Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Bagir Manan: Saya Tidak Kenal Harini

27 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaringan mafia dalam kasus Probosutedjo menyeret nama Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung. Adalah Pono Waluyo, seorang staf bagian kendaraan di lembaga itu, yang mula membuka soal keterlibatan Bagir. Kesaksian dan keterangan Pono menyudutkan posisi Ketua MA. Terbit desakan agar Bagir segera diganti. Komisi Yudisial bahkan mengusulkan agar seluruh hakim di Mahkamah Agung diseleksi ulang. ”Sebab, kepemimpinan sudah tak terlihat di sana,” kata Busyro Muqoddas, Ketua Komisi Yudisial, kepada Tempo.

Tapi Bagir kukuh melawan. Ia menyangkal dengan tegas keterlibatannya dalam kasus ini dan membantah matinya kepemimpinan di lembaga itu. Bagir bersumpahsumpah, tak serupiah pun uang Probo masuk ke sakunya. Kepada tim investigasi mingguan ini, Bagir mengaku sama sekali tak mengenal Pono Waluyo dan Harini Wijoso, dua tokoh sentral kasus suap ini. Satu setengah jam menerima Wenseslaus Manggut, Maria Hasugian, dan Eduardus Karel Dewanto dari Tempo pada Kamis dua pekan lalu, Bagir juga memberi jawaban yang bersifat background dan off the record. Petikannya.

Kepada Probosutedjo, Pono mengaku sebagai utusan Anda. Seberapa dekat hubungan Anda dengan Pono?

Pono itu pegawai di bagian kendaraan, pegawai biasa. Mungkin saja pernah bertemu. Bisa jadi waktu Lebaran. Tapi yang mana Pono, saya sama sekali tidak tahu. Pertama, karena sama sekali tidak ada hubungan pekerjaan dengan saya. Kedua, di kantor ini mekanisme bertemu dengan saya kan harus lewat prosedur. Di rumah, saya termasuk yang tidak pernah menerima tamu. Paling hakimhakim dari daerah saja serta menteri yang sekalisekali datang.

Sumber kami menyebutkan, Pono sempat masuk ke ruang kerja Anda untuk menyerahkan uang. Staf Anda mendampinginya. Bagaimana penjelasan Anda?

Tidak mungkin terjadi. Sangat tidak mungkin orang yang tidak ada urusan dengan saya bisa sampai ke ruangan saya. Berada di sekitar ruangan saya pun, saya kira tidak pernah. Hanya itu yang dapat saya katakan. Kalau Anda bertanya apa buktinya, tentu saja saya tidak bisa karena memang tidak tahu.

Dalam pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Pono menjelaskan bahwa uang sebesar Rp 100 juta sudah diserahkan kepada Anda….

Ah, itu sama sekali tidak benar.

Menurut Pono, uang akan diserahkan kepada kakak Anda yang tinggal di Lampung….

Hampir semua media sudah datang ke kakak saya yang sederhana di Lampung. Bagaimana Pono bisa kenal dengan kakak yang sudah 74 tahun? Kakak saya itu lama jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari Golongan Karya, dan sekarang hidup di desa. Silakan datang dan lihat saja. Bagaimana logikanya Pono bilang bahwa uang itu diantar ke kakak saya, sementara seluruh uang itu kini ada di KPK dan tidak kurang satu sen pun?

Bisa jadi karena keburu penyidik KPK menggerebek dia?

Tapi, bagi saya, tidak ada logikanya. Kami punya kebiasaan di rumah, kakakberadik tidak bicara soal pekerjaan. Kalau bertemu, ya, dudukduduk saja bergurau yang banyak karena sudah tua.

Anda sempat bertemu dengan Harini Wijoso, kuasa hukum Probosutedjo. Kapan persisnya pertemuan itu berlangsung?

Saya lupa kapan persisnya pertemuan itu. Saya tidak tahu bahwa Harini sudah pensiun pada 2001.

Apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu?

Saya punya prinsip ada tiga kalangan yang tidak boleh saya tolak jika minta ketemu: para wartawan, mahasiswa saya yang mau bimbingan skripsi, hakimhakim yang sudah pensiun, juga hakimhakim aktif dari daerah terpencil. Saya punya kebiasaan mengucapkan terima kasih kepada hakim yang sudah pensiun sebagai bentuk penghargaan.

Saat itu staf saya bilang bahwa ada seorang hakim yang sudah pensiun mau ketemu saya. Karena ini hakim yang sudah pensiun, mau pamit pula, ya, sudahlah saya terima. Saya sama sekali tidak tahu bahwa Harini itu sudah pensiun sejak 2001. Harini membawa seorang ibu bernama Zubaidah. Saya sendiri tidak kenal dengan Zubaidah.

Apakah Zubaidah sudah ada di ruangan itu ketika Harini masuk?

Mereka datang bersamasama. Harini yang memperjuangkan kepentingan Zubaidah. Begini ceritanya. Zubaidah itu adalah Ketua Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta. Kami mau pindahkan dia ke Lampung menjadi hakim di Tanjung Karang. Dia keberatan karena suaminya stroke. Dia minta tetap di Yogya dan dijadikan hakim biasa saja. Ya, sudah. Pertemuan sekitar sepuluh menit. Harini mengatakan bahwa dia juga pengacara keluarga Probosutedjo. Harini bilang ada perkara Probosutedjo. Saya tidak begitu perhatikan, dan saya jawab, ”Ya, bagaimana nanti saja.”

Sumber kami bilang, Anda mengucapkan itu dengan muka masam. Mengapa?

Ya.., ya… terus terang saja saya tidak suka orang yang masuk ketemu saya untuk satu tujuan, lalu menggunakannya untuk kepentingan lain. Itu prinsip saya.

Sebelumnya Anda sudah kenal Harini?

Justru itu masalahnya. Saya tidak kenal dia. Saya Ketua Mahkamah Agung. Kemungkinan bisa saja ketemu dia, tapi tidak saya perhatikan. Saya juga sama sekali tidak tahu bahwa dia jadi pengacara setelah pensiun jadi hakim, apalagi jadi pengacara Probosutedjo.

Kami mendapat informasi, Harini kenal dan pernah berkontak dengan istri Anda….

Tidak pernah! Istri saya seorang guru yang sama sekali tidak mau tahu urusan kantor.

Mengapa Anda yang menangani perkara Probo?

Kasus Probo adalah kasus yang banyak mendapat perhatian publik. Saya putuskan untuk mengambilnya. Perkara Probo masuk ke saya pada akhir 2004. Juni 2005, saya sudah menyampaikan pendapat.

Anda kemudian membubarkan majelis. Bukankah ini bisa memperkuat dugaan majelis disuap?

Saya tidak mau ke situ. Keputusan hakim itu adalah rahasia negara. (Bagir memberi alasan background untuk iniRed.) Tidak ada dasar untuk mempertahankan majelis. Bahwa majelis hakim yang baru kemudian memutuskan perkara ini dalam tempo cepat, itu karena perkara ini sudah banyak diomongkan orang. Majelis yang baru tentu saja bekerja lebih cepat.

Ada yang bilang, putusan cepat keluar karena Anda dendam pada Probosutedjo….

Tidak. Sebetulnya majelis sependapat dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum Probo empat tahun penjara. Artinya, pertimbanganpertimbangan diambil dari pengadilan negeri.

Probo melapor ke KPK tanggal 23 Juli 2005 dan penyuapan berlangsung akhir September 2005. Menurut Anda, ini jebakan?

Saya tidak tahu. Cuma, ada satu hal, saya seumur hidup tidak pernah bertemu Probosutedjo. Saya tahu dari media karena dia orang terkenal. Salaman saja belum pernah.

Sejumlah uang mengalir ke beberapa staf MA yang kini sudah ditangkap. Menurut Anda, apa yang sebenarnya terjadi?

Saya tidak bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Tapi di sini ada sejumlah orang bekerja untuk (suap) itu. Saya yakin ada. Karena itu, saya katakan bahwa di pengadilan itu masih banyak dijumpai orang nakal, tapi kita juga bisa menemukan sejumlah orang baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus