MULA-mula kelihatannya itu suatu hal yang biasa. Enam anggota
DPR dari F-PP, F-PDI dan F-ABRI dari Komisi VI dan X, disertai 9
wartawan, akhir Maret lalu mengunjungi beberapa industri minuman
ringan di Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebagian besar
obyek kunjungan 4 hari itu pabrik minuman Coca Cola. Sponsor
kunjungan perorangan ini adalah Asosiasi Industri Minuman
(ASRIM).
Ternyata kunjungan ini menimbulkan buntut. Menurut Kompas,
peninjauan perorangan ini tidak tercantum dalam agenda yang
dijadwalkan Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Bamus inilah yang
menentukan jadwal kegiatan para anggota DPR selama masa reses.
Pelaksanaan kunjungan komisi atau perorangan ini diserahkan pada
komisi dan fraksi-fraksi.
Sponsor
Persoalan ini jadi ramai sebenarnya setelah pertanyaan yang
dilontarkan anggota DPR dari F-PP Anwar Nurris tatkala meninjau
pabrik pembotolan Coca Cola di Pandaan, Jawa Timur, "apakah Coca
Cola mengalami hambatan atau persaingan dari perusahaan minuman
lokal?" Kunjungan dan pertanyaan itu rupanya dianggap
seolah-olah mengiklankan Coca Cola, hingga oleh beberapa orang
anggota DPR ditanyakan apakah kunjungan itu misi rakyat ataukah
"misi Coca Cola".
Sebenarnya kunjungan semacam itu wajar Masa reses, selain
merupakan kesempatan pulang kampung bagi anggota DPK dari
daerah, juga biasa dimanfaatkan untuk melakukan kunjungan dan
peninjauan ke proyek pemerintah atau perusahaan yang mengundang
mereka. "Itu memang hak setiap anggota DPR," tutur Sabam Sirait
dari F-PDI.
Soalnya, kemudian, adakah hak itu juga hak menerima "sponsor".
Biaya untuk kunjungan ini sebetulnya ada yang disediakan DPR
sendiri. Kunjungan seperti itu, baik perorangan maupun tim,
diatur langsung oleh komisi. Menurut Syufri Helmy Tanjung, salah
satu ketua F-PP, anggaran DPR untuk acara kunjungan ini hanya
sekitar Rp 60 juta, yang harus dibagi II komisi. "Jumlah ini
sangat kurang untuk membiayai seluruh kunjungan anggota DPR,"
lanjut Syufri.
Hati-Hati
Kalau kunjungan itu dilakukan secara perorangan, biasanya yang
bersangkutan menerima tiket pesawat terbang pulang pergi dari
Jakarta ke daerah yang dikunjungi. Di samping itu juga mendapat
"uang intensifikasi komunikasi" yang besarnya sekitar Rp 65 ribu
serta uang kunjungan komisi yang sudah disetujui Bamus.
"Mestinya jumlah itu Slllah cukup untuk membiayai kunjungan
itu," kata Sa'ad Syamlan, anggota F-PP dari Komisi VI.
Kunjungan bisa juga dilakukan bila menurut pimpinan fraksi perlu
dikirim tim untuk meneliti suatu masalah, misalnya kasus
Jenggawab. Biaya kunjungan tersebut harus ditanggung fraksi
sendiri. Dananya dari partai atau dari kantung para anggota.
Bagaimana dengan kunjungan anggota DPR yang dilakukan atas
undangan suatu lembaga atau perusahaan? "Kalau itu sifatnya
kunjungan perorangan tentu saja biayanya harus ditanggung
si pengundang," jawab Ketua DPR Daryatmo pada wartawan TEMPO
Nadjib Salim.
Kunjungan demikian, menurut Daryatmo, tidak dilarang oleh Tata
Tertib DPR, sekalipun tanpa sepengetahuan komisi atau Ban-us.
"Cuma harus hati-hati jangan sampai kunjungan itu dimanfaatkan
untuk promosi," tambah Barlianta Harahap dari F-PP.
Promosi memang bukan mustahil. Tapi beberapa anggota DPR yang
ditanya TEMPO menyatakan tidak keberatan menerima hadiah, uang
saku atau souvenir -- asal tidak mengikat. "Memang belum ada
kode etik yang mengatur apa yang tidak dan boleh diterima
anggota DPR dari pengundang," kata Barlianta. Itu tergantung
dari hati nurani masing-masing. "Namun harus ingat bahwa ketika
disumpah, ia telah menyatakan tidak akan menerima secara
langsung maupun tidak apapun yang akan mempengaruhi tugasnya,"
lanjut Barlianta.
Menurut Barlianta, tiap anggota DPR sudah mendapat penghasilan
yang cukup. Dia sendiri mengaku menerima Rp 3 74 ribu
sebulannya, terdiri dari uang kehormatan Rp 219 ribu dan uang
harian Rp 155 ribu. Masih ada lagi uang kunjungan-kunjungan.
"Dengan apa yang kami terima sekarang, sudah cukup bagi kami
untuk menjalankan fungi Dewan," kata Barlianta.
Masalah hadiah atau uang saku bagi anggota DPR yang meninjau
suatu lembaga atau perusahaan memang mirip dengan masalah amplop
bagi wartawan. Beberapa perusahaan yang pernah dikunjungi para
anggota DPR mengaku pada TEMPO bahwa mereka menyediakan "uang
saku" bagi para anggota Dewan itu.
Bagaimana dengan kunjungan 6 anggota DPR ke beberapa pabrik Coca
Cola? Ketua Umum ASRIM Peter Nainggolan menjelaskan, kunjungan
itu dipersiapkan seminggu sebelumnya. "Tidak bisa disebutkan
dengan siapa kami membicarakan rencana itu. Cuma sebelumnya kami
sering bertemu dengan Bapak Zamroni dan Suryadi," kata
Nainggolan.
Dari kongko-kongko itu kunjungan dipersiapkan. Kunjungan ini
dianggapnya "betul-betul kehormatan bagi kami." Biayanya?
"Dengan sendirinya dari kami," jawab Nainggolan. Para wartawan
yang mengikuti kunjungan itu juga diketahui menerima uang saku,
meskipun ada di antaranya yang mengembalikan "amplop" tersebut.
Zamroni sendiri menjelaskan tujuan kunjungannya untuk mengetahui
peranan industri minuman dalam ikut menyehatkan struktur
perekonomian Indonesia, khususnya tentang Indonesianisasi
penanaman modal asing. Anwar Nurris, rekan Zamroni dari F-PP,
menganggap kunjungan ini bermanfaat buat mengumpulkan bahan guna
membicarakan apakah UU PMA yang sekarang perlu dirombak. Sedang
Samsoeri Gandhakusuma dari F-PDI mengaku: "Baru jelas buat saya,
pabrik pembotolan Coca Cola, terutama di Semarang dan Pandaan
itu milik orang pribumi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini