SUASANA teror terus menganca bangsa Arab yang mendiami Tepi
Barat Sungai Jordan, wilayah yang diduduki Israel sejak perang
1967. Terakhir ini ratusan orang Arab yang berdiam di Kota
Hebron terpaksa pindah. Di tanah milik bangsa Arab itu 17
keluarga Yahudi dari Kiryat Arba secara paksa membangun
pemukiman baru. Perkelahian terjadi, hanya sebentar. Karena
tentara Israel tiba-tiba membela pendatang baru itu.
Sudah berulangkali AS dan Mesir mengecam aksi sepihak seperti
itu. Pemerintah Israel tampaknya membiarkan saja itu terus
berlangsung. Bahkan kabinet Menachem Begin telah memutuskan
untuk mendirikan sekolah agama Yahudi dan sekolah sejarah
Yahudi di Hebron. Dengan demikian, PM Begin secara tak langsung
mensahkan pemukiman baru itu.
Begitupun keputusam kabinet (23 Maret) ini tampaknya akan
berakibat panjang. Dari Kairo, pemerintah Sadat menuduh tindakan
Israel itu suatu pelanggaran terhadap perjanjian Camp David. Dan
timbul kesangsian akan maksud baik Israel terhadap usaha
perdamaian di Timur Tengah.
Tak semua anggota kabinet Begin menyetujui keputusan itu. Dari
16 menteri, 8 setuju dan 6 menolak, sedang 2 lainnya absen.
Bahkan Menteri Pertahanan, Ezer Weizman, orang kedua sudah
Begin dalam Partai Likud sudah mengancam akan mengundurkan diri
pada bulan Mei.
Kasak-Kusuk
Dalam wawancara Jerusalem Post Weizman memperkirakan bahwa
kabinet Begin tak akan berumur panjang. "Pemerintahan ini akan
jatuh paling lambat September," ujarnya. Dia sendiri akan
mengundurkan diri setelah selesai perundingan Israel-AS mengenai
pembangunan proyek pesawat tempur Jet Lavie.
Memang dalam dua bulan terakhir ini Begin kelihatannya
melakukan kasak-kusuk politik yang agak mengejutkan. Terutama
ketika dia memutuskan pengambil-alihan tanah seluas 404 hektar,
milik bangsa Arab di luar Kota Jerusalem, untuk keperluan
pembangunan perumahan orang Yahudi. Hal ini mendapat kecaman
keras dari sekutunya dalam perjanjian Camp Davis, yaitu AS dan
Mesir, namun Begin tetap jalan terus.
Semula (10 Februari), kabinet Begin juga memutuskan suatu
kebijaksanaan tentang hak orang Yahudi bermukim di Hebron dan
kota-kota Arab lainnya yang diduduki Israel. Pelaksanaannya
tertunda. Namun dengan keputusan kabinet (23 Maret) yang baru
ini, hak untuk bermukim itu menjadi sah. Begin dan pendukungnya
dalam pemerintahan menganggap bahwa hak bangsa Yahudi untuk
menetap di Hebron berdasarkan petunjuk yang ada dalam kitab suci
Perjanjian Lama.
Partai Likud diketahui tadinya selalu berusaha mencegah
kemungkinan orang Yahudi berpindah ke wilayah Arab yang padat
penduduknya. Keluarnya keputusan Begin ini -- di saat
perundingan tentang otonomi Palestina sedang berlangsung --
banyak dipengaruhi oleh tekanan kaum ekstrim kanan. Akibatnya
kini ialah masa depan Palestina jadi makin kabur.
Antara Israel dan Mesir sebenarnya masih banyak perbedaan
pendapat. Misalnya, mengenai kelanjutan hak otonom yang
diberikan. Mesir menginginkan bahwa hak itu merupakan langkah
pertama bagi bangsa Palestina untuk memiliki kekuatan ke arah
berpemerintahan sendiri. Sementara Israel hanya siap untuk
memberikan kekuasaan terbatas, yaitu menjalankan tugas
pemerintahan sehari-hari, dalam urusan rumah tangga daerah.
Sebab itu, Mesir telah memperingatkan Israel bila dalam batas
waktu yang ditentukan (26 Mei) pembicaraan masalah otonomi tidak
menghasilkan apa-apa, Kairo akan mencari alternatif lain.
Bahkan untuk lebih mempertegas sikapnya, Presiden Anwar Sadat --
seperti yang diberitakan harian Al Qabas dari Kuwait --
menyatakan ia akan mengundurkan diri dari jabatan bila
perundingan mengenai Palestina itu gagal.
Masalah yang tetap tak terpecahkan adalah tuntutan Mesir untuk
menyertakan masalah Jerusalem Timur sebagai wilayah yang juga
harus diberi hak otonomi. Dan ini jelas ditolak Israel, karena
itu sudah menjadi wilayah ibukota negara.
Tapi dengan diundangnya Begin dan Sadat ke Washington untuk
mengadakan pembicaraan secara terpisah dengan Presiden Carter
April ini, kemelut ini mungkin akan terselesaikan. Atau mungkin
juga tidak. Soalnya, AS ikut memberikan suara untuk suatu
resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk tindakan Israel
mengenai pemukiman baru pertengahan Maret lalu.
Sejak itu Carter banyak mendapat kritik dari kalangan Yahudi
Amerika. Ada risiko baginya dalam menghadapi masa kampanye
pemilihan presiden sekarang ini. Maka mungkin Carter menggunakan
soal perdamaian di Timur Tengah sekedar untuk konsumsi dalam
negeri. Sambil menenggang perasaan kaum Yahudi Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini