Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dana kapitasi BPJS Kesehatan dikorupsi di berbagai daerah.
Sejumlah pejabat hingga kepala daerah memotong dana kapitasi untuk kepentingan pribadi.
Badan Pemeriksa Keuangan pada 2019 menemukan adanya Rp 2,4 triliun dana kapitasi BPJS Kesehatan mengendap di berbagai daerah.
SETELAH 30 hari menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Kepanjen Malang, Jawa Timur, berkas penyidikan Abdurachman dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada akhir Mei lalu. Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kepanjen itu diduga melakukan korupsi dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kabupaten Malang saat menjabat Kepala Dinas Kesehatan pada 2015-2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dana kapitasi berasal dari BPJS Kesehatan untuk fasilitas tingkat pertama seperti pusat kesehatan masyarakat dan klinik. Uang ditransfer di muka setiap bulan dengan berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar, tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan yang telah diberikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BPJS Kesehatan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pusat kesehatan masyarakat dan klinik buat membiayai pengobatan peserta BPJS di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Dana ditransfer di muka sesuai dengan tarif tiap peserta yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.
Abdurachman, bersama mantan Kepala Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan, Yohan Lengkey, diduga mengutip 5-7 persen dana kapitasi untuk 39 puskesmas. Jaksa menghitung uang yang ditilap sepanjang 2015-2017 sebesar Rp 8,5 miliar. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya sudah memvonis Yohan 3 tahun 6 bulan penjara pada akhir 2019. Abdurachman kini menghadapi pengadilan serupa. “Tersangka bisa bertambah,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Kepanjen Muhandas Ulimen pada Sabtu, 6 Juni lalu.
Modus yang dipakai Abdurachman adalah meminta pejabat dinas kesehatan menyetor dana kapitasi sebelum ditransfer ke puskesmas. Modus serupa terjadi di Gresik dan Jombang, masih di Jawa Timur. Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, Nurul Dholam, meminta 32 puskesmas menyetorkan 10 persen anggaran kapitasi pada 2016-2018. Pada pertengahan Maret lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menghukum Nurul 6 tahun penjara karena menggondol Rp 2,4 miliar.
Di Jombang, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna Silestyowati, pada 2018. Dia menyuap Bupati Nyono Suharli Wihandoko memakai kutipan dana kapitasi dari 34 puskesmas senilai Rp 275 juta. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menghukum mereka masing-masing 2 tahun 6 bulan dan 3 tahun 6 bulan penjara.
Di Subang, Jawa Barat, Kepala Dinas Kesehatan Budi Subiantoro juga masuk bui karena menilap dana kapitasi sebanyak Rp 4,7 miliar dari total dana untuk puskesmas sebesar Rp 41 miliar. Bupati Subang Ojang Sohandi diduga ikut menikmati duit haram itu.
Korupsi dana kapitasi yang terjadi di hampir semua daerah, menurut anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional, Subiyanto, karena lemahnya pengawasan distribusi dana ini. Di daerah, pemerintahnya juga beranggapan bahwa dana kapitasi sebagai pendapatan daerah karena puskesmas berada di bawah dinas kesehatan.
Dana kapitasi yang dikucurkan BPJS Kesehatan ke puskesmas terbagi dalam tiga tujuan: biaya jasa pengobatan, biaya obat, dan bantuan sarana prasarana atau peralatan medis. Kajian Ombudsman pada 2018 menemukan bahwa dana pembelian obat tidak dipakai secara optimal. Pengadaannya juga rumit karena mesti melalui dinas kesehatan setempat. Akibatnya, banyak dana kapitasi yang tak terserap puskesmas sehingga pelayanan kepada pasien BPJS terganggu.
Dana kapitasi kian ruwet dari tahun ke tahun. Pada 2019, audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan dana kapitasi yang mengendap di rekening pemerintah daerah berjumlah Rp 2,4 triliun dari total dana Rp 14,4 triliun. Seiring dengan kenaikan jumlah peserta BPJS dari tahun ke tahun, dana kapitasi juga turut meningkat. Tahun 2017 nilainya Rp 12 triliun, lalu naik menjadi Rp 13,3 triliun setahun berikutnya.
Tidak tersalurkannya dana kapitasi ini membuat puskesmas tak bisa melayani pengobatan peserta BPJS karena fasilitasnya minim atau bahkan tak ada. Anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Roni Febrianto, mengakui kerumitan mengawasi dana kapitasi untuk pengobatan orang miskin di daerah. BPJS punya dua lembaga pengawas tapi tak punya kewenangan menindak jika menemukan penyelewengan.
Roni hanya bisa berharap BPJS lebih memperketat pengawasan dalam penyalurannya. “Ini ekosistem yang sangat besar yang melibatkan peran pemerintah pusat, kepala daerah, hingga puskesmas di kecamatan,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo