Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasib Anwar Ibrahim. Itulah tema perbincangan terlaris di Malaysia menjelang 15 September 2004. Dari obrolan kelas kedai pinggir jalan sampai musyawarah petinggi partai penguasa, United Malays National Organization (UMNO), masa depan politik bekas wakil perdana menteri itu ramai digunjingkan. Pendeknya, perhatian tersedot ke Mahkamah Persekutuan (Mahkamah Agung), yang hari itu mengadili upaya hukum final Anwar dalam kasus korupsi—kasus yang mengirimnya ke penjara pada 1999.
Saking kuatnya, isu itu menyesaki benak 25 anggota Dewan Tertinggi UMNO yang bersidang sehari sebelum pembacaan putusan Mahkamah. Hasilnya, yang diumumkan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi seusai pertemuan petinggi partai tersebut: pintu UMNO tertutup buat Anwar. Dan panggung politik juga terkunci rapat bagi Anwar. Ini gara-gara Mahkamah menolak meninjau kembali putusan kasus korupsi tahun 2002 itu.
Tiga pekan lalu, Mahkamah Agung Malaysia membatalkan kasus sodomi yang telah mengantarkan Anwar ke bui. Sehingga Anwar, 57 tahun, yang didera sakit tulang belakang sejak mendekam di penjara, akhirnya bisa berobat ke Jerman. Kemenangan ini akan sempurna andai kasus korupsi pun dibatalkan. Masa hukuman untuk kasus korupsi sudah usai dijalani Anwar pada 2003. Tapi kasus ini menghalanginya terjun ke arena politik dalam kurun lima tahun kemudian hingga April 2008.
"Ini gambaran bahwa kebebasan kehakiman di Malaysia belum terlihat," kata Zulkifli Noor, salah satu pengacara Anwar, kepada Tempo. Dia menyebut bahwa tuduhan kepada mantan orang nomor dua Malaysia itu amat aneh. An-war, kata dia, dikenai dua tuduhan: liwat (sodomi) dan penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) yang saling terkait. "Anwar dituduh menggunakan kekuasaannya sebagai wakil perdana menteri mempengaruhi polisi supaya menutup dakwaan liwat," kata Zulkifli saat dihubungi lewat saluran internasional. Mestinya, menurut Zulkifli, begitu kasus sodomi dinyatakan tak terbukti, kasus korupsi gugur dengan sendirinya. Ada rupa-rupa pendapat tentang hal ini.
Salah satunya datang dari Baharuddin Abdullah, aktivis oposisi yang pernah ditahan rezim Mahathir pada 2001. Menurut Baharuddin, keputusan ini bertujuan melumpuhkan gerakan Anwar dengan menghalangi dia duduk di jabatan politik. "Ini ada campur tangan politik," kata Baharuddin. Pengacara ini mengaku, dia sendiri pernah ditahan 40 hari tanpa proses pengadilan dengan tuduhan mengancam keselamatan negara saat dirinya gencar mengkampanyekan pembebasan Anwar.
Tertutupnya pintu politik bagi Anwar, di mata rekan-rekannya, bukanlah kiamat dunia. Baharuddin, misalnya, menyatakan Anwar bisa tetap berperan sebagai penasihat, tanpa harus aktif secara formal, dalam Partai Keadilan, yang dipimpin istri Anwar, Wan Azizah Wan Ismail. Sedangkan di mata Zulkilfi, Anwar tetap bisa berkeliling Malaysia untuk berceramah dan menyebarkan ide-idenya tanpa harus direpotkan aturan politik formal.
Sebetulnya Anwar bisa menempuh upaya pamungkas demi come back-nya ke politik resmi, dengan memohon pengampunan Yang Dipertuan Agung (Raja Malaysia) Syed Sirajuddin Syed Putra Jamalullail. Namun Baharuddin dan Zulkifli yakin Anwar tak menghendaki cara ini, yang berarti ia mengakui kesalahannya.
Anwar sendiri belum memutuskan jurus pilihannya sampai beberapa pekan mendatang. "Saya harus mencermati alasan dan implikasinya." Dia bersyukur kondisi fisiknya kian membaik pasca-operasi. Cita-citanya dalam waktu dekat ini sederhana saja: "Mudah-mudahan dapat segera berjalan-jalan."
Yanto Musthofa (Reuters/BBC/Al-Jazeera)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo