Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Vanunu, mata-mata kemanusiaan

Mordechai vanunu yang dituduh membocorkan rahasia nuklir israel oleh pengadilan di yerusalem, israel divonis 18 tahun penjara. kalangan ilmuwan justru bersimpati & ia dicalonkan untuk nobel perdamaian.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MORDECHAI Vanunu terlepas dari ancaman hukuman seumur hidup. Minggu pekan ini orang yang dituduh membocorkan rahasia nuklir Israel itu divonis 18 tahun penjara oleh pengadilan di Yerusalem, Israel. Imbauan para ilmuwan dan pemenang Nobel, juga pernyataan Yayasan Bertrand Russel yang akan mencalonkan Vanunu untuk Nobel Perdamaian tahun depan, agaknya didengar pengadilan. Pengadilan Vanunu berlangsung secara tertutup sejak Desember 1986, dan tak sepatah pun beritanya lolos ke luar sidang. Semuanya serba misterius, sebagaimana cara karyawan teknik reaktor nuklir Israel tersebut diculik pada September 1986. Waktu itu, setelah di-PHK-kan dari reaktor nuklir pada 1985, Vanunu mengungkapkan rahasia pabrik senjata nuklir Israel di koran Inggris The Sunday Times. Informasi Vanunu disertai sejumlah besar foto sebagai bukti. Sejumlah pakar nuklir Barat mengakui kebenaran informasi Vanunu. Diduga, kini Israel memiliki lebih dari 100 bom nuklir yang disimpan di gua batu, di padang pasir Negev. Tapi seminggu sebelum artikel tersebut muncul di The Sunday Times, Vanunu raib secara misterius dari London, dan ternyata sudah ditahan Israel. Desember 1986, sidang Vanunu pertama kali dibuka. Ketika itulah ahli nuklir ini membukakan rahasia penculikannya. Ia menuliskan sederet kalimat di telapak tangannya, dan sempat menunjukkan tulisan itu kepada wartawan: ia diculik di Roma, setelah tiba dari London. Menurut The Sunday Times, Vanunu dirayu oleh agen cewek ayu Mossad, yang menjanjikan permainan seks. Entah permainan yang dijanjikan dipenuhi atau tidak, pokoknya Vanunu lalu dibekuk, diborgol, dan dipaketkan dengan kapal laut ke Israel. Cerita ini diperoleh dari Meir Vanunu, abang Mordechai Vanunu, yang kemudian lari minta suaka ke Inggris. Lelaki Yahudi asal Maroko itu, yang simpati kepada perjuangan Palestina, memperoleh perhatian kalangan ilmuwan. Bukan karena ia tahun lalu mogok makan 33 hari, tapi - seperti bunyi resolusi lebih dari 20 ilmuwan dan pemenang Nobel yang disampaikan ke pengadilan pekan lalu - karena Vanunu membocorkan rahasia didorong oleh rasa nuraninya sebagai manusia. Ia sendiri pernah mengatakan, "Saya bukan mata-mata untuk suatu organisasi. Melainkan mata-mata untuk masyarakat." Pembela Vanunu naik banding. F.S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus