SEBUAH kejutan yang tidak begitu mengejutkan, datang lagi dari
Peking. Tanggal 19 bulan silam, di jalan-jalan strategis di
tengah keramaian kota bermunculan lagi poster-poster dinding
memberitakan rehabilitasi Teng Hsiao ping ke kedudukan semula.
Bahkan di sepanjang tembok dekat Kementerian Hubungan Ekonomi
Luar Negeri terpampang sebuah spanduk sepanjang empat puluh
meter.
Tertulis di situ, dengan hurup-hurup besar dan warna menyolok:
"Menyambut rehabilitasi Kawan Teng Hsiao-ping sebagai Wakil
Perdana Menteri, Wakil Ketua Partai, Kepala Staf Angkatan
Bersenjata dan Wakil Ketua Komisi Militer Sentral Komite Partai
Komunis." Menurut kabar spanduk raksasa itu dibuat oleh
pegawai-pegawai departemen tersebut yang sangat bersemangat
dalam menyambut peristiwa yang telah lama mereka nantikan.
Angan-Angan
Para penguasa kota memerintahkan agar poster-poster di seluruh
kota dirobek atau diturunkan. Para penjabat Departemen Luar
Negeri yang diminta pendapat mereka tak bersedia memberikan
keterangan. Kecuali: "Rehabilitasi Kawan Teng akan diumumkan
pada waktunya yang tepat." Ini membuat para pengamat politik di
kota itu sedikit skeptis. Jangan-jangan ini hanya angan-angan
belaka. seperti yang terjadi beberapa bulan lalu. Tetapi,
anehnya, spanduk sebesar gajah itu dibiarkan saja. Sehingga
dugaan menjadi kuat lagi: kali ini apa yang dikatakan
poster-poster segera jadi kenyataan.
Itu tambah diperjelas oleh tampilnya orang yang dinantikan itu
di layar TV bersama Hua Kuo-feng dan Menteri Pertahanan Yeh
Chien-ying. Rentetan peristiwa itu terjadi tanpa -- sampai saat
tulisan ini disusun - dikeluarkannya pengumuman resmi baik dari
Partai maupun Pemerintah oleh jadi penguatan dan penetapan
kembalinya Teng dan pemecatan janda Mao dan kawan-kawan dari
keanggotaan Partai akan dilakukan dalam kongres Partai Komunis
Cina yang menurut kabar akan dilangsungkan sebelum tahun ini
berakhir.
Meski demikian malam berikutnya pendukung Teng berpesta-pora
di jalan-jalan utama Peking sambil membunyikan segala macam
tetabuhan dan memasang kebang api.
Sebenarnya. rehabilitasi Teng merupakan puncak segala sasus yang
beredar di negeri itu sejak Januari. Menarik bahwa hanya enam
belas bulan yang lalu surat-surat kabar dinding Shanghai -
pusat umat radikal - menuntut agar Teng digantung sampai mati.
Ia dikutuk sebagai "musuh Ketua Mao dan memperoleh julukan satu
dari tiga pengkhianat terbesar dalam sejarah komunisme di Cina.
Karena itu segala pangkat dan kedudukan direnggutkan dari Teng,
walaupun ia tak dipecat sebagai anggota partai. Tapi itulah pula
satu-satunya harapan yang sangat tipis - yang bisa mengangkatnya
kembali dari kedudukan terhina dan membersihkan dirinya. Dan
semuanya sekarang telah jadi kenyataan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan ini bisa terjadi, meskipun
dalam suasana politik seperti di Cina di mana segala hal tidak
mustahil. Pertama-tama ia punya sekelompok penyokong kua di
kalangan tentara - golongan yang akhir-akhir ini berperan besar
dalam percaturan. Di sini ia punya kawan-kawan dan pengikut
berkedudukan kuat, berpengaruh dan setia. Di masa lalu.
hagaimana pun kaum radikal berusaha melunturkan pengaruh Teng di
kalangan tentara, mereka selalu gagal. Selain itu kepandaiannya
sebagai administrator telah menyebabkan namanya identik dengan
Mendiang Chou En-lai.
Tak Suka Humor
Dengan begitu ia populer di kalangan massa. Kemudian, tentu
saja, babatan yang diayunkan Hua Kuo-feng terhadap "Komplotan
Empat" beserta sisa-sisa pengikutnya, menyebabkan jalan kembali
Teng makin lebar dan rata. Kebangkitan Teng dari "mati politik"
untuk kedua kalinya ini membuktikan pula, bahwa tak ada satu hal
yang sanggup menahan dia. Kecuali nanti, usianya Teng Hsiao-ping
berasal dari Propinsi Szechuan, berumur 74 tahun. Ia bermuka
melankolik, dikenal sebagai seorang pragmatis yang ingin segala
sesuatu dikerjakan dengan sempurna. Bicaranya agak membosankan.
tajam dan terus terang, sehingga banyak lawan politiknya
mengatakan ia somhong. Teng tak suka humor, tapi ia seorang
patriot yang efektif di belakang meja, dalam perundingan maupun
di medan tempur. Banyak ahli Cina berpendapat bahwa kekasaran
dan keterus-terangannya jadi salah satu penyebab banyak orang
yang memusuhinya.
Teng sangat senang mengenakan kaus kaki putih. Perokok berat. Di
mana pun serta dalam keadaan apa pun, tak mau melepaskan
kebiasaan itu. Dalam berbagai perundingan atau acara penerimaan
tamu luar negeri, sebuah kotak kecil tempat ludah tak pernah
jauh dari tangannya.
Apa yang kurang pada Teng cuma tinggi badannya. Ia pendek: hanya
satu setengah meter lebih sedikit. Tapi kekurangan ini
ditebusnya dengan kemampuan hebat sebagai organisator.
Filsafat kerjanya sangat terkenal, dan biasa disimpulkan dalam
kalimat pendek: "Warna kucing itu hitam atau putih tak usah
dipedulikan. Yang penting ia bisa menangkap tikus." Inilah yang
selalu digunakan golongan radikal untuk mengutuk Teng.
Menjelang pecahnya Revolusi Kebudayaan tahun 1966, ia
berkedudukan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cina dan anggota
Politbiro (kabinet dalam partai). Ia telah memeang kedudukan
itu selama sepuluh tahun. Namun, dalam kampanye menyapu bersih
"unsurunsur kanan dalam partai" yang dilancarkan Mao dan
pengikut-pengikutnya, ia terpental keluar.
'Empat Modernisasi'
Tak satu pun terdengar mengenai dirinya sampai 1973, ketika
secara tiba-tiba ia muncul kembali dan direhabilitir. Ia
terangkat kembali berkat Chou Enlai. Chou waktu itu sudah
sakit-sakitan dan merasa memerlukan orang yang bakal
menggantikannya. Dengan cepat bintang Teng melesat. Ia jadi
Wakil Perdana Menteri dan lambat tapi pasti mengambil alih
seluruh tugas Chou. Tanda-tanda kuat menunjukkan ia akan jadi
penggantinya.
Tapi sejak 1973 itu pula golongan radikal di sekitar Chiang
Ching tak menyenangi rehabilitasi yang dilakukan untuk para
kader senior Partai yang jadi korban Revolusi Kebudayaan itu.
Walaupun sebagian besar dari mereka telah menjalani "masa
penyucian diri" yang terdiri dari kritik, oto-kritik dan kerja
paksa.
Sejak tahun itu pula kaum radikal menyerang para "pqalan
kapitalis," yang terdiri dari Chou En-lai dan
teknokrat-teknokratnya. Berbagai kampanye dijalankan. Sehingga
ketika kampanye anti Kong Hu Cu dan anti Lin Piao muncul pula,
suasana sedemikian panasnya -- sampai ada dugaan bahwa suatu
revolusi kebudayaan lain akan meledak.
Menjelang berakhirnya tahun 1975, pertentangan radikalis
pragmatis makin hebat. Konstitusi baru RRT yang disahkan setelah
Kongres Rakyat Nasional bersidang bulan Januari 1975,
mengizinkan pemilikan-pribadi terbatas, pengerjaan tanah dengan
luas terbatas untuk kepentingan pribadi, dan pekerjaan sambilan
dalam komune rakyat.
Mao Tse-tung - yang karena kesehatannya tak berpartisipasi dalam
Kongres - sebulan kemudian memerintahkan dijalankannya satu
program "membatasi hak-hak borjuis" -- terutama dalam skala
penggajian yang terdiri dari delapan tingkat. Kemudian Chang
Chun-chiao dan Yao Wen-yuan mengeluarkan tulisan yang menyerang
kebijaksanaan Chou (dan Teng) yang telah disetujui KRN. Yaitu
empat modernisasi' yang terdiri dari pertanian, industri,
pertahanan nasional dan ilmu pengetahuan & teknologi. Namun,
sebegitu jauh Chou En-lai dan kawan-kawan masih bisa bertahan.
Mewakili Klas Kapitalis
Kepergian Chou untuk selama-lamanya membuat segalanya berubah.
Kematian Chou telah menyebabkan Teng kehilangan pelindung. Lagi
pula, kebencian golongan radikal terhadap Chou yang di waktu
lalu tak tersalurkan, sekarang menimpa Teng. Tenglah yang
menjadi pembicara utama dalam upacara penghommatan terakhir Chou
dan pemakamannya. Dan ternyata itu merupakan penampilannya yang
terakhir di muka umum dalam babak kedua kehidupan politiknya.
Sebab sejak Oktober 1975, kaum radikal menyerang semua
kebijaksanaan Teng yang hakekatnya kelanjutan dari yang telah
dirintis Mendiang. Sekali lagi Teng jadi "pejalan kapitalis" dan
"orang yang berusaha membalikkan hasil-hasil Revolusi
Kebudayaan." Mula-mula nama Teng tak pernah disebut. Makin lama
jelaslah bahwa memang ia alamatnya. Konon bahkan Mao sendiri
mengatakan: "la tak tahu sedikit pun tentang Marxisme-Leninisme.
Ia mewakili kelas kapitalis." Sehingga sekali lagi ia terhempas
dari panggung politik. Sekarang segala sesuatunya telah
berakhir.
Sistim Politik Cina
Tetapi naiknya kembali Teng membuktikan bahwa beberapa perkiraan
mengenai keadaan politik di Cina di waktu lalu, meleset. Di awal
tahun ini ketika desas-dcsus tentang rehabilitasinya tidak
terbukti, ada yang mengatakan Hua agak takut tersaingi oleh
orang cakap ini. Li llsien-nien, katanya, tak menginginkan Teng
kembali, karena ia mengincar kursi perdana menteri untuk dirinya
sendiri. Bahkan Marsekal Yeh Chien-ying, militer yang paling
dekat dengan Teng, khawatir karismanya akan tersaingi.
Dugaan-dugaan ini, dengan kembalinya Teng secara nyata, jelas
tak berdasar.
Sebab suatu saat beberapa bulan yang lalu, menurut kabar, Yeh
Chienying berbicara di muka kader-kader tua dan muda dari segala
tingkatan. Marsekal itu mengatakan bahwa dia dan Teng
Hsiao-ping, serta kawan-kawan lain seangkatannya, telah bulat
hati membantu Hua Kuo-feng memimpin Cina menjadi suatu negara
besar dan modern dalam memasuki abad ke-21.
Dengan begitu keterlambatan rehabilitasi boleh jadi karena
alasan lain. Ada dugaan bahwa duduk-kembalinya Teng yang kelewat
cepat malah bisa menyebabkan kekacauan baru. Terutama karena
pembersihan atas pengikut-pengikut janda Mao dan kawankawannya
belum rampung. Sekarang barangkali Hua dan kawan-kawan
berpendapat keadaan telah normal kembali, sehingga Teng boleh
menyembul dari dalam.
Apa pun alasan yang dikemukakan Hua untuk merehabilitir Teng,
tindakan ini sebenarnya merupakan pengingkaran dari apa yang
dipesankan Mao. Jelas: lima belas bulan yang lalu Teng dipecat
atas perintah dan restu Mao. Ini memang bisa membawa kepada
pertanyaan: apa yang akan terjadi dengan nasib Mao sebagai tokoh
dan Maoisme di kemudian hari?
Banyak kemungkinannya. Pertama, seperti yang terjadi di Rusia
terhadap Stalin, adalah 'de-Maoisasi.' Ujudnya
serangan-serangan atas kekeliruan-kekeliruan Mao semasa
hidupnya. Tetapi kemungkinan ini kecil. Mao setaraf dengan Lenin
-- bukan Stalin - sebab ia adalah sang pendiri dan peletak
dasar.
Tambahan lagi tak ada alasan untuk mengutuk Mao, karena di masa
lalu sudah berpuluh orang jadi korban sebagai kambing hitam
atas kesalahan-kesalahan Mao Begitu pula, apa yang dinamakan
Fikiran-fikiran Mao (Mao Tse-tung Ssuhsiang) begitu kompleks
dan mudah ditafsirkan berbeda-beda, dan bisa dijadikan dasar
kebijaksanaan tertentu yang oleh Mao sendiri - andaikata ia
masih hidup -- dapat dikatakan keliru, "borjuis" atau pun
"revisionis."
Kemungkinan yang lebih masuk akal ialah. Maoisme akan tetap
dianut sebagai dasar sistem politik Cina. Namun lambat-laun ia
akan jadi rutin dan kehilangan peranannya sebagai pembimbing
dalam pengambilan keputusan dan penyusunan kebijaksanaan. Ia
mungkin akan jadi alat legitimasi bagi
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sebenarnya pragmatis. Ini
berarti para penguasa di Peking sekarang - apalagi dengan duduk
kembalinya Teng - yang menitik beratkan program pada pembangunan
ekonomi serta kestabilan politik, akan menganut kebijaksanaan
yang makin jauh dari yang dicita-citakan Mao. yaitu kemurnian
ideologi dan revolusi di atas segala-galanya.
Asimilasi Ideologi
Tetapi ini juga tidak berarti peranan ideologi di negeri itu
berakhir. Paling tidak, Maoisme akan memberi perbendaharaan kata
dalam mendiskusikan dan memperdebatkan masalah-masalah mana saja
dalam pembangunan ekonomi dan politik yang akan mendapat
prioritas utama.
Apa yang akan terjadi barangkali adalah suatu tingkat
"pragmatisasi" Maoisme. Bukti ke arah itu sekarang sudah
kelihatan. Dalam kumpulan tulisan Mao setelah 1949, ada beberapa
hal yang ditafsirkan kembali. Pemujaan secara anumerta terhadap
Mendiang Chou En-lai dengan sebutan "Perdana Menteri Chou yang
tercinta dan mulia," barangkali akan menumbuhkan suatu asimilasi
ideologi antara fikiran-fikiran Mao dengan pragmatisme Chou.
Namanya bisa saja 'Maoisme-Chouisme,' bukan?
Sayang pendapat yang terakhir itu bukan kita yang bikin.
Dikemukakan oleh Harry Harding, ahli ilmu politik Cina dari
Universitas Stanford di Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini