Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika ada lomba menghargai para pelayan kantor, Netway Utama boleh jadi keluar sebagai juara. Berbasis di Jakarta, perusahaan konsultan teknologi informasi ini berani membayar gaji pesuruh kantor (office boy) Rp 7 juta per bulan pada tahun pertama dan Rp 8 juta pada tahun kedua. Ini bagian dari paket gaji Netway yang dirancang saat perusahaan itu melaksanakan satu proyek dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejak setahun lalu. Meriahnya angka-angka gaji ini tecermin pula pada level jabatan yang tinggi. Seorang direktur program diupah Rp 149,9 juta. Di tahun kedua, angka ini dikerek ke Rp 172,4 juta per bulan.
April 2004, Netway memulai kerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Distribusi Jakarta (Disjaya) dan Tangerang (selanjutnya kita sebut Disjaya) selama dua tahun. Proyek ini bernama Customer Information System (CIS) dan Rencana Induk Sistem Informasi (RISI)—biasa disebut CIS-RISI. Untuk melaksanakan proyek ini, Netway mengajukan proposal biaya (lihat infografik, Naik-Turun Pasal Biaya) yang akhirnya disetujui direksi PLN pada angka Rp 137 miliar. Dari angka ini, Netway menjatahkan Rp 101,2 miliar untuk biaya langsung personel. Sisanya, Rp 35, 8 miliar, adalah biaya langsung non-personel.
Beberapa kalangan mulai ribut ketika melihat Disjaya setuju membelanjakan anggaran gemuk yang disodorkan Netway. Maklumlah, ketika proyek Customer Information System ini mula dirancang oleh Disjaya PLN bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) pada September 1991, ancar-ancar biaya dari ITB cuma Rp 3,85 miliar. Kalangan internal PLN sendiri menyatakan bahwa paket upah ala Netway jauh di atas kelaziman.
Hasil investigasi Satuan Pengawas Internal (SPI) PLN Pusat yang diperoleh tim investigasi Tempo, misalnya. Dalam dokumen yang diteken oleh ketuanya, Fadjar Istiono, pada 2 Mei 2005 itu tertulis, ada dugaan kerugian negara pada proyek CIS-RISI yang digarap Netway. Dugaan kerugian ini berdasarkan kesimpulan pemeriksaan SPI yang mencatat ada pembengkakan biaya pada sistem penggajian serta selisih antara lump sum dan realisasi pembayaran biaya fasilitas karyawan.
Selain gaji direktur program yang hampir menumbuk angka Rp 150 juta per bulan, Netway juga menjatah gaji berangka meriah untuk personel lain. Manajer Divisi Operasional Proyek CIS-RISI dibayar Rp 26 juta. Manajer Divisi Support & Implementasi diupah Rp 29 juta. Gaji paling rendah dalam divisi itu dipegang oleh konsultan fungsional, Rp 22 juta. Kepala Pengembangan pada Divisi Standardisasi diupah Rp 90 juta. Seorang developer dibayar Rp 19 juta per bulan. Manajer Divisi Pusat Data mendapat amplop gaji senilai Rp 28 juta per bulan. Manajer Divisi Kualitas juga cukup tebal dompetnya: Rp 75 juta per bulan.
Sumber Tempo, yang mengkaji proyek ini sejak awal, menyatakan lazimnya gaji untuk proyek sejenis di Indonesia tak sebesar itu. Menurut dia, gaji direktur program seharusnya cukup Rp 20 juta, manajer atau setingkat cukup Rp 15 juta, kepala tim/setingkat Rp 10 juta. Untuk eksekutif, cukup Rp 7 juta, staf administrasi/setingkat sekitar Rp 5 juta, dan pelayan kantor/setingkat cukup Rp 2 juta. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PLN, Ahmad Daryoko, kepada Tempo bersepakat dengan paket gaji yang disodorkan narasumber tim investigasi ini. ”Untuk proyek PLN sejenis di Tanah Air, gajinya kurang-lebih segitu,” ujar Daryoko yang pernah menjadi manajer umum.
Benarkah paket gaji yang dirancang Netway terlalu mengada-ada? Kepada Tempo, yang mewawancarai dia di kantornya, Direktur Utama Netway Gani Abdul Gani menggariskan dua soal penting. Pertama, Netway memodali dulu semua biaya proyek, termasuk gaji—sebelum kemudian mengklaimnya kepada Disjaya. Kedua, besaran gaji dan tarif biaya (billing rate) yang diajukan Netway adalah berdasarkan aturan standar Departemen Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). ”Tarif maksimumnya 1,3 sampai 3,1 dari gaji dasar. Jadi, enggak ada salahnya,” kata Gani.
Menurut Gani, gaji ekspatriat (posisi Direktur Program CIS-RISI--Red) senilai US$ 15.000 per bulan (setara dengan Rp 149,9 juta) tak melenceng dari peraturan Bappenas untuk pekerjaan di bidang teknologi informasi. Bahkan, bila menggunakan tarif 3,1 dari gaji dasar, gaji si pegawai asing bisa melambung tiga kali lipat Rp 149 juta per bulan. Gani menambahkan, para pekerja asing ini sengaja ditunjuk karena tercantum dalam persyaratan kontrak yang mengharuskan adanya orang asing.
Dari dua tabel kecil di bawah ini, kita bisa membandingkan paket gaji yang dirancang Netway dan disetujui oleh PLN Disjaya dengan proyek sejenis lainnya di Perusahaan Listrik Negara.
Kemewahan fasilitas karyawan Netway yang terlibat proyek CIS-RISI tak hanya terpusat pada gaji. Tunjangan-tunjangan lain yang dibebankan dalam biaya langsung nonpersonel juga moncer adanya. Umpama, transportasi, perlengkapan kantor, biaya komunikasi, biaya komputer, sewa kantor, sewa kendaraan kerja, serta fasilitas perumahan. Laporan rahasia Satuan Pemeriksaan Internal yang diperoleh Tempo membenarkan hal ini.
Tunjangan perumahan bagi lima personel asing yang disewa Netway untuk proyek CIS-RISI selama 12 bulan, misalnya, Rp 720 juta. Uang sebesar itu untuk biaya tempat tinggal Direktur Program James Griffin, Kepala Bagian Finansial dan Administrasi Thomas P.D. Brito, Technical Head Peter J.J. Gogan, Kepala Pengembangan B.S. Chandra, serta Quality Manager Jayesh Takur.
Sebagian karyawan Netway juga mendapat fasilitas berupa sewa kendaraan kerja senilai Rp 6 juta hingga Rp 8 juta per bulan. Fasilitas ini sudah termasuk sopir dan bahan bakar minyak. Seorang manajer diperbolehkan menyewa mobil Kijang Krista keluaran tahun 2002 dan Kijang LGX tahun 2004. Para karyawan mendapat fasilitas biaya komunikasi atau telepon berkisar Rp 1,6 juta hingga Rp 4,5 juta per orang.
Walau angka-angka yang diajukan Netway begitu berkilau, tak semua upah dibayarkan sesuai usulan biaya. Office boy atau pelayan kantor adalah contohnya. Mereka menerima upah sekitar Rp 1,4 juta per bulan. Abdul Gani membenarkan, upah para pelayan kantor itu hanya sekitar Rp 1,4 juta. ”Lihat saja slip gaji mereka,” ujarnya.
Lha, jadi mengapa dalam kontrak angka ini melambung sampai ke Rp 7 juta? Sumber Tempo menjelaskan, untuk proyek teknologi informasi, semacam upah pelayan kantor seharusnya cukup masuk dalam biaya langsung non-personel. Netway memasukkan elemen ini ke biaya langsung personel. Akibatnya, penggajian membengkak karena menggunakan perhitungan Bappenas dan Departemen Keuangan.
Direktur Utama Netway itu tak mengelak kritik soal ini. ”Kami sudah tahu dari awal ada kesalahan, dan (sudah) direvisi,” kata Abdul Gani. Apa daya, kabar gaji berukuran maksi itu telanjur meruap, dan boleh jadi membikin ngiler para pencari kerja di seantero negeri pada nasib baik pelayan-pelayan kantor Netway.
Setidaknya, di atas kertas, Netway pernah menghargai tenaga mereka setara dengan Rp 7 juta per bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo