MEREKA diberi julukan boat people (orang perahu). Melarikan diri
dari Vietnam, terutama sesudah Saigon jatuh ke tangan Hanoi
tahun 1975, mereka biasanya dianggap pengungsi. Mereka terus
berdatangan, dan dalam jumlah yang makin besar hingga
persoalannya mendorong untuk diadakannya suatu konperensi di
Jenewa pekan ini. Anggota-anggota ASEAN termasuk 45 negara yang
diundang mengikutinya.
Exodus, itulah istilah yang terdengar di Jenewa itu sebagai
menggambarkan banyaknya orang perahu meninggalkan Vietnam.
Menyolok sekali bulan lalu ketika tiba di pantai bagian selatan
Malaysia kapal Hai Hong dengan 2500 penumpang Vietnam. Tidak
mungkin sebanyak itu sekaligus bisa berangkat tanpa diketahui.
Para pejabat Vietnam rupanya telah tidak menghalangi lagi. Siapa
yang mau pergi, secara resmi diangap saja tidak ingin turut
dalam membangun masyarakat sosialis. Kebetulan Vietnam sedang
mengalami kekurangan bahan makanan. Banyak di antara orang
perahu itu berasal Cina atau kelas menengah dari daerah
perkotaan. Hal begini, tulis Washington Post, pernah dilakukan
Fidel Castro yang membiarkan orang Kuba dari golongan menengah
minggat ke Florida.
Tapi selain atas dasar keinginan sendiri, besar dugaan bahwa
orang perahu yang keturunan Cina memang ditekan supaya pergi.
Anti-Cina sedang menjadi-jadi di Vietnam.
Sikap pemerintah Vietnam yang berobah dari menghalangi menjadi
mendorong orang pergi, menurut cerita pengungsi, dirasakan mulai
September. Pemerintah bukan hanya menutup sebelah mata, tapi
juga mengutip sejumlah uang, juga emas, kemudian memerintahkan
Berangkatlah. Bahkan adakalanya itu diatur bersama agen-agen
dari luar seperti yang terjadi dengan kasus Hai Hong.
Jenazah Mereka
Berlayar di Laut Cina Selatan dengan perahu jelas ada risikonya.
Banyak yang berhasil menyeberang, banyak pula yang tenggelam.
Minggu-minggu terakhir ini penduduk pantai Thailand dan Malaysia
sering menemukan jenazah orang Vietnam. Jika tidak tenggelam,
orang perahu itu belum terjamin boleh mendarat. Thailand dan
Malaysia, umpamanya, telah meningkatkan patroli pantai mereka
untuk menghalau orang perahu itu. Pantai bagian timur Malaysia
termasuk banyak dituju mereka. Pemerintah di Kuala Lumpur sudah
mencap bahwa orang perahu itu bukanlah pengungsi, tapi imigran
gelap, yang berarti ditolak. Dapat dipahami sikap demikian.
Komisariat Tinggi PBB urusan pengungsi menaksir perkemahan di
Asia Tenggara sudah menampung 175 000 pelarian dari Laos,
Kambodia dan Vietnam. Sebagian besar dari jumlah itu berada di
Thailand. Sedikit di Indonesia. Perkemahan itu bersifat
sementara, tapi belum diketahui mereka akan diteruskan ke mana.
Bila exodus dari Vietnam berkepanjangan, entah bagaimana
jadinya Sudah dikuatirkan bahwa biaya perawatan dan penempatan
mereka akan membengkak terus.
Karena biaya kurang, demikian dijumpai pejabat Deplu AS di
Thailand dan Malaysia, kondisi perkemahan pengungsi menyedihkan
sekali. Pemerintah Malaysia menyediakan tempat perkemahan itu di
dua pulau kecil di lepas pantainya. Sekitar 20.000 orang di
pulau yang agak besaran dan 9.000 lagi di pulau yang kecilan.
Tidak semua mendapat tempat berteduh. Air minum makanan dan
obat sangat terbatas Disentri berjangkit.
Hongkong pun dikabarkan sangat kewalahan didatangi orang perahu.
Tahun ini imigran sah dari daratan Cina saja sudah berjumlah
60.000, dibanding cuma 26.000 tahun lalu. Datang pula 4000 orang
perahu di koloni Inggeris itu yang menunggu penempatan di tempat
lain Bahkan mereka tadinya dari Vietnam yang mengungsi ke
daratan Cina telah muncul di Hongkong sebagai imigran sah.
Ketika dikembalikan ke perbatasan, pejabat imigrasi Cina
menolak.
Membujuk Hanoi?
Siapa mau menampung? Sejak pristiwa Hai Hong, Presiden Carter
tergugah hatinya. Maka AS yang tadinya menetapkan batas 25.000
saja, pekan lalu menambah 21.875 lagi jumlah orang perahu itu
yang akan ditampungnya. Sekitar 175.000 orang Vietnam sudah
diizinkan memasuki AS, sedang ditaksir sebanyak itu pula
pengungsi Indocina di berbagai perkemahan menunggu giliran.
Walaupun perang Vietnam sudah selesai, hati nurani Amerika
tampaknya masih terus dirongrongnya karena tragedi orang perahu
itu.
Perancis, Kanada, Australia dan belakangan ini Jerman Barat juga
mulai ikut menampung, tapi dengan jatah yang kecil. Soal
perkemahan pengungsi di Asia Tenggara tetap masih ruwet, mungkin
untuk waktu lama. Sudah ada pemikiran, antara lain dari Menlu
Mochtar Kusumaatmadja, untuk mengajak anggota-anggota ASEAN
secara bersama membujuk Hanoi supaya menyetop arus manusia dari
Vietnam. Tapi Hanoi pagi-pagi mengatakan bahwa Vietnam pun
kewalahan menampung pelarian dari Kambodia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini