Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Insyaallah Versi Biden

Sebagian dari kita barangkali pernah mengucapkan insyaallah sebagai basa-basi belaka tanpa kesungguhan niat untuk menunaikan janji.

31 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Insyaallah Versi Biden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad Hamidi*

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM lama ini, dalam salah satu momen debat pertama dengan topik “The US Economy”, 29 September 2020, calon Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, keceplosan—sebagaimana bunyi pemberitaan media daring—tentang insyaallah (ejaan sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia V luring). Itu terjadi saat Donald Trump menjawab pertanyaan dari tuan rumah debat, Chris Wallace, tentang jumlah pajak penghasilan yang dibayarkannya pada 2016 dan 2017. Biden, yang mengingkari jawaban Trump, menyela dengan menuturkan: “When? Inshaallah?” Kejadian ini menarik perhatian warganet. Beberapa portal berita daring di Indonesia pun tidak luput menyorotnya. Ada apa dengan insyaallah?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Insyaallah dalam Konteks Penggunaannya

Penggunaan insyaallah sebagai ungkapan bermula dari penutur bahasa Arab. Apabila dialihbahasakan ke bahasa Indonesia, In šyā’ Allāh secara harfiah bermakna “jika Allah menghendaki”—dalam bahasa Inggris: if God willing. KBBI V luring merekam makna insyaallah, “ungkapan yang digunakan untuk menyatakan harapan atau janji yang belum terpenuhi”. Berdasarkan definisi KBBI, selain berfungsi sebagai penanda identitas-religiositas tuturan berdaya ilokusi ekspresif (menyatakan harapan), penutur bahasa Indonesia memfungsikan insyaallah sebagai pagar diri dalam tuturan berdaya ilokusi komisif (menyatakan janji). Seseorang yang telah berjanji, dan menyadari bahwa ia mampu menunaikan janjinya, memberi garansi bahwa janji itu tidak mungkin tidak ditunaikannya kecuali Tuhan tidak menghendaki. Begitulah idealnya insyaallah digunakan. Spiritualistik betul, memang.

Sayangnya, kenyataan hari ini menunjukkan kondisi berbeda. Dalam konteks tuturan komisif, insyaallah tidak melulu berfungsi sebagai pagar diri yang merefleksikan kesungguhan berjanji. Sebagian dari kita barangkali pernah mengucapkan insyaallah sebagai basa-basi belaka tanpa kesungguhan niat untuk menunaikan janji. Begini ilustrasinya: seorang rekan mengundang Anda secara lisan agar ikut makan malam di rumahnya. Anda tahu, bagaimanapun, Anda tidak bisa datang, tapi Anda segan menolak. Maka insyaallah adalah jalan tengah dalam situasi serba salah itu. Dalam gagasan Austin (1962) tentang kondisi felisitas, insyaallah yang Anda ucapkan itu unhappy (tidak sahih) sebagai janji karena Anda telah menyadari bahwa Anda tidak akan menunaikannya. Sebaliknya, berdasarkan konsep face threatening-act (Brown & Levinson, 1987), jawaban insyaallah merefleksikan usaha meminimalkan keterancaman muka rekan Anda atas penolakan yang tentu bukanlah jawaban menggembirakan baginya.

Soal ini, saya punya ilustrasi menarik berdasarkan kultur masyarakat Minangkabau modern. Ketika seseorang berjanji, lantas menjawab hanya dengan insyaallah, orang yang dijanjikan akan membalas: “Ini insyaallah menurut Islam atau insyaallah menurut orang Minang?” Yang pertama disebut berada dalam wilayah makna harfiahnya, sedangkan yang kedua disebut dapat dimaknai “(mungkin) hal itu takkan pernah terjadi”. Satire berbulu interogasi semacam ini berkembang sebagai refleksi betapa lemah garansi-komisif insyaallah. Bagaimanapun, dalam konteks ini, satire ini tentu mesti diterima sebagai sebuah ironi yang menunjukkan bahwa makna ungkapan itu telah terdegradasi.

Boleh jadi konteks serupa itu menjadi latar belakang pengetahuan bagi Biden dalam mengucapkan insyaallah sebagai sangkalan atas pernyataan tentang millions of dollars pajak penghasilan yang telah dibayarkan oleh Trump. Rangkaian pengalaman yang dimiliki Biden tentang penggunaan insyaallah itu mengalas konsep yang terkonstruksi dalam kognisinya, sehingga memungkinkan ia menyinonimkan insyaallah dengan never.

Momen dalam #Debate2020 ini memunculkan fakta menarik. Penyelewengan makna insyaallah kenyataannya tidak hanya terjadi pada penutur bahasa Indonesia, tapi juga terjadi pada penutur bahasa Arab sendiri—bahkan mungkin lebih universal, sebagaimana pengalaman yang direpresentasikan oleh calon Presiden Amerika itu.

Beragam Fungsi Pragmatis Insyaallah

Apabila kita berusaha mencari dan membuka berbagai repositori karya ilmiah, kita akan menemukan sejumlah kajian yang membahas ungkapan ini. Misalnya, penelitian Alghazali (2011) menunjukkan, pada penutur bahasa Arab di Irak, insyaallah berfungsi untuk menyerahkan diri kepada Tuhan, memohon kepada Tuhan, memperteguh keyakinan, mengutuk seseorang, dan mendorong seseorang melakukan sesuatu. Berdasarkan penjelasan Pishghadam dan Kermananshahi (2012), penutur bahasa Arab di Persia mengucapkan insyaallah untuk menyadari bahwa segalanya telah ditakdirkan, menghindari jawaban negatif, dan menunda melakukan sesuatu. Pratama (2017) melaporkan, di Indonesia, insyaallah digunakan pula untuk menyampaikan humor. Dalam artikelnya, Hastiyanto (2011) bahkan mengetengahkan ilustrasi yang lebih ekstrem tentang penggunaan ungkapan ini. Ketika ditanyai apakah sudah sarapan atau belum, sahabatnya menjawab: “insyaallah sudah”. Bayangkan! Demi menunjukkan religiositas, insyaallah digunakan sebagai jawaban atas “sesuatu yang sebenarnya telah pasti terjadi”.

Dalam linguistik, pergeseran makna suatu kata atau ungkapan merupakan fenomena yang lumrah terjadi. Bahkan, sebagaimana perubahan-perubahan yang juga terjadi pada aspek kebudayaan lain, bahasa berubah setiap waktu selaras dengan dinamika penggunanya. Sama sekali tidak ada yang keliru dengan itu. Kita hanya perlu menyesuaikan diri dengannya dan menyesuaikan diri dengan konteks penggunaannya.

Terakhir, fakta yang barangkali tidak semua kita ketahui, di tempat asalnya, Timur Tengah sana, insyaallah bukanlah alat yang mampu mengidentifikasi identitas agama yang dianut seseorang.

*) ALUMNUS PASCASARJANA ILMU LINGUISTIK KEBUDAYAAN UNIVERSITAS INDONESIA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus