Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Rabu, 17 Januari 2018, menolak memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan Trump itu disampaikan setelah mendengar pernyataan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu yang mengatakan pemindahan kedutaan besar itu kontroversial dan akan segera disusul keributan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pejalan kaki berjalan melewati kedutaan besar Amerika Serikat di Tel Aviv, Israel, Senin (5/8). Penutupan kantor kedutaan AS di Timur Tengah dan Afrika diperpanjang seminggu sebagai tindakan pencegahan setelah al Qaeda mengeluarkan ancaman pada hari Minggu (4/6). REUTERS/ Nir Elias
Sebelumnya, pada 6 Desember 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan segera memproses pemindahan kantor kedutaan besarnya dari Tel Aviv. "Keputusan Trump ini mengancam proses perdamaian di Timur Tengah dan menyulut kerusuhan di Dunia Arab," tulis Reuters.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, mengatakan bulan lalu bahwa pemindahan kedutaan besar kemungkinan bukan tahun ini atau tiga tahun ke depan.
"Ini proyek ambisius," ucapnya.Massa aksi membakar bendera Israel dan Amerika Serikat di depan Kedutaan Besar Amerika, Jakarta, 15 Desember 2017. Massa aksi yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Yerusalem mengecam keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait pemindahan ibukota Israel ke Yesrusalem. Tempo/Ilham Fikri
Menurutnya, pemindahan kedutaan besar butuh upaya keras, termasuk menyiapkan sarana bagi para pegawai, memperhitungkan keamanan dan menyediakan perumahan bagi para diplomat.
Yerusalem adalah rumah bagi tempat suci umat Islam, Yahudi dan Kristen. Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya yang dicaplok Israel pada 1967 dalam Perang Arab-Israel. Selanjutnya kota ini dianeksasi dan tidak diakui dunia internasional sebagai ibu kota negara Israel.