Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Untuk Balas Serangan Israel di Kedutaannya di Suriah, Iran Hadapi Dilema Ini

Iran menghadapi dilema setelah serangan Israel terhadap kedutaan besar di Suriah yang menewaskan dua jenderalnya.

4 April 2024 | 11.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Peutgas berada di lokasi gedung rusak yang diduga oleh media Suriah dan Iran sebagai serangan udara Israel terhadap konsulat Iran di ibu kota Suriah, Damaskus, 1 April 2024. Pesawat-pesawat tempur Israel diduga membom kedutaan Iran di Suriah yang menurut Iran menewaskan tujuh penasihat militernya. REUTERS/Firas Makdesi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Iran menghadapi dilema setelah serangan Israel terhadap kedutaan besarnya di Suriah: bagaimana membalas tanpa memicu konflik yang lebih luas, yang menurut para analis Timur Tengah tidak diinginkan oleh Teheran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Serangan Senin, 1 April 2024,  yang menewaskan dua jenderal Iran dan lima penasihat militer di kompleks kedutaan besar Iran di Damaskus, terjadi ketika Israel mempercepat kampanye yang telah berlangsung lama melawan Iran dan kelompok-kelompok bersenjata yang didukungnya. Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei telah bersumpah untuk membalas dendam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iran memiliki banyak opsi untuk membalas dendam. Namun balas dendam ini ternyata ada konsekuensi yang pelik. Berikut analisis para pakar:

Mengerahkan Proksi-proksi untuk Menyerang Pasukan AS

Berbicara dengan syarat anonim, para pejabat AS mengatakan bahwa mereka mengawasi dengan seksama untuk melihat apakah, seperti di masa lalu, proksi yang didukung Iran akan menyerang pasukan AS yang berbasis di Irak dan Suriah setelah serangan Israel pada hari Senin.

Serangan-serangan Iran seperti itu berhenti pada Februari setelah Washington membalas pembunuhan tiga tentara AS di Yordania dengan puluhan serangan udara terhadap target-target di Suriah dan Irak yang terkait dengan IRGC Iran dan milisi-milisi yang didukungnya.

Para pejabat AS mengatakan bahwa mereka belum mendapatkan informasi intelijen yang menunjukkan bahwa kelompok-kelompok yang didukung Iran ingin menyerang pasukan AS setelah serangan hari Senin, yang menurut media Iran menewaskan anggota IRGC termasuk Mohammad Reza Zahedi, seorang brigadir jenderal.

Amerika Serikat telah menyatakan tidak terlibat dalam penyerangan kedutaan Iran, sekaligus secara terang-terangan memperingatkan Teheran agar tidak menyerang pasukannya.

"Kami tidak akan ragu untuk mempertahankan personel kami dan mengulangi peringatan kami sebelumnya kepada Iran dan proksinya untuk tidak mengambil keuntungan dari situasi ini... untuk melanjutkan serangan mereka terhadap personel AS," kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood.

Menghindari Perang Habis-habisan

Salah satu sumber yang melacak masalah ini dengan cermat dan berbicara dengan syarat anonim mengatakan bahwa Iran menghadapi dilema karena ingin merespons untuk mencegah serangan Israel lebih lanjut sambil menghindari perang habis-habisan.

"Mereka telah menghadapi dilema yang nyata bahwa jika mereka merespons, mereka bisa saja melakukan konfrontasi yang jelas-jelas tidak mereka inginkan," katanya. "Mereka mencoba untuk memodulasi tindakan mereka dengan cara yang menunjukkan bahwa mereka responsif tetapi tidak eskalatif."

"Jika mereka tidak merespons dalam kasus ini, itu benar-benar akan menjadi sinyal bahwa pencegahan mereka hanyalah macan kertas," tambahnya, dengan mengatakan bahwa Iran mungkin akan menyerang Israel yang sebenarnya, kedutaan besar Israel, atau fasilitas-fasilitas Yahudi di luar negeri.

 

Menyerang Kepentingan-kepentingan Israel di Luar Negeri

Pejabat AS mengatakan mengingat pentingnya serangan Israel, Iran mungkin terpaksa merespons dengan menyerang kepentingan Israel daripada menyerang pasukan AS.

Elliott Abrams, pakar Timur Tengah di lembaga pemikir Dewan Hubungan Luar Negeri AS, juga mengatakan dia yakin Iran tidak menginginkan perang habis-habisan dengan Israel tetapi dapat menargetkan kepentingan Israel.

“Saya pikir Iran tidak menginginkan perang besar Israel-Hizbullah saat ini, jadi tanggapan apa pun tidak akan datang dalam bentuk tindakan besar-besaran Hizbullah,” kata Abrams, merujuk pada kelompok militan Lebanon.

“Mereka punya banyak cara lain untuk merespons… misalnya dengan mencoba meledakkan kedutaan Israel,” tambahnya.

Mempercepat Program Nuklir

Iran juga dapat merespons dengan mempercepat program nuklirnya, yang telah ditingkatkan oleh Teheran sejak mantan Presiden AS Donald Trump pada 2018 meninggalkan kesepakatan nuklir Iran 2015 yang dirancang untuk membatasi program nuklirnya sebagai imbalan atas keuntungan ekonomi.

Namun, dua langkah paling dramatis - meningkatkan kemurnian uranium yang diperkaya hingga 90 persen, yang dianggap sebagai bahan baku bom, atau menghidupkan kembali upaya untuk mendesain senjata yang sebenarnya - dapat menjadi bumerang dan mengundang serangan Israel atau AS.

"Langkah mana pun akan dilihat oleh Israel dan AS sebagai keputusan untuk mendapatkan bom. Jadi ... mereka benar-benar mengambil risiko besar. Apakah mereka siap untuk melakukannya? Saya rasa tidak," kata sumber yang mengikuti isu ini dengan seksama.

Jon Alterman, direktur program Timur Tengah di lembaga pemikir CSIS di Washington, mengatakan bahwa ia tidak mengharapkan adanya respon besar-besaran dari Iran atas serangan terhadap kedutaannya.

"Iran lebih tertarik menunjukkan kepada sekutu-sekutunya di Timur Tengah bahwa mereka tidak lemah daripada memberikan pelajaran kepada Israel daripada."

REUTERS | AL ARABIYA

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus