Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tanpa Alasan, tanpa Tebusan

4 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabar itu bermula dari layar televisi Al-Jazeera. Stasiun televisi yang berkantor di Kota Doha, Qatar, itu menyiarkan satu video berdurasi 2 menit—yang segera membikin sibuk para duta besar RI di kawasan seputar Teluk. Disiarkan pada Kamis pekan lalu, isi video itu adalah "wawancara" dengan sepuluh sandera oleh penculiknya. Di antara para sandera itu terdapat Rafikan binti Anim dan Rosidah binti Anom, kedua perempuan itu warga negara Indonesia. Dalam tayangan terlihat tiga pria bersenjata, dua di antaranya bertopeng. Dengan bahasa Indonesia beraksen Arab, mereka ngobrol dengan Rafikan dan Rosidah.

Telah lebih dari seratus warga asing diculik di Irak sejak Apri lalu. Dan Indonesia akhirnya "mendapat bagian" juga—kendati negeri ini tak pernah mendukung invasi Amerika Serikat dan sekutunya ke Irak. Hingga laporan ini ditulis, belum jelas apa motif para penyandera. Rafikan dan Rosidah rupanya datang ke Irak untuk bekerja. "Kami mendapat informasi bahwa mereka bekerja di perusahaan elektronik G-bell yang berpusat di London," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa. Sedangkan mengenai asal-usul kedua wanita berjilbab itu, Marty mengaku masih gelap. Sempat beredar kabar, keduanya berasal dari Kampung Pasir Nangka, Kecamatan Sukaluyu, Cianjur, Jawa Barat. Namun koresponden Tempo Deden Abdul Aziz tak menemukan kedua nama ini saat menelusuri kampung tersebut pada pekan lalu.

Pertanyaan terpenting: siapa penculiknya? Apa motivasinya? Kelompok garis keras Islamic Army in Iraq (IAI) dan Jihad wa Tauhid diduga sebagai pelakunya. Wartawan Prancis, Cristian Chesnot dan Georges Malbrunat, misalnya, dicokok IAI pada bulan lalu dan masih terus disekap sampai sekarang. "Pemerintah sedang berkoordinasi dengan pemerintah Libanon untuk bernegosiasi dengan para penyandera," kata Marty (lihat Wawancara: Abdul Wahid Maktub: "Saya Akan Meminta Bantuan Ulama Yusuf Qardhawi").

Seperti yang sudah-sudah, para penculik mengirimkan "hasil karya" mereka menculik sepasang wanita Indonesia itu ke Al-Jazeera. Menurut Abdul Wahid Maktub, dari logat bahasa Indonesia yang digunakan, ada dua kemungkinan asal-usul penyandera. "Warga Arab yang pernah tinggal di Indonesia atau orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Irak," ujarnya kepada Tempo melalui sambungan telepon internasional.

Di antara kesepuluh sandera, ada yang telah dibebaskan dan ada pula yang dieksekusi mati. "Kami sebetulnya tak mau melakukan ini. Tapi kami terpaksa karena saudara dan anak kami dibantai secara kejam," begitu salah satu bunyi "pidato" para penyandera kepada korban yang tayangannya pernah dilihat Abdul Wahid. Sang Duta Besar mengaku tak tahu motif penculik. Tapi sudah menjadi rahasia umum di dunia internasional bahwa penculikan biasanya melanda penduduk negara-negara yang mendukung invasi Amerika ke Irak.

Lantas apa kira-kira yang membikin penculik berselera membekuk warga negara RI? "Kami masih berusaha mengetahuinya," kata Abdul Wahid. Hingga kini Kedutaan Besar RI di Qatar giat mencari kontak dengan para penyandera. Biasanya mereka mengirim "berita" melalui e-mail ke alamat tertentu, termasuk Al-Jazeera. Menurut Abdul Wahid, mereka mempunyai semacam "departemen penerangan khusus" yang bertugas menyebarkan informasi. Dan salah satu staf lokal Kedutaan Besar RI di Qatar kebetulan masuk dalam milis tersebut secara tidak sengaja.

Aksi penculikan warga asing kian berkembang selama beberapa bulan terakhir di seantero Irak. Motifnya melebar dari politik, ideologi, hingga uang. Dan entah apa motif pula yang membikin para penculik memasukkan Rafikan serta Rosidah ke dalam daftar korban mereka.

Johan Budi S.P. (Al-Jazeera, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus