Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan tiga kandidat vaksin ebola untuk uji klinis diharapkan akan dikirim ke Uganda pada pekan depan. Demikian Tedros mengatakan pada hari Rabu seperti dilansir Reuters, Kamis, 17 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kandidat vaksin tersebut termasuk yang sedang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan Institut Serum India, Institut Vaksin Sabin, Inisiatif Vaksin AIDS Internasional, dan Merck & Co Inc.
Menurut Tedros, komite ahli WHO telah mengevaluasi dan setuju untuk memasukkan ketiga kandidat vaksin dalam uji coba yang direncanakan.
Virus yang beredar di Uganda adalah galur ebola Sudan, yang belum ada vaksinnya, tidak seperti galur Zaire yang lebih umum yang menyebar selama wabah baru-baru ini di negara tetangga Republik Demokratik Kongo.
WHO tidak mengungkapkan perincian tentang jumlah dosis yang diharapkan akan dikirim atau digunakan dalam uji coba yang direncanakan.
"Kami telah menerima konfirmasi dari pengembang bahwa jumlah dosis vaksin yang cukup akan tersedia untuk uji coba dan seterusnya, jika perlu," kata Ana Maria Henao-Restrepo dari WHO.
Tedros menambahkan bahwa komite ahli telah memilih dua terapi investigasi untuk ebola dan desain uji coba yang direncanakan, yang sedang diajukan untuk disetujui.
Dengan enam kasus ebola lagi dan dua kematian dikonfirmasi di Uganda pada pekan lalu, kata dia, jumlah total sekarang menjadi 141 kasus dan 55 kematian di Uganda.
Ketika ebola mewabah di Uganda pada September lalu, 10 dokter terjun ke unit isolasi di Rumah Sakit Rujukan Regional Fort Portal, tetapi sekarang hanya tersisa tiga dokter.
Tenaga kesehatan enggan bekerja di unit tersebut karena takut terjangkit penyakit mematikan itu dan juga karena kelelahan dan gaji yang tertunda. Demikian pengakuan salah seorang dokter yang tersisa, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
Dua petugas kesehatan di rumah sakit di Uganda barat telah meninggal akibat ebola. Secara nasional, 15 petugas kesehatan dinyatakan positif dan enam orang meninggal.
“Awalnya jumlah tenaga kesehatan yang mau bekerja di unit itu bagus tapi sekarang cakupannya rendah. Kalau kami mendapatkan lima kasus, pekerjaan yang kami lakukan sangat banyak,” kata seorang dokter seperti dikutip Reuters, Kamis, 17 November 2022.
"Tetapi jika kami semua melarikan diri, kami semua akan sakit," kata dokter tersebut, seraya menambahkan bahwa rumah sakit terkadang kekurangan cairan yang penting untuk perawatan.
Uganda memiliki salah satu rasio dokter dan pasien terendah di dunia, dengan satu dokter untuk 25 ribu orang, jauh dari rekomendasi WHO yaitu 1 dibanding 1.000.
WHO dan kelompok bantuan memberikan bantuan kepada Uganda untuk mengatasi wabah ebola, dan Amerika Serikat mengatakan telah menyalurkan US $22 juta melalui mitra lokal.
Namun Uganda masih menghadapi kekurangan dana yang signifikan. Seorang pejabat WHO mengatakan dana awal US$ 20 juta yang dialokasikan pemerintah dihabiskan pada bulan pertama ketika kasus melonjak.
Komandan insiden Kementerian Kesehatan Uganda, Dr. Henry Kyobe Bosa, membantah adanya kekurangan staf atau sumber daya. Ia mengatakan staf perawatan intensif bekerja maksimal delapan jam sif dan personel dari daerah bebas ebola dirotasi.
Namun cakupan staf adalah 40 persen sebelum wabah dan ebola sekarang "melumpuhkan sistem secara tidak langsung," menurut Dr. Alone Nahabwe, kepala kesejahteraan pekerja Asosiasi Medis Uganda.
Menurut dia, staf kekurangan alat pelindung diri termasuk pelindung wajah, gaun, sarung tangan, dan sepatu karet. "Ada fasilitas di mana dokter dan petugas kesehatan masih menyentuh pasien tanpa sarung tangan karena tidak ada sarung tangan," kata Nahabwe.
REUTERS