Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Bagi Keturunan Cina

Pungli masih bertahan. sbkri dan percaloan serta prosedure keppres 13/1980 tentang prosedur urusan warga negara disalahgunakan untuk pungli.

12 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELASA 1 April digongkan oleh Menteri Kehakiman Moedjono sebagai hari "H" bagi pelaksanaan pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan R.I. (SBKRI). Menurut Moedjono, dengan adanya penyederhanaan seperti diatur Inpres no. 2/1980 dan Keppres no. 13/1980, pengurusan kewarganegaraan paling lambat akan memakan waktu 2« bulan. Namun pelaksanaannya di daerah ternyata belum bersambut. Meskipun blanko permohonan SBKRI sudah menumpuk sejak 31 Maret di Kantor Kecamatan Senen, Jakarta, nyatanya masih belum ada peminat yang muncul. Cuma 5 hari kemudian, pasang mulai naik. Tercatat 15 orang yang mendaftarkan diri. Tapi Penjabat Sementara Camat Senen, Sudarjono agak kecewa karena di daerahnya tercatat 539 orang yang belum punya SBKRI Di Kota Medan, formulir baru tersebar tanggal 7 April dan diperkirakan 20 ampai 22.000 pemohon terdapat di sini. Rupanya masih banyak yang ragu apakah kemudahan yang didengung-dengungkan di atas itu memang berjalan di tingkat bawah. Tersebutlah Drs. Eddy Sadeli dari Biro Konsultasi Ibukota yang bercita-cita untuk mensukseskan keinginan pemerintah ini. Ia membentuk Tim Pendukung Pelaksanaan Inpres no. 2/1980 dan Keppres no. 13/1980. "Orang hidup sedikit-sedikit 'kan harus beramal," cetusnya. Ia sudah merelakan uang pribadinya Rp 200.000 untuk mencetak 10.000 lembar selebaran yang dibagi-bagikan ke bagian Kota Jakarta yang padat Cina, seperti Pasar Pagi, Glodok, Senen dan Tanah Abang. Selebaran itu berisi penjelasan bagaimana memperoleh SBKRI. Malangnya mereka yang terpikat dengan selebaran si Eddy ini -- begitu pulang dari kelurahan dan kecamatan -- mengeluh. "Ada oknum di Tamansari minta imbalan jasa Rp 20.000. Di Kelurahan Pejagalan malahan ada yang minta Rp 75.000 untuk satu SBKRI dan diantar ke rumah," cerita Drs. Eddy Sadeli. Menurut Inpres tak sepeserpun boleh dipungut dari pemohon. Sementara itu, permohonan untuk naturalisasi -- dari WNA jadi WNI cukup deras masuknya. Ke Pengadilan Negeri di Surabaya saban bulan biasanya cuma 15 formulir yang terjual. Begitu keluar Keppres, sepanjang bulan Maret tcrjual 4.000 lembar. Di Kota Medan dari selembar melonjak menjadi 40. "Ramainya WNA yang mengurus naturalisasi karena mereka menganggap Keppres itu seolah-olah syaratnya lebih gampang," ucap Ali Budiarto, hakim yang menangani masalah naturalisasi di Pengadilan Negeri Surabaya. "Setelah saya hitung-hitung uang yang harus dikeluarkan termasuk ongkos administrasi yang Rp 3.000, formulir Rp 1.000, fiskal dan lain-lain hanya Rp 400.000. Padahal dulu orang yang menawarkan mau mengurus minta Rp 1« juta," cerita pemuda WNA dari Surabaya yang punya nama Suwarno. Menteri Kehakiman yang dengan Keppres 13 ini juga ingin menggunting kebiasaan percaloan dalam soal naturalisasi, mendapatkan contoh di Surabaya. Selama 9 tahun Ciu Wot Lim, 60 nlhun, menunggu naturalisasi dua anaknya. Calo pada berdatangan. Malah ada yang dari Jakarta. "Ada yang minta Rp 1 juta untuk mendapatkan surat yang ditandatangani Menteri Kehakiman itu. Tapi tak seorang calo juga yang kebagian. Syukur bulan Maret kemarin begitu keluar Keppres surat anak saya sudah keluar," kata orang tua itu bahagia. Untuk mempercepat pemberian SBKRI itu, menurut Menteri Moedjono sudah disusun jadwal pelaksanaan, termasuk penataran para camat yang akan mengambil alih wewenang dalam pemberian surat bukti kewarganegaraan tadi. Dalam pelaksanaannya Moedjono memperkirakan akan adanya orang-orang yang diragukan oleh pelaksana di kecamatan. Untuk membantu Pak Camat, Jumat mendatang akan diterjunkan tim gabungan dari Departemen Dalam Negeri, Kehakiman, Imigrasi dan Kopkamtib. "Mereka yang tidak lulus dari penelitian tim berarti orang asing. Dan untuk menjadi warganegara harus melalui prosedur Keppres no. 13, yaitu naturalisasi," ujar Moedjono. Ditaksir sekitar 3 juta warga keturunan Cina menetap di Indonesia. Dari jumlah tersebut, menurut Biro Pusat Statistik pada tahun 1977/79 warganegara RRC berjumlah 914.112. Jumlah inilah yang menjadi sasaran Keppres 13/1980. Sementara itu, yang stateless (tak berkewarganegaraan) ada 122.013, dan inilah yang jadi sasaran Inpres No. 2/1980. Sedang warga negara Taiwan 1.907. Yang sudah WNI sekitar 2 juta. Belum diketahui berapa dari jumlah WNI ini yang belum memiliki SBKRI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus