KEPALAN tangannya begitu mantap kalau bersalaman. Tapi Lech
Walesa, 39 tahun, jarang sekali tersenvum, dan rambutnya pun
tidak setebal tahun lalu, ketika tukang las dan ahli listrik
dari galangan kapal Lenin di Gdansk ini mengorbit namanya. Hanya
kumisnya--yang pirang cokelat--semakin panjang ke bawah,
melewati kedua sudut bibirnya.
Pria dari Desa Popowo dan anak tukang kayu ini tetap mendapat
simpati rakyat Polandia. Selalu ada di mana saja seseorang
(pria, wanita, tua atau muda) yang memberinya bunga.
Gerak-geriknya selalu sederhana, namun kalau ada kamera yang
bersiap menjepretnya, ia selalu mencoba membetulkan letak
jasnya. Ayah dari enam orang anak (termasuk dua putri) ini
didatangi wartawan TEMPO Toeti Kakiailatu pada suatu pagi, dua
pekan lalu, di gedung Olivia Gdansk, tempat Kongres Solidaritas
I diadakan. Berikut ini petikan wawancarnya dengan Walesa:
Ada yang mengatakan bahwa organisasi anda sebetulnya tidak
mempunyai satu suara. Maksudnya, kalau ada 100 kepala, di situ
ada pula 110 pendapat. Bagaimana anda mengatasinya?
Selama saya masih mendapat kepercayaan memimpin, saya akan tetap
mengarahkan Solidaritas ke arah yang benar. Kami ingin menjauhi
korban pertumpahan darah. Kami ingin hidup yang lebih layak,
kemerdekaan yang manusiawi. Bukankah siapa saja ingin begitu?
Meskipun berbeda pendapat atau berbeda cara, tujuan kami sama.
Pemerintah anda berpendapat bahwa Solidaritas sudah menyalahi
janji. Tahun lalu sebagai serikat buruh, ia kini mempunyai
tujuan politik.
Nie, mie. Tidak ada janji itu. Sementara gerakan kami menjadi
begitu besar, langkah kami yang mengikuti hati rakyat, tentu
saja, akan menjadi suatu kekuatan sosial yang ampuh. Negara kami
cukup kaya. Tapi mengapa kami harus antre makanan begitu
panjang? Kesalah-kaprahan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Kami, bangsa Polandia, niscaya sanup membangun kcmakmuran
rakyat seperti . . .
Di Amerika, misalnya?
Nie. Bukan. Tidak perlu harus seperti Amerika Serikat, meskipun
liburan ibu saya ada di sana. Tapi coba lihatlah Prancis,
misalnya. Atau Jepang. Saya rasa, Polandia bisa jadi Jepang
kedua. Atau lebih hebat.
Itu sudah anda katakan di tv. Tapi bagaimana urusan Solidaritas
dengan pemerintah?
Kalau menginginkan Polandia yang berwibawa, pemerintah harus
menuruti tuntutan kami. Keras atau lunaknya langkah kami nanti.
itu akan disesuaikan dengan perlakuan pemerintah terhadap kami.
Masalall ini yang kami bicarakan dalam Kongres.
Awal Oktober, akan ada pemilihan pimpinan Solidaritas baru.
Apakah anda merasa akan terpilih lagi?
Yaah, saya tetap percaya akan missi saya yang saya yakini baik.
Sama yakinnya seperti saya selalu berdoa setiap pagi. Saya
pernah berkata, saya ini bukan apa-apa tanpa Tuhan.
Tetapi apakah anda pernah berpikir, apa yang akan anda lakukan,
kalau anda tidak dielu-elukan massa lagi?
Yang sering saya pikirkan ialah apakah saya akan hidup sampai
tua? Mungkin. Mungkin pula tidak. Tak seorang pun yang tahu.
Kalau nanti saya punya banyak waktu, saya akan menghabiskan
waktu saya dengan anak-anak dan istri saya yang semakin sering
saya tinggalkan. Dan ada satu hal lagi. Saya akan berpuas-puas
memancing ikan.
Dan Polandia yang macam apa yang anda cita-citakan?
Yang rakyatnya bisa menegakkan kepala karena bisa berdikari.
Negara saya cukup kaya. Ada batubara, ada nikel, tanahnya subur
untuk pertanian. Tetapi mengapa kita mempunyai utang yang begitu
banyak? Mengapa harus antre berjam-jam untuk mendapatkan satu
pon daging? Keadaan ini harus cepat diubah. Harus. Dan itu sudah
menjadi tekad kami semua. Kami sudah tidak bisa mundur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini