan ekonomi dan berkurangnya ketahanan negara itu menghadapi tekanan imperialis." Pravda juga mengingatkan, bagaimana Kremlin membantu Iran bertahan terhadap blokade Amerika dengan meningkatkan kemudahan lalulintas barang lewat wilayah Soviet. Sementara dalam nada kurang senang, Pravda menyesuaian hubungan Iran-Soviet yang mulai dingin jumlah staf kedutaan Soviet di Teheran diciutkan, wartawan Rusia tidak diizinkan masuk, bank-bank Rusia tidak lagi boleh beroperasi dan kegiatan kebudayaan Rusia dihentikan sementara. Kritik terbuka koran Soviet itu keras dan cukup pedas. Tidak lupa disebutnya demonstrasi anti-Soviet yang dibiarkan saja oleh pemerintah Iran. Bahwa Republik Islam Iran itu berada dalam kesulitan ekonomi, agaknya sudah tidak mungkin dibantah lagi. Akibat perang dengan Irak yang berkepanjangan, produksi minyak Iran, yang merupakan sumber devisa rerbesar negara ini, merosot dari 4,5 juta barrel sehari menjadi hanya 600 ribu barrel. Diperkirakan 200 ribu barrel dijual kepada epang, sisanya dilempar kepada Prancis, Jer-Bar dan Italia. Sekedar memikat epang, bahkan Iran dikabarkan menawarkan harga istimewa. Sementara itii, para pengamat Barat menantikan kemelut terakhir yang bisa melumpuhkan Iran. Apakah berupa kematian Khomeini, kebangkrutan ekonomi atau penggalangan oposisi di luar negeri yang antara lain dilakukan oleh Reza, putra mendiang Syah Iran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus