Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Mar?ie Muhammad:

12 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belum lama diangkat menjadi Menteri Keuangan, pada awal 1993, Mar?ie Muhammad langsung diajak Pak Harto berbicara serius: ihwal pembelian 39 kapal perang bekas, made in Jerman Timur. Yang diomongkan jelas bukan perkara mesin, melainkan soal dana."Tugas Saudara adalah mencari dana," Mar?ie menirukan ucapan bekas bosnya itu.

Saat proposal pembelian kapal diajukan, terjadi silang pendapat antara Mar?ie dan Menteri Negara Riset dan Teknologi B.J. Habibie. Bujet yang semula US$ 1,1 miliar hanya disetujui Mar?ie US$ 319 juta, dengan pemangkasan biaya di sana-sini. Bagaimana akhirnya dana diperoleh? Berikut petikan wawancara Leila S. Chudori dan Edy Budiyarso dari TEMPO dengan mantan Menteri Keuangan itu.


Apa saja kendala rencana pembelian kapal perang eks Jerman Timur?

Terus terang, saat itu kita menghadapi hambatan anggaran. Tapi itu sudah menjadi keputusan Presiden. Pak Harto memerintahkan saya mencari dana untuk membeli kapal-kapal itu guna menjaga lautan, patroli penjagaan pantai, dan lain-lain. Beliau memutuskan membeli kapal buatan eks Jerman Timur karena murah.

Apakah Pak Harto tahu bahwa kita sedang menghadapi hambatan anggaran?

Saya katakan pada Pak Harto bahwa bujet kita constrain. Tapi saya akan coba. Kalau Bapak setuju, saya akan mencari dana dari luar. Syukur-syukur, kita mendapat pinjaman lunak.

Pihak mana saja yang Anda jajaki?

Juni 1993, saya ke Wina, Austria, untuk mengikuti pembicaraan bersama para menteri keuangan OPEC. Saya katakan akan menjajaki pihak Jerman. Jika mereka bisa memberi pinjaman, kita tidak perlu menggunakan cadangan devisa yang terbatas.

Anda berhasil mendapat pinjaman?

Saya menghubungi KfW (Kreditanstalt fuer Wiederaufbau, suatu lembaga keuangan di Jerman yang memberikan pinjaman lunak). Pihak KfW bersedia. Tapi mereka harus bicara dulu dengan berbagai otoritas resmi di Jerman.

Bagaimana reaksi pemerintah Jerman?

Saya mengadakan pembicaraan dengan Menteri Keuangan Jerman, Theodore Waigel, di Bonn, dan Menteri Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri Dieter Sprange. Mereka mengatakan akan mempertimbangkan keinginan Indonesia. Tapi, karena bantuan itu akan digunakan untuk pembelian kapal perang, agak susah memberikan pinjaman lunak. Akhirnya, senjata-senjatanya dicopoti.

Bagaimana skema pinjaman tersebut?

Biasa-biasa saja. Pinjaman semilunak dari pemerintah Jerman kepada pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk membeli kapal perang. Tapi kapal itu sendiri kan murah. Jadi, dana sebesar itu bukan hanya untuk membeli kapal, tapi untuk perbaikan, modifikasi operasi kapal di laut dingin ke perairan panas. Juga, untuk membeli senjata. Masa, kapal perang tanpa senjata? Selain itu, untuk pelatihan personel di Jerman dan modifikasi lain yang tentunya saya tidak tahu satu per satu.

Anda ikut serta dalam negosiasi pinjaman KfW?

Sudah ada tim negosiasi. Dan itu tidak termasuk menteri.

Kenapa menggunakan dana KfW?

Hanya itu satu-satunya jalan. Kalau memakai dana kita, cadangan devisa kita bisa habis. Apalagi, ini perintah presiden. Ya, harus diikuti. Orang kita terkadang tidak tahu. Mereka mempertanyakan mengapa masalah itu diloloskan begitu saja. Padahal, kita ini kan diperintah bos. Tidak bisa menteri itu seenaknya sendiri.

Apa ada juga dana dari Ferrostal?

Ferrostal itu nama perusahaan di Jerman. Tapi saya tidak tahu satu per satu nama perusahaan.

Berapa lama pinjaman itu harus dicicil?

Agak lunak. Mungkin lebih dari 10 tahun.

Kalau kapal itu hanya bisa bertahan 10 sampai 15 tahun, bisa-bisa rusak sebelum pinjamannya lunas?

Masa, sudah rusak? (Mari?e agak kaget). Tapi, bisa saja. Kapal itu kan kita beli dari tangan kedua, second hand. Tidak ada garansi. Saat itu, saya tidak tahu kondisi kapal. Yang tahu seharusnya pihak Angkatan Laut.

Apakah Menteri Keuangan tidak perlu mengetahui kelaikan kondisi kapal?

Soal itu kan sudah ada timnya. Jumlah anggotanya seabrek-abrek, dari mayor sampai kolonel. Ada Dephankam, ada Mabes ABRI. Tidak mungkin Departemen Keuangan memiliki semua ahli itu. Saya hanya mendapat pedoman anggaran.

Anggaran yang Anda setujui hanya US$ 319 juta. Apa saja yang dipangkas?

Jangan lupa bahwa anggaran US$ 1,1 miliar itu rencananya akan digunakan juga untuk membuat Pangkalan Teluk Ratai. Dengan angka akhir US$ 319 juta, otomatis proyek Teluk Ratai itu ditunda sebagian. Juga ada penundaan hal-hal lain. Kita hanya berbicara yang prioritas dan skop mana saja yang bisa dikurangi karena ini sudah menjadi keputusan presiden yang harus dilaksanakan.

Kabarnya, Anda sempat bentrok dengan Habibie. Apakah karena pemangkasan anggaran itu?

Berbeda pendapat kan soal biasa, dan itu bukan hanya dengan saya. Habibie juga berbeda pendapat dengan Menteri Keuangan terdahulu, J.B. Sumarlin dan Ali Wardhana. Sebagai Menteri Keuangan, saya punya intuisi untuk selalu menekan anggaran. Itu tidak berarti pelit, tapi membelanjakan uang pada tempatnya. Jadi, saya menyangkal jika dikatakan pelit. Bersikap hemat kan sudah keharusan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus