Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Siapa Haji Karlan Pengusaha Tambang Nikel Sulawesi

Haji Karlan memperoleh izin tambang nikel di hutan Sulawesi tanpa melalui lelang. Siapa dia?

29 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Haji Karlan mendapat izin menambang nikel tanpa melalui lelang, melainkan lewat pendapat hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.

  • Izin salah satu perusahaannya memakai logo Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral yang namanya masih Dinas Pertambangan.

  • Tambang nikelnya berada di hutan lindung yang belum mendapat izin pelepasan kawasan hutan.

SALAH seorang pengusaha baru tambang nikel di Sulawesi yang lumayan besar adalah Karlan Azis Mannessa, yang populer dengan nama Haji Karlan. Ia lahir di Dungingis, Sulawesi Tengah, 50 tahun lalu. Haji Karlan punya empat perusahaan dengan tambang nikel seluas 14.847 hektare yang dulu dikelola PT Vale Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karlan memperoleh izin tambang nikel tanpa melalui lelang, melainkan lewat pendapat hukum (legal opinion) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Salah satu surat keputusan yang melandasi izin tambangnya diduga palsu. Untuk menjelaskannya, kami bertemu di sebuah kafe di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, pada Senin, 10 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengenakan safari hitam yang lecir, ia tampil perlente. Arloji Hublot di pergelangan tangan kirinya bersaing dengan gelang emas yang melingkari pergelangan tangan kanannya. Di dua jari manisnya tersemat cincin. “Saya punya tambang emas di Kalimantan Utara,” katanya.

Sebelum menambang emas, Karlan mengeruk batu bara di Kalimantan Timur sejak 2004. Ia tertarik menambang nikel karena pemerintah hendak membangun pusat baterai untuk menyokong kendaraan listrik yang ramah lingkungan.

Ditemani tiga anak buahnya, Karlan menjelaskan polemik tentang pendapat hukum izin pertambangan nikel, izin bodong perusahaan, juga suap untuk mendapatkan izin menambang nikel di Sulawesi. Harli Muin, dari bagian legal Karlan Group, sesekali menimpali jawaban bosnya.

Berapa perusahaan Anda yang sudah mendapat izin menambang nikel?
Empat perusahaan.

Semua izin Anda dapatkan melalui pendapat hukum kejaksaan?
Iya. Saya berangkat dari keberatan saya ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tengah karena perusahaan saya tidak terdaftar di Minerba One Data Indonesia (MODI). Kami menyurati Dinas. Karena itu, yang meminta pendapat hukum bukan saya, melainkan Dinas. Kalau saya melanggar.

Semua konsesi Anda ada di bekas tambang PT Vale Indonesia. Bukankah Anda seharusnya mendapatkan izin melalui lelang?
Kalau begitu, seharusnya semua izin dicabut, termasuk izin PT Oti Eya Abadi.

Lagi pula, pendapat hukum tidak memiliki kekuatan hukum sebagai dasar untuk mendapatkan izin tambang nikel….

Harli: Bisa, ada di Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018. Dinas meminta pendapat hukum ke kejaksaan itu diatur dalam Pasal 54.

Karlan: Evaluasinya berjenjang. Pendapat hukum ini bisa diterima, bisa tidak. Permintaan kami diterima. Kalau dalam evaluasi ada tumpang-tindih izin, perusahaan harus menyelesaikannya dulu.

Masalahnya, izin tambang Anda berada di area konsesi PT Bumi Kalaena Indah....
Izin mereka terbit pada 2008 atau 2009, tapi perusahaannya berdiri Maret 2021. Jadi Kalaena Indah yang menimpa izin saya. Izin saya clear. Penentu ada tumpang-tindih itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Mereka punya data izin sebelumnya sudah mati atau masih hidup. Kalau tidak clear, enggak mungkin mereka kasih izin untuk kami. (Konfirmasi Adam Wahab, pemilik PT Bumi Kalaena Indah: Kami menang di pengadilan tata usaha negara. Tapi, begitu kami hendak mendaftar ke MODI, ada perusahaan dia. Itu izin usaha pertambangan baru. Jadi yang baru itu perusahaan dia.)

Kami mendapatkan dokumen izin perusahaan Anda dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Padahal pada 2008 namanya masih Dinas Pertambangan…. (Tempo menunjukkan dokumen.)
Betul dokumennya. Saya tidak bisa menjawab karena bukan saya yang mengeluarkan. Entah, mungkin terjadi kesalahan administrasi.

Satu izin perusahaan nikel Anda ada di hutan lindung….
Iya, tidak bisa ditambang. Saya harus memohon ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar menurunkan statusnya menjadi hutan produksi, setelah itu memohon izin pinjam pakai kawasan hutan.

Dari semua izin, apakah perusahaan Anda sudah mulai menambang?
Ada. Citra Teratai Indah. Lokasinya di area penggunaan lain. Kecil, tapi ada kandungannya. (Dari peta pertambangan, lahan konsesi PT Citra Teratai berada di kawasan hutan, bukan area penggunaan lain.)

Dari informasi para calo, ongkos untuk mendapatkan izin pertambangan nikel Rp 5,5 miliar. Anda menyediakan uang sebanyak itu?
Enggak. Demi Allah. Kalau itu saya lakukan, saya masuk Komisi Pemberantasan Korupsi karena itu korupsi.

Omong-omong, Anda punya bisnis nikel dengan perusahaan mantan wakil presiden Jusuf Kalla?
Ada satu perusahaan. 

Bagaimana ceritanya?
Harli
: Jangan dijawab, Pak, itu urusan lain.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Seharusnya Semua Izin Nikel Dicabut"

Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus