Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga bulan lalu ia masih dikelilingi kemewahan dalam Istana Malacanang. Rabu pekan silam dia menghuni sel berwarna putih berukuran 3,5x5,5 meter di Kamp Crame di Kota Quezon. Tidak ada ranjang berukir, tidak ada jendela lebar dengan taman hijau di seberangnya. Dan lupakan rumah yang asri serta para pelayan yang siap dipanggil setiap saat: roda hidup agaknya berputar terlalu cepat untuk Joseph Ejercito Estrada.
Di "istana" yang baru, Estrada cuma mendapat tempat tidur lipat dari besi hanya untuk mengempaskan badannya yang subur, dengan kasur busa dan bantal yang jauh dari nyaman. Sebuah koper pakaian ia letakkan di meja kecil di sudut ruangan yang pengap. Jendela sel yang kecil dan berjeruji memang tak cukup mengalirkan udara segar. Apalagi mesin pendingin udara di ruangan itu tidak berfungsi.
Dan selagi Jaksa Ombusman Aniano Desiertoyang menjebloskan dia ke dalam selsedang menyantap hidangan pesta hari jadinya yang ke-66, seorang sipir menyodorkan seonggok burger yang menghilangkan selera kepada mantan presiden itu. Tak sanggup menelan menu tersebut, Estrada meminta sipir penjara membelikannya makanan Cina dari sebuah restoran. Dan sipir penjara ternyata memperbolehkan ia mendapat kiriman makanan dari luar. Estrada, yang lama menjadi idola kalangan miskin Filipina, kini harus bersantap dengan "cara orang miskin": ia menggunakan perangkat makan dari plastik.
Kehidupan di Kamp Crame juga membawa Estrada kepada nostalgia masa silam. Di tempat itu lembaga kepolisian khusus antikriminalitas yang terorganisasi bermarkas. Lembaga ini langsung dipimpin Estrada saat menjabat presiden. Kepolisian khusus ini dibentuk untuk memerangi penculikan dengan tebusan serta kejahatan sindikat kriminal lainnya.
Kehidupan penjara membawa Estrada kepada "kawan-kawan baru" yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Penculik, pedagang obat bius, pembobol mobil, dan gerilyawan separatis Moro. Ia tinggal satu lantai dengan Hector Janjalani, pemimpin gerilyawan muslim kelompok Abu Sayyaf. Pengacaranya khawatir terhadap keselamatan Estrada di penjara itu, meski sel anaknya, Jose "Jinggoy" Estrada, bersisian dengan kamar ayahnya.
Pengacaranya mengajukan mosi agar kliennya menjalani tahanan rumah. Permintaan itu ditolak hakim Sandiganbayan. "Ini tempat terbaik bagi Estrada," ujar Jaksa Ombusman Robert Kallos. Tapi hakim mengabulkan permintaan polisi agar Estrada dipindahkan ke penjara lain yang jauh dari EDSA. Jarak EDSA yang cuma selemparan batu dengan Kamp Crane dianggap tidak aman dari kemungkinan amuk massa pengikut mantan presiden itu.
Kamp Crame juga memisahkan Estrada dari dunia informasi. Ia dilarang menonton televisi dan tidak boleh menggunakan telepon seluler. Tak mengherankan, ia amat senang saat mendengar siaran demonstrasi para pengikutnya dari radio. "Saya tak pernah membayangkan hal ini terjadi pada saya," ujarnya. Ia juga menemukan sumber kegembiraan lain: kaum miskin yang pernah dihiburnya di layar perak kini ganti menghiburnya dengan menjeritkan yel-yel dukungan dari seberang penjara.
RFX (AP, Inquirer)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo