Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LI Guang dan Mu Jiangqiao dihukum mati karena dosa sebesar ini: mencuri US$ 50 (setara dengan Rp 500 ribu pada kurs Rp 10 ribu per dolar AS), sebuah kamera, dan jam tangan. Kedua lelaki warga negara Cina ini menilap barang-barang milik seorang di- plomat Amerika itu di Shanghai, Agustus tahun silam. Proses pengadilan mengantarkan Guang dan Jiangqiao kepada sebuah vonis mati, Kamis pekan lalu. Kantor berita Cina Xinhua melaporkan berita itu, yang bisa diakses di seluruh dunia dalam hitungan detik melalui internet. Toh, apa yang mengejutkan dari kematian kedua warga negeri raksasa di belahan timur dunia itu?
Sepanjang April ini, eksekusi demi eksekusi sudah menjadi berita biasa di Cina. Presiden Jiang Zemin sudah bertekad menghadapi gelombang kekerasan dan kejahatan terorganisasi di negerinya dengan cara keras. Awal April lalu, ia mencanangkan Strike Hardsebuah program kampanye yang menghukum mati setiap warga Cina yang berbuat jahat. Ukurannya? "Kami akan menitikberatkan kejahatan terorganisasi dan kekerasan seperti menaruh bahan peledak, pembunuhan, perampokan, dan penculikan," ujar Jiang Xingchang. Wakil Presiden Mahkamah Agung Rakyat Cina di Beijing ini memberikan alasan, "Kejahatan sejenis itu benar-benar membahayakan keamanan masyarakat serta melanggar hak-hak publik."
Dan pemerintah Cina tidak main-main. Lebih dari 350 orang telah dieksekusi sejak awal April 2001. Pada 20 April lalu, misalnya, 206 orang tumbang dalam sehari. Pihak keluarga jangan berharap bisa menemukan jenazah sanak-keluarganya jika tak kuat menyiapkan uang suap. Kasus Qiu Xuanming bisa menjadi contoh.
Pria ini dieksekusi pada Juni tahun silam. Saat jenazahnya dikirimdari tempat eksekusike krematorium, keluarganya berhasil mengenali jenazah ini dari baju yang dia kenakan. Saudaranya memperkirakan Xuanming ditembak kepalanya dari jarak dekat. Ia memang menyertai Xuanming saat pria malang itu mendengarkan putusan pengadilanyang dibacakan satu jam sebelum eksekusi.
Dalam wawancara dengan The New York Times di Shanghai belum lama ini, saudaranya mengaku menyaksikan jasad Xuanming dengan kondisi mengenaskan. Ada dugaan, organ si terhukumia mati karena kesalahan menggelapkan pajaklangsung dicomot setelah eksekusi. Padahal, keluarganya telah mengeluarkan US$ 50 ribu untuk ongkos pengacara, biaya perjalanan, serta untuk menyogok aparat pengadilan dan polisi. Hasilnya? Xuanming tetap dieksekusi dan keluarganya sempat melihat jenazah itu dengan usus terburai-burai. Toh, ini masih "untung".
Biasanya, keluarga terhukum hanya dikirimi abu hasil kremasi. Tragedi Xuanming bukan satu-satunya kisah. Ratusan orang dirogoh organ tubuhnyauntuk kemudian dijualsetelah nyawa mereka melayang. Tak mengherankan, kampanye pemerintah Cina ini mendatangkan ketakutan di hampir semua lapisan masyarakat. Dari satu sisi, program ini memang berhasil melenyapkan penjahat kaliber kakap. Misalnya Ran Xingli. Pria ini dieksekusi karena membunuh 11 orang dan mencuri US$ 2.900. Toh, kebijakan pemerintah Cina ini mengundang berbagai kritikan keras.
Dalam hasil survei tahunannya Maret lalu, misalnya, Amnesti Internasional menyebutkan hukuman mati itu menimpa pula para penjahat biasa yang seharusnya dihukum lebih ringan. Maka, Amnesti Internasional menyerukan keprihatinannya mengenai hukum yang tak adilserta orang-orang yang disiksa secara berlebihan.
Toh, pemerintahan Jiang Zemin sudah bertekad untuk jalan terus. "Pengadilan akan meningkatkan pemberantasan kejahatan," Xingchang menegaskan. Ketegasan itu jelas tergambar dari rekor eksekusi sepanjang 1999: 1.263 orang. Di samping itu, 2.088 orang dijatuhi hukuman mati. Angka ini menempatkan Cina pada peringkat teratas dalam urusan mencabut nyawa warganya. Strike Hard muncul pertama kali di Cina pada 1983 dan kembali diaktifkan tatkala kejahatan meroket pada tahun 2000meningkat 50 persen lebih dibandingkan dengan tahun 1999. Kejahatan terorganisasi malah naik hingga tujuh kali lipat.
Kampanye memberantas masih berlanjut. Dan daftar vonis mati akan kian panjang. Di antaranya Li Guang dan Mu Jiangqiao, yang kini menantikan kunjungan elmaut gara-gara mencoleng uang Rp 500 ribusebuah ironi luar biasa bagi para koruptor kakap Indonesia yang bisa melenggang santai setelah menilap uang negara triliunan rupiah.
Purwani Diyah Prabandari (AFP, Reuters, China Daily)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo