Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hingga awal April lalu, lebih dari 1 juta ton rekomendasi impor buah diterbitkan Kementerian Pertanian.
Beberapa importir mendapat RIPH dan PI cukup banyak karena ditenggarai dekat dengan pejabat Kementerian Pertanian dan kementerian Perdagangan.
Ada importir yang persetujuan impornya terbit di hari yang sama.
GRUP WhatsApp “Bombay” hanya berumur sehari. Pegawai Kementerian Pertanian membuatnya pada 16 April 2020, beranggotakan para pejabat Kementerian dan importir bawang bombai serta buah-buahan. Kementerian membuat grup itu sebagai sarana komunikasi perihal prosedur dan tata cara impor komoditas hortikultura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya, anggota grup membahas soal harga buah dan bawang bombai yang melonjak. Percakapan memanas ketika Sonny Kurniawan, pemilik PT Intisehat Sentosa, menyentil soal adanya importir istimewa di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. “Ini desas-desus di kalangan importir,” kata Sonny pada Jumat, 30 Oktober lalu. “Saya mempertanyakannya.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agar bisa mengimpor komoditas, para pengusaha mesti mengajukan permohonan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) kepada Kementerian Pertanian untuk mendapatkan volumenya. Setelah itu, pengusaha mengajukan permintaan surat persetujuan impor (SPI) kepada Kementerian Perdagangan. Dokumen ini yang membuat komoditas dari luar negeri mulus masuk ke Indonesia.
Masalahnya, Sonny menjelaskan, tak semua importir yang memohon RIPH segera mendapatkannya meski syaratnya cukup dan berpengalaman mendatangkan komoditas. Mereka yang sudah mendapatkannya pun tak kunjung memperoleh SPI. Sementara itu, ada beberapa importir yang cepat mendapatkan dua dokumen tersebut.
Percakapan makin hangat begitu Adie Putra, Direktur PT Tunas Maju Mandiri, masuk grup. Para importir menyindir Adie sebagai importir yang mendapat keistimewaan itu karena RIPH untuk perusahaannya terbit meski mengajukan belakangan. Apalagi volume impor yang ia dapatkan lumayan banyak: 11.150 ton buah dan 2.000 ton bawang bombai. “Saya cuma tanya,” tutur Sonny. “Kalau benar, mengapa marah?”
Tak tahan disindir terus, Adie left group, diikuti beberapa importir lain. Isi grup tinggal pejabat Kementerian yang kemudian memutuskan grup dilikuidasi. “Mereka itu cuma sirik,” ucap Adie Putra.
Urusan keistimewaan ini sudah lama berseliweran di kalangan importir hortikultura. Karena itu, Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia menggugat Kementerian Pertanian dengan tuduhan monopoli pada Maret lalu. Di kalangan importir sudah menjadi cerita umum bahwa monopoli itu mensyaratkan uang pelicin yang dihitung per kilogram komoditas yang diekspor. Nilainya Rp 1.000 untuk buah dan Rp 3.500 untuk bawang bombai.
Dari data Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang direkap importir, hingga April lalu Kementerian Pertanian memberikan RIPH kepada 81 perusahaan. Namun hanya 21 perusahaan yang mendapat persetujuan Kementerian Perdagangan, termasuk PT Tunas Maju Mandiri milik Adie Putra. SPI terbit pada 7 April. Padahal SPI terakhir ia peroleh pada 2017 untuk mengimpor 10 ribu ton bawang putih.
Adie menyangkal anggapan mendapat keistimewaan. Menurut dia, prosedur permintaan SPI sesuai dengan prosedur melalui waktu normal. Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga Indrasari Wisnu Wardhana mendukung Adie. “Semuanya sesuai dengan ketentuan,” ujarnya pada Jumat, 30 Oktober lalu. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengutusnya untuk menjawab Tempo soal suap-menyuap izin impor ini.
Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto juga menyangkal jika disebut memberikan keistimewaan kepada Adie dan beberapa importir lain. “Silakan dicek saja,” katanya. RIPH buah PT Tunas Maju Mandiri sebanyak 22.150 ton, jauh melampaui RIPH yang diperoleh perusahaan Sonny Kurniawan yang hanya 3.000 ton. Itu pun persetujuan impornya lama.
Untuk menunjukkan ia tak mendapat keistimewaan, Adie menunjuk PT Laris Manis Utama dan PT Gentong Sakti Berjaya yang juga memperoleh kuota impor lumayan banyak. Malah, dia mengungkapkan, persetujuan impor untuk Laris Manis yang pertama terbit dibanding importir lain. “Januari mereka sudah mendapatkannya,” tutur Adie.
Dalam dokumen persetujuan impor Kementerian Perdagangan, SPI Laris Manis terbit pada 16 Januari 2020, beberapa jam setelah mereka memintanya. Perusahaan milik Eddy Simon Sim ini mendapatkan jatah impor berbagai jenis buah dari Amerika Serikat sebanyak 15.500 ton.
Jika mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019 tentang impor produk hortikultura, persetujuan impor memang mesti terbit maksimal dua hari seusai permohonan. Masalahnya, ketentuan ini tak berlaku sama. Sonny Kurniawan baru mendapat persetujuan impor enam bulan setelah ia mengajukan permintaan. “Kami rugi karena pegawai tetap bekerja sementara izin impor tak kunjung terbit,” ucapnya.
Selain mendapat persetujuan impor kilat, kuota PT Laris Manis tak dipotong dari jatah RIPH, seperti PT Tunas Maju Mandiri. Sedangkan 3.000 ton yang didapatkan Sonny merupakan potongan hampir 90 persen dari kuota yang ia peroleh dari Kementerian Pertanian. Soal potong-memotong kuota ini, Indrasari Wisnu mengatakan Kementerian memakai pertimbangan rekam jejak. “Laris Manis itu bagus rekam jejaknya,” katanya.
Perusahaan lain Eddy Simon, CV Inti Anugerah Persada, juga mendapatkan kuota impor paling banyak di antara 81 perusahaan yang memperoleh RIPH pada 26 Maret lalu. Volumenya 290 ribu ton atau lebih dari seperempat total RIPH yang diterbitkan Kementerian Pertanian hingga April. Dari jumlah itu, impor yang disetujui sebanyak 96.500 ton.
Para importir menyebutkan Eddy Simon beroleh keistimewaan karena ia berteman dengan Prihasto. Mereka bersaksi bahwa keduanya pernah bertemu pada Maret lalu membicarakan RIPH buah dan bawang bombai. “Pertemuan normatif saja,” ujar Prihasto. Eddy Simon tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo mengenai pertemuannya dengan Prihasto.
Adapun PT Gentong Sakti Berjaya mendapatkan jatah impor buah pada 12 Maret lalu sebanyak 15 ribu ton. Sementara itu, jatah PT Cipta Aneka Buah lebih banyak, 23.425 ton. Kedua perusahaan ini milik Helbeth Sakti. Di kalangan importir, Helbeth juga dikenal punya hubungan luas dan bagus di Kementerian Pertanian serta Kementerian Perdagangan. Ia masuk melalui politikus Partai NasDem—partai asal Menteri Pertanian Yasin Limpo.
Pada Maret lalu, misalnya, ia bertemu dengan Prihasto di Pacific Place, Jakarta, ditemani dua legislator NasDem, anggota Komisi Pertanian, Ahmad Ali, dan anggota Komisi Hukum, Rusdi Masse, membicarakan kuota impor untuknya. Prihasto tak menyangkal kabar bahwa ia berjumpa dengan Ali dan Rusdi. “Bertemu dengan anggota Dewan itu wajar saja,” tuturnya.
Berbeda dengan Adie Putra ataupun Eddy Simon, Prihasto mengaku tak mengenal Helbeth Sakti. “Kalaupun bertemu, saya enggak mengenal namanya,” ujarnya. Indrasari Wisnu idem ditto.
Helbeth berjanji memberikan keterangan kepada Tempo dan bersiap memberikan wawancara pada Jumat, 23 Oktober lalu. Namun, pada jam yang sudah ditentukan, ia membatalkannya. Ketika dimintai konfirmasi lagi, Helbeth mengatakan, “Saya sedang di luar kota.”
Ketika didatangi di alamat PT Sakti Abadi Kilat—perusahaan impor juga—di Sunter, Jakarta Utara, seorang pegawai mengatakan Helbeth setiap hari berkantor di sini. “Hanya sedang ke luar kantor,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo