Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM usia 70 tahun, Fidel Castro Ruz belum kehilangan sikap galaknya. Pekan lalu, pemimpin Republik Kuba itu menuding Kosta Rikaserta sejumlah negara Amerika Latinsebagai antek-antek Amerika Serikat. "Banyak orang Kosta Rika yang lebih Amerika ketimbang orang Amerika sendiri," Castro menyindir dari Havana, ibu kota Kuba.
Kemarahan pemimpin gaek itu berpangkal pada resolusi Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengecam tingginya pelanggaran di Kuba. Resolusi yang digulirkan di Jenewa, Swiss, pada 18 April lalu itu memang menyesakkan Castro. Dari 22 negara yang setuju20 negara menolakterdapat para jirannya dari Benua Amerika: Kosta Rika, Uruguay, Argentina, dan Guatemala.
Resolusi ini bukan satu-satunya pukulan. Dua pekan lalu, Kuba menjadi satu-satunya negara yang tidak diundang dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) negara-negara Benua Amerika di Quebec, Kanada. Alasannya? Kuba dipimpin oleh Castro, yang tak pernah terpilih secara demokratis.
Kuba di bawah Castro memang terkucilsejak perseteruan panjangnya dengan Amerika Serikat dalam Peristiwa Teluk Babi pada 1961. Setahun kemudian, AS menjatuhkan embargo ekonomi yang amat mempengaruhi wajah perekonomian Kuba. Liputan TEMPO di negeri itu, Mei tahun silam, mencatat betapa rakyat Kuba harus menghadapi hidup dengan gaji minim dan harga barang meroket. Gaji seorang insinyur, misalnya, hanya US$ 16 (setara dengan Rp 160 ribu pada kurs Rp 10 ribu per US$) dan penghasilan dokter tak lebih dari US$ 20.
Bandingkan dengan harga barang di pasar: sekilogram ayam dihargai US$ 2,75 dan minyak goreng per liter sekitar US$ 2,5. Alhasil, wajah Havana lebih banyak memancarkan kemuraman. Padahal, sampai 1958, Kuba adalah surga kaum hedonis asing yang berduit. Ada hotel mewah, kasino, dan panggung gemerlap. Namun, diktator yang memimpin Kuba saat itu, Fulgencio Batista, dinilai tak lebih dari boneka mafia Amerika yang korup.
Maka, lahirlah revolusi yang digalang Fidel Castro dan Che Guevara, yang beroleh simpati luas. Pada 1959, mereka berhasil berkuasa. Castro menyingkirkan semua elemen kapitalisme dan memimpin negerinya dalam garis sosialisme yang ketat. Terjadi pembagian tanah dan nasionalisasi perusahaan swasta. Pendidikan dan pelayanan kesehatan pun gratis.
Kuba juga menjalin pertalian mesra dengan Uni Soviet. Tentara Merah boleh mondar-mandir di Havana. Bantuan ekonomi mengalir dari Moskow dan baru terhenti pada 1991 tatkala Uni Soviet runtuh. Dalam era Perang Dingin, kehadiran militer Uni Soviet hanya dalam jarak 150 kilometer dari Amerika (tepatnya dari Miami, Florida) membuat gerah AS. Hubungan diplomatik kedua negara itu akhirnya putus pada 1961 setelah intelijen AS menemukan hulu ledak nuklir siap pasang di Kuba.
Perang tak sempat pecah. Tapi embargo total di bidang ekonomi yang dijatuhkan pada 1962di bawah Presiden John F. Kennedyadalah palu godam untuk Kuba. Negeri itu amat menderita karena ASpasar gula Kuba terbesarberhenti mengimpor. Maka, sebagian rakyat Kuba mulai bermimpi menyeberang ke Miami, yang berkilau-kilau di seberang pantai.
Gelombang pengungsian lewat perahu ke Pantai Florida mulai marak. Puncaknya terjadi pada 1980 ketika 120 ribu orang menyeberang. Castro menyebut motif mereka bukan politik, melainkan ekonomi. Sementara itu, tekanan ekonomi kepada Kuba kembali "diperbarui" setelah AS memberlakukan Helms-Burton Act pada 1996. Isinya, AS terus melancarkan tekanan ekonomi hingga Fidel Castro digantikan pemerintahan demokratis.
Lantas, bagaimana negeri itu bertahan? Selama delapan tahun terakhir, pariwisata memang menjadi andalan Kuba. Dan "uang kapitalis" amat laku di negeri itu: penduduk lebih suka menerima dolar ketimbang peso dari turis asing. Warga setempat mulai diizinkan menyewakan rumah dan kendaraan dengan syarat membayar pajak.
Embargo ekonomi memang bentuk strategi yang telak untuk menghajar Kuba. Tapi, bahkan di AS sendiri, orang mulai mempertanyakan manfaatnya. Tahun silam, misalnya, anggota PBB mengecam embargo ini dengan perbandingan suara 157 : 2. AS sebetulnya telah menyiapkan skema bantuan bila "kebetulan" ada perubahan demokratis.
Tapi, melihat rencana suksesi Castro, pertalian kedua seteru ini bakal sulit tersambung: Fidel Castro menyiapkan adiknya, Raul Castro, 68 tahun, sebagai penerus. Jika niat ini terwujud, tampaknya Kuba masih akan meneruskan perjalanan empat dekadenya: terkucil di jalan sunyijauh dari riuh-rendahnya kapitalisme.
Yusi A. Pareanom (Forbes, AP, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo