Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Wakil Ketua Partai NasDem di Balik Kisruh Tambang Nikel Sulawesi

Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali dalam kisruh izin penambangan nikel Sulawesi. Bagaimana ia memanfaatkan celah hukum?

29 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perusahaan tambang nikel Ahmad Ali masuk MODI lewat legal opinion dari kejaksaan.

  • Padahal perusahaan Ahmad Ali bersengketa dengan Antam dan Sinar Mas karena tumpang-tindih wilayah penambangan nikel.

  • Perusahaannya yang lain diduga sudah menambang nikel sewaktu sengketa belum tuntas.

DI Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, nama Ahmad Ali nyaring terdengar. Bukan karena ia tokoh lokal yang naik ke pentas politik nasional dengan menjadi Wakil Ketua Umum Partai NasDem, namanya tenar lantaran sedang menjadi perbincangan dalam pertambangan nikel di dua provinsi itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejalan dengan ambisi pemerintah menjadikan Indonesia pusat produksi baterai untuk kendaraan listrik, pertambangan nikel di Sulawesi naik pamor. Para pengusaha berebut meminta izin menambang. Ahmad Ali salah satu pengusaha yang tertarik mengeruk nikel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada tujuh perusahaan Ahmad Ali yang mengajukan permintaan izin melalui pendapat hukum (legal opinion) kejaksaan di Morowali, Sulawesi Tengah, agar masuk Minerba One Data Indonesia (MODI) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Satu di antaranya, PT Graha Mining Utama, sudah disetujui, meski menindih wilayah operasi perusahaan lain.

Kami bertemu di sebuah restoran Jepang di kawasan Senayan, Jakarta, pada Rabu, 12 Januari lalu. Rupanya, Ali sudah lama mendengar kabar bahwa majalah ini hendak menulis tentang penambangan nikel di Sulawesi yang melanggar aturan dan merusak lingkungan. Ia mengutus beberapa orang untuk mencari tahu apa yang ditemukan Tempo dan melacak siapa saja narasumbernya. “Mata saya merah bukan karena marah kepada kalian,” katanya. “Saya kurang tidur.” 

Anda mengurus tujuh perusahaan nikel di Morowali. Mengapa melalui pendapat hukum jaksa?
Legal opinion itu dibenarkan aturan. Kami juga punya dokumen sah. Saya tidak mengurus, yang mengurus Dody Lan Tapi, Direktur PT Oti Eya Abadi. Setahu saya dia hanya mengurus untuk PT Graha Mining Utama. 

PT Graha Mining Utama tidak ada dalam daftar pemegang izin usaha pertambangan (IUP) lama sehingga seharusnya tidak bisa masuk MODI….
Waktu itu ada peralihan kekuasaan perizinan dari bupati ke gubernur. Karena itu, ada penyerahan dokumen IUP. Dalam peralihan itu ada dokumen yang tidak ikut diserahkan. 

Anda ingin mengatakan dokumen PT Graha tak ikut terserahkan?
Saya tidak tahu, yang jelas terlupakan. Sekarang Undang-Undang Cipta Kerja memberi peluang verifikasi kembali. Sepanjang kau punya dokumen, kau buktikan, lalu kau uji melalui pengadilan tata usaha negara, Ombudsman, legal opinion kejaksaan, kemudian verifikasi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara menyatakan tidak ada tumpang-tindih, perusahaan bisa langsung on

Kabarnya pengusaha harus menyuap Rp 5,5 miliar agar bisa masuk MODI….
Kalau Rp 5,5 miliar, saya mau juga jadi calo, ha-ha-ha…. 

Anda mengeluarkan uang sebanyak itu?
Enggak. Saya kan enggak mengurus. 

Perusahaan Anda yang lain, PT Oti Eya Abadi, bersengketa dengan PT Aneka Tambang (Antam). Mengapa bisa tumpang-tindih?
Sebenarnya bukan Antam, tapi Sinar Mas. Saya tidak tahu kenapa Sinar Mas lebih dominan, bukan Antam. Bukan kami yang mengambil konsesi, tapi mereka yang mengambil punya kami. Kami punya IUP sejak 2010. Memang areanya di atas kontrak karya PT Vale Indonesia. Tapi Vale enggak keberatan. Mereka enggak menggugat kami ke pengadilan. 

Faktanya, Anda kalah oleh Antam di pengadilan….
Di pengadilan tingkat pertama kami menang. Oti Eya mau meminta kasasi. Saya sempat membaca putusannya, sepertinya ada malaadministrasi.

Anda mengakui area itu milik PT Vale. Bukankah seharusnya Anda mendapat hak mengelolanya melalui lelang?
Sebelum ada lelang, IUP sudah ada. Memang, seharusnya dibersihkan semua dulu, baru dilelang. Sudah puluhan IUP yang diterbitkan Anwar Hafid (Bupati Morowali 2007-2018) di atas kontrak karya PT Vale yang masuk MODI. Kalau itu melanggar, seharusnya yang lain tak masuk MODI, dong. 

Anwar Hafid sudah mencabut IUP di atas area Vale….
Tidak semua, termasuk IUP saya. IUP yang dia cabut bukan di atas kontrak karya. Kalau kita bicara hukum, kita bicara celahnya, kan? Ha-ha-ha…. Lokasi yang dilepas Vale itu untuk saya.

Artinya, Oti Eya menambang nikel di area yang masih dalam sengketa? Kami cek ke sana sudah ada penambangan….
Saya tidak tahu. Saya tanya ke Kepala Kepolisian Resor Morowali. Menurut dia, polisi menangkap orang yang menambang ilegal di situ. Apakah PT Oti ikut menambang hari itu, kata Kapolres tidak ada.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Soal Hukum, Kita Bicara Celahnya"

Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus