Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA bulan berlayar di atas geladak kapal Run Zeng 03 dan 05, Erwan Rudiyanto tak pernah meminum air bersih. Anak buah kapal asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu mengandalkan air dari tetesan mesin penyejuk udara untuk membasahi kerongkongannya. Erwan meminta identitas aslinya disamarkan karena alasan keselamatan. Ia salah satu awak kapal yang selamat ketika bekerja di kapal Run Zeng 03 dan 05. “Getir sekali bekerja di kapal itu,” katanya sambil terisak saat diwawancarai pada Kamis, 16 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Erwan bercerita, waktu kerja di atas kapal nyaris 24 jam. Ia diperintahkan nakhoda mengoperasikan alat tangkap dan memilah ikan yang tergaruk jaring kapal. Jam kerja yang nonstop membuat Erwan dan koleganya sering sakit. Mereka harus kucing-kucingan dengan kapten kapal yang berasal dari Cina agar tak dipaksa bekerja tatkala pengar. “Rasanya tenaga kami diperah,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nestapa yang dialami Erwan berhenti setelah ia dipecat. Ia mengatakan sebanyak 27 anak buah kapal asal Indonesia yang bekerja di Run Zeng tiba-tiba diminta meneken selembar surat yang menyatakan kerelaan berhenti bekerja dengan pesangon Rp 1,5 juta per orang. Mereka diturunkan di dekat Pelabuhan Dobo, Kepulauan Aru, Maluku.
Pengelola Run Zeng lantas merekrut awak kapal baru, tapi penindasan tak berakhir. Kali ini yang mengalami adalah Muhammad Sanusi, yang berangkat dari Pati, Jawa Tengah. Pada hari pertama bekerja, Sanusi diminta memindahkan ikan tangkapan kapal Run Zeng 03 dan 05 ke kapal motor Mitra Utama Semesta. Selama tiga hari para anak buah kapal bekerja tanpa henti. Ia mengaku pernah bekerja selama 18 jam, sejak pukul 7 pagi sampai pukul 1 dinihari.
Menurut Sanusi, lauk anak buah kapal juga tak layak. Ia pernah menyantap daging ayam busuk dan menenggak air dari tetesan mesin penyejuk udara. Sekali waktu, Sanusi dan rekan-rekannya hendak meminta beberapa ekor ikan tangkapan untuk dijadikan lauk, tapi kapten kapal melarang mereka.
Sanusi pun pernah menangani rekannya yang mengalami kecelakaan tertimpa ikan beku. Kepala awak kapal itu bocor dan darahnya mengucur deras. Ia berupaya meminta peralatan medis ke nakhoda. “Saya malah disodori kopi untuk menambal luka di kepala,” tuturnya.
Perlakuan di atas kapal tersebut membuat Sanusi dan koleganya berniat kabur. Satu-satunya cara melarikan diri adalah melompat ke laut. Ia bersama teman-temannya mengeksekusi rencana itu pada Kamis, 11 April 2024. Syahdan, kapal Run Zeng 03 sedang melintas di sekitar Kepulauan Aru, Maluku. Mengenakan celana pendek dan kaus serta mengemas telepon seluler dalam kantong plastik, seorang rekan Sanusi berteriak ke arahnya, “Kalau Abang berani meloncat, saya ikut.”
Sesaat kemudian, “Byur!”. Sanusi dan lima awak kapal Run Zeng 03 terombang-ambing di laut lepas. Hanya dalam beberapa menit, kapal Run Zeng lesap dari pandangan Sanusi dan kawan-kawannya. Yang tampak kemudian cuma gelombang tinggi.
Arus yang kencang membuat salah seorang dari awak kapal bernama Juanaaby terlepas dari pegangan. “Ia terpisah,” ujar Sanusi. Juanaaby ditemukan tewas sehari kemudian. Sanusi menyaksikan foto jenazah Juanaaby yang raganya tak utuh.
Kabar lima awak kapal yang selamat dari Run Zeng 03 sampai ke telinga pengurus Paguyuban Mitra Nelayan Sejahtera—perkumpulan nelayan yang berbasis di Pati. Komunitas itu beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan 718 yang meliputi Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur. Mereka bersurat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada Ahad, 14 April 2024.
Warkat itu berisi informasi adanya kapal asing yang beroperasi di Indonesia. Mereka juga melaporkan bahwa pengelola Run Zeng pernah meminta bantuan mendaratkan dan memindahkan ikan tangkapan ke kontainer di Pelabuhan Dobo. Pengurus Paguyuban Mitra Nelayan Sejahtera menolak permintaan itu karena kapten Run Zeng tak bisa menunjukkan dokumen kapal yang sah. “Kami meminta Kementerian menangkap kapal asing ilegal,” kata Sekretaris Paguyuban Siswo Purnomo.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap kapal Run Zeng 03 di Laut Arafura pada Ahad, 19 Mei 2024. Kapal Run Zeng 03 dan 05 menjadi buron Kementerian sejak kuartal I 2024. Kapal asing berbendera Rusia itu berlayar di perairan Indonesia secara ilegal karena tak punya izin dan mengoperasikan alat tangkap pukat hela atau trawl yang dilarang pemerintah. Dalam operasi penangkapan pada Mei tersebut, Run Zeng 05 sempat kabur, tapi lalu tertangkap di Papua Nugini.
Bagian dalam kana Run Zeng 03, Juni 2024. detik.com/Shafira Cendra Arini
Meski akhirnya tertangkap pada Mei 2024, kapal Run Zeng 03 dan 05 diduga sudah masuk wilayah Indonesia sejak April 2023. Berdasarkan pelacakan automatic identification system (AIS), Run Zeng 03 dan 05 berlayar dari Taizhou, Cina. Kedua kapal itu terdeteksi berada di sejumlah wilayah Indonesia hingga Februari 2024. Transmisi AIS Run Zeng lantas mati.
Selama di Indonesia, jejak Run Zeng terlacak di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada 3 Mei 2023. Petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan sebenarnya sudah menahan Run Zeng di perairan utara Jakarta itu. Laporan berbahasa Rusia yang mencatat aktivitas kapal dan pelabuhan milik Rusia sepanjang 2023 menuliskan bahwa Run Zeng ditahan di Tanjung Priok karena sejumlah indikasi pelanggaran. Di antaranya tak bisa menunjukkan sertifikat kapal dan catatan navigasi. Namun, lima bulan kemudian, menurut data Marine Traffic—situs yang mencatat lalu lintas kapal—Run Zeng justru membuang sauh di Pelabuhan Bayah, Banten, dan melanjutkan perjalanan ke Laut Banda, Kepulauan Maluku.
Dua pengusaha perikanan yang mengetahui penyelidikan Run Zeng bercerita, dua kapal besi tersebut digulung lagi oleh petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan di Ambon. Mereka membuat berita acara pemeriksaan. Namun kapal itu ditengarai langsung dilepas sehari kemudian oleh petugas Kementerian.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono membantah kabar bahwa lembaganya melepas Run Zeng. Ia menyebutkan Run Zeng bersandar di Tanjung Priok dan Laut Banda untuk mengurus izin. “Mereka sudah jalan meski prosesnya belum selesai,” ucap Pung saat ditemui di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis, 26 September 2024.
Pung ditengarai mengizinkan Run Zeng terus beroperasi meski dokumen kapal tak lengkap. Nama doktor ilmu kelautan dari Universitas Sam Ratulangi, Manado, itu disebut Gunawan Winarso, pengelola Run Zeng di Indonesia, dalam dokumen persidangan kasus alih muatan ilegal yang ditangani Pengadilan Negeri Tual, Maluku.
Dalam salinan putusan Pengadilan Negeri Tual Nomor 2/Pid.Sus-PRK/2024/PN tertulis, “Pak Ipung yang menyuruh memperbolehkan alih muat kemudian dia yang menangkap.” Pung mengatakan tindakannya merupakan bagian dari strategi penyelidikan untuk menangkap Gunawan dan kapal Run Zeng. “Tidak apa-apa disebut-sebut di persidangan karena tindakan saya di lapangan merupakan teknik membaur dengan pelaku," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Liputan ini merupakan kolaborasi dengan Jaring yang didukung Pulitzer Center. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ayam Busuk di Kapal Rusia"