Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keretakan politik dalam koalisi penguasa Filipina semakin dalam setelah Wakil Presiden Sara Duterte menyatakan bahwa dia telah merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Ferdinand Marcos Jr. jika dirinya dibunuh, menurut laporan media setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan yang memicu reaksi keras dari pihak kepresidenan itu menyebutkan bahwa Duterte telah mengatur seseorang untuk membunuh Marcos, istrinya Liza Araneta-Marcos, dan sepupunya, Ketua DPR Martin Romualdez, jika dia terbunuh. Media Inquirer.net pertama kali melaporkan pernyataan kontroversial tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sudah berbicara dengan seseorang. Saya mengatakan kepada orang itu, 'Jika mereka membunuh saya, bunuh Bongbong Marcos, Liza Araneta, dan Martin Romualdez.' Tidak bercanda, tidak bercanda. Saya sudah memberi petunjuk," kata Duterte dalam konferensi pers daring yang diadakan Jumat malam, 22 November 2024, seperti yang dikutip dari Antara.
Istana Kepresidenan menanggapi dengan tegas pernyataan Wakil Presiden Sara Duterte yang mengaku telah merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Ferdinand Marcos Jr. jika dirinya dibunuh. Pihak Istana menyebut pernyataan tersebut sebagai ancaman aktif terhadap nyawa presiden.
Aktivis melakukan demonstrasi menuntut pemakzulan Sara Duterte dari kursi Wakil Presiden Filipina di luar Dewan Perwakilan Rakyat Filipina di Quezon, Filipina, 25 November 2024. REUTERS/Eloisa Lopez
Pernyataan resmi dari Istana menyatakan bahwa ancaman ini telah dirujuk ke Komando Keamanan Presiden untuk ditindaklanjuti dengan langkah yang tepat. Istana menegaskan bahwa setiap ancaman terhadap nyawa Presiden harus selalu ditanggapi dengan serius, apalagi jika ancaman tersebut diungkapkan secara publik.
Keterlibatan Duterte dalam kontroversi ini semakin memperburuk hubungan antara dirinya dan Presiden Marcos, yang sebelumnya sudah mengalami ketegangan. Duterte sendiri mengundurkan diri dari jabatan di Kabinet pada Juni lalu karena perbedaan pandangan dengan Marcos, meskipun tetap menjabat sebagai Wakil Presiden.
Sebelumnya, keduanya bekerja sama dalam pemilu 2022, namun kini hubungan mereka mulai terbelah, terutama setelah kritik yang dilontarkan oleh mantan Presiden Rodrigo Duterte, ayah dari Sara Duterte. Dalam sebuah forum pada Januari 2024, Duterte mengkritik Presiden Marcos, menyebutnya pemalas dan kurang bersemangat, serta mengkhawatirkan kebijakan luar negeri Marcos yang lebih mendekatkan Filipina dengan Amerika Serikat.
Duterte sangat menentang keputusan Marcos untuk memperkuat hubungan militer dengan AS melalui Persetujuan Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA), yang memberikan akses lebih besar bagi militer AS ke pangkalan-pangkalan militer Filipina.
Duterte, yang selama kepemimpinannya lebih condong kepada Cina, khawatir kebijakan ini akan memicu ketegangan di Laut Cina Selatan, yang menjadi sengketa antara Cina dan beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Filipina. Sementara itu, hubungan antara Filipina dan AS tetap kuat secara historis, meskipun banyak masyarakat Filipina yang memiliki pandangan positif terhadap AS, ketegangan ini menunjukkan perbedaan pandangan yang tajam antara Duterte dan Marcos.
Isu lain yang semakin memperburuk hubungan mereka adalah keinginan Marcos untuk bergabung kembali dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang berhubungan dengan tuduhan terhadap Duterte terkait kebijakan anti-narkoba yang kontroversial.
Selain itu, isu separatisme di Mindanao juga mencuat, dengan beberapa kelompok politik lokal menginginkan pemisahan diri dari Filipina. Meskipun demikian, pemerintah Filipina menegaskan komitmennya untuk menjaga kedaulatan negara, termasuk di Mindanao.
Keretakan dalam koalisi ini menciptakan ketidakpastian dalam politik Filipina, dengan pengaruh besar terhadap kebijakan luar negeri dan dalam negeri, terutama terkait dengan ketegangan global antara AS dan Cina. Situasi ini mempengaruhi stabilitas politik Filipina dan dapat berimbas pada sikap negara tersebut terhadap sengketa Laut Cina Selatan.
Pemerintah Filipina meningkatkan pengamanan Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan keluarganya usai menerima ancaman pembunuhan dari Wakil Presidennya sendiri, Sara Duterte, demikian dilaporkan media setempat, pada Ahad, 24 November 2024.
Dalam pernyataan mereka, Komando Keamanan Kepresidenan (PSC) Filipina menegaskan terus berkoordinasi dengan penegak hukum terkait untuk "mendeteksi, mencegah, dan menahan semua bentuk ancaman terhadap presiden dan keluarganya"
ANTARA | INQUIRER.NET
Pilihan editor: Penyelidik Filipina Panggil Wapres Sara Duterte Soal Ancaman Pembunuhan Terhadap Presiden