Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengawali karir dari bawah sebagai staf lapangan biasa, Rama Boedi adalah orang pertama yang berasal dari dalam tubuh BUMD itu yang berhasil menduduki kursi tertinggi sebagai Direktur Utama PAM Jaya. Sepertinya, karena masih sebagai orang dalam itulah ia tampak santai menghadapi tuntutan 2.000 orang karyawannya ketika berunjuk rasa, Kamis pekan lalu.
Usai menghadapi para karyawannya tersebut, Rama Boedi mengaku capai dan lelah sehingga, awalnya, ia menolak wawancara. "Otak saya sedang tidak jernih," katanya. Meski begitu, Rama Boedi akhirnya bersedia memberikan sedikit keterangan kepada Hardy R. Hermawan dari TEMPO. Berikut petikannya:
Mengapa dibuka swastanisasi dalam bisnis air minum? Bukankah itu dilarang UU No. 1/1961?
Itu tidak dilarang, asal swasta asing menggandeng mitra lokal. Saham mitra lokal minimum 5 persen. Dalam swastanisasi air minum ini, mitra lokalnya adalah Pemda DKI melalui PAM Jaya, sebesar 10 persen. Ini memang sedikit unik.
Pelaksanaannya juga tanpa tender, tidak sesuai Kepres No. 16/1990. Mengapa?
Memang tanpa tender, tapi itu masih sesuai koridor hukum berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri bahwa mitra swasta bisa dipilih berdasarkan penunjukan langsung.
Bukankah instruksi Menteri Dalam Negeri itu kekuatan hukumnya di bawah keputusan presiden?
Begini. Pada waktu itu kan Anda tahu sendiri. Mereka memang masuk dengan cara yang Anda tahu sendiri.
Dengan cara kolusi dan nepotisme?
Ya, tapi kita juga harus menjaga jangan sampai ada tindakan yang mengganggu jalannya laju invetasi asing ke Indonesia. Kalau itu terjadi, saya bisa berdosa.
Lalu, dalam swastanisasi ini, siapa pihak yang diuntungkan?
Dalam kondisi ekonomi terpuruk seperti sekarang, investasi swasta untuk air minum tidak menguntungkan. Jadi, tak ada pihak yang bisa diuntungkan, baik swasta sendiri, pemerintah, maupun PAM Jaya. Biaya operasionalnya begitu tinggi. Jadi, sulit cari untung.
Masyarakat juga tidak untung?
Idealnya, swastanisasi itu membawa keuntungan berarti bagi masyarakat. Tapi, Anda tahu kondisinya, tarif tidak bisa dinaikkan sehingga pelayanan juga tidak meningkat kualitasnya.
Jika tidak ada yang diuntungkan, kenapa swastanisasi mesti diteruskan?
Lo, kita kan terikat perjanjian.
Perjanjian yang mana? Kabarnya tak ada perjanjian khusus antara PAM dengan mitra asing.
Ada, dong. Masa, kerja sama tidak dilandasi perjanjian.
Bukankah itu perjanjian yang dibuat dengan mitra sebelumnya yang bernuansa kolusi?
Itu kan landasannya materinya saja yang diambil dari sana. Tapi, pelaksananya sudah antara PAM dan mitra yang sekarang.
Mengapa harus berpegang pada perjanjian yang bernuansa kolusi?
Isi perjanjiannya tak begitu kok.
Bisa dijelaskan mengapa proyeksi lima tahun ke depan bisa rugi terus?
Itu kan ada hitung-hitungannya. Dalam kondisi krisis ekonomi seperti ini, bisnis air minum ini memang akan rugi.
Kalau rugi terus, mengapa perjanjian itu tidak dibatalkan saja?
Kalau tahun keenam bisa untung, kan bisa diteruskan juga.
Apakah Anda tidak melihat bahwa itu sifatnya terlalu spekulatif atau gambling?
Saya rasa tidak. Merekalah (mitra asing) yang gambling karena mereka juga mempertaruhkan reputasinya yang sudah mendunia. Jadi, saya kira kalau mereka benar-benar investor sejati, itu pasti bisa diatasi.
Jadi, Anda melihat mitra swasta itu masih sangat kredibel dan kerja sama layak diteruskan?
Ya. sangat kredibel. Kerja sama itu, meski tergantung hasil renegosiasi, layak diteruskan. Dan Anda sangat berharap pada renegosiasi?
Ya, persis. Kita berharap renegosiasinya berhasil. Biaya yang dibebankan pada kami itu bisa diturunkan. Kalau tetap rugi pun tak apa.
Kapan tenggat (deadline) penuntasan renegosiasi itu?
Kita tidak berpegang pada tenggat. Yang penting bisa dicapai hasil yang terbaik.
Kalau buntu?
Ya, akan saya serahkan kepada atasan saya. Itu semua tergantung pada atasan saya.
Berapa investasi yang ditanamkan kedua mitra swasta itu?Saya tidak ingat persis. Mungkin ini salah, tapi sepertinya sekitar Rp 1,7 triliun untuk kedua mitra itu.
Ditanamkan berupa apa?
Berupa penambahan jaringan pipa dan operasionalisasi instalasi.
Tapi saya tidak melihat ada bentuk investasi yang nyata di lapangan.
Seperti diketahui, mana ada proyek air minum yang sekali jadi.
Karena swastanisasi ini bernuansa kolusi, bagaimana kalau diusut oleh penegak hukum, kejaksaan?
Ya, jangan tanya saya. Tanya kejaksaan, dong.
Anda siap ditanyai kejaksaan?
Saya akan konsultasikan dengan atasan saya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo