Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Siapa Budiyanto A. Gani, Distributor Alat Tes Covid-19 Terbesar di BNPB

Budiyanto A. Gani menjadi distributor terbesar alat-alat tes Covid-19 di BNPB. Mengklaim bukan karena dekat dengan Doni Monardo.

13 Maret 2021 | 00.00 WIB

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo (kanan) melakukan inspeksi Mobil Combat COVID-19 untuk melakukan pengujian secara masif, Mei 2020. Dok. BNPB Indonesia
Perbesar
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo (kanan) melakukan inspeksi Mobil Combat COVID-19 untuk melakukan pengujian secara masif, Mei 2020. Dok. BNPB Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Di kalangan pengusaha, Budiyanto A. Gani dikenal dekat dengan Kepala BNPB Doni Monardo.

  • Sekitar 50 persen proyek pengadaan alat uji spesimen Covid-19 di BNPB diberikan kepada PT Trimitra Wisesa Abadi, perusahaan milik Budiyanto.

  • Budiyanto menyangkal jika ia disebut mendapatkan pengadaan di BNPB karena dekat dengan Doni.

DI kalangan pemain alat kesehatan selama pandemi Covid-19, nama Budiyanto lumayan terkenal. Beberapa pengusaha menyebutnya “orang kepercayaan Doni Monardo”, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Mereka yang percaya acap mendatanginya untuk mendapatkan celah masuk ke pengadaan di lembaga ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dengan anggaran Rp 3,3 triliun khusus untuk penanganan pandemi melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, pengadaan alat-alat kesehatan di BNPB lumayan menggiurkan. Di lembaga baru ini, Doni juga menjadi ketua. Hingga Desember 2020, misalnya, nilai belanja alat-alat tes Covid-19 mencapai Rp 871 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Karena anggaran besar itu, banyak pengusaha yang beralih menjadi distributor alat kesehatan. Tak terkecuali Budiyanto A. Gani. Ia mengubah bidang usahanya dari penyedia alat mesin dan infrastruktur menjadi penyalur alat kesehatan pada 22 Maret 2020, sembilan hari setelah pemerintah menyatakan keadaan darurat. “Naluri bisnis,” katanya sewaktu ditemui di restoran Sari Ratu Kitchen di Blok M, Jakarta Selatan, pada Rabu, 10 Maret lalu. “Kalau tidak begitu bisa mati.”

Pandemi, ujar Budiyanto, memukul semua bisnis. Ia baru saja menutup restoran Sari Ratu di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, yang menjadi zona merah karena merawat pasien Covid-19. Ia banting setir menjadi penyalur alat kesehatan karena proyek pemerintah berfokus pada penanganan pandemi. “Walaupun awalnya sama sekali tidak tahu apa itu reagen, apa itu PCR,” tuturnya menyebutkan metode deteksi virus, polymerase chain reaction.

Meski baru menangani alat kesehatan, perusahaan Budi, PT Trimitra Wisesa Abadi, mendapat order mendatangkan alat PCR, reagen, dan media transfer virus yang sangat dibutuhkan Indonesia di awal pandemi. Nilai proyek pertama yang ia dapatkan langsung jumbo: Rp 117 miliar untuk mendatangkan alat PCR merek Intron dari Korea Selatan.

Laman Instagram Sari Ratu Kitchen yang menuliskan kunjungan Letnan Jenderal TNI Doni Monardo pada Juli 2018. Screenshot Instagram @sariratukitchen

Karena penunjukan dengan nilai yang langsung besar itulah para penyalur alat kesehatan acap mendatangi Budiyanto untuk meminta bantuan memperoleh proyek serupa. “Kalau saya bisa, saya bantu,” ucapnya. “Tapi saya bukan pejabatnya.”

Kabar kedekatannya dengan Doni Monardo bukan isapan jempol. Raut muka Budiyanto semringah ketika hubungannya dengan Doni disinggung. Dengan gamblang ia menceritakan pertemanannya dengan mantan panglima Pasukan Pengamanan Presiden berpangkat letnan jenderal itu. 

Syahdan, sebelum mengenal Doni, Budiyanto bermitra dengan Inna Rossaria. Keduanya mendirikan perusahaan jasa perawatan kantor. Namun omzetnya yang hanya Rp 10 juta sebulan membuat mereka menutup usaha itu. Hingga pada 2017, keduanya sepakat membesarkan Sari Ratu, restoran Padang yang didirikan Auwines, ayah Inna, pada 1984 dan memiliki cabang di Malaysia dan Singapura. 

Ketiganya mendirikan PT Inti Nusa Abadi pada 18 Januari 2018. Di perusahaan yang menaungi Sari Ratu ini, Budiyanto menjadi direktur utama dengan saham 60 persen. Sedangkan Auwines menjadi komisaris dan Inna menjabat direktur dengan saham masing-masing 20 persen. Perkongsian dengan Inna ini yang membawa Budiyanto berkenalan dengan Doni Monardo.

Auwines tak lain paman Doni. Istri Auwines adalah adik ibu Doni. Budi bercerita, ia dibawa Inna berkenalan sewaktu Doni menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat pada 2014. Setelah itu, ia tak pernah bertemu lagi hingga Doni pindah ke Ambon menjadi Panglima Komando Daerah Militer Pattimura.

Di Ambon, pada Juli 2015, Doni membuat program “Emas Biru” dan “Emas Hijau” untuk merangkul perbedaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Maluku. Emas Biru berupa program budi daya ikan laut hias. Sedangkan Emas Hijau adalah program pembibitan tanaman bernilai ekonomi, seperti cengkih dan pala. “Saya tertarik karena konsep programnya bagus,” kata Budiyanto.

Budiyanto mengaku punya teman yang berhasil mengembangkan ikan nila di lahannya di Puncak, Bogor, Jawa Barat. Kotoran ikan nila diolah menjadi pupuk. Karena itu, pengetahuan mengelola ikan tersebut ia bawa untuk mengikuti program Doni di Ambon.

Doni, sementara itu, berpindah tugas lagi ke Jawa Barat. Terakhir, ia menempati kursi Kepala BNPB. “Sejak jadi Kepala BNPB belum pernah makan di sini lagi,” ujarnya, menunjuk Sari Ratu. Di akun Instagram Sari Ratu Kitchen, foto Budiyanto dan Doni berpose di teras Sari Ratu diunggah pada 22 Juli 2018.

Budiyanto menyangkal kabar bahwa kedekatan dengan Doni yang membuat ia mendapat proyek pengadaan alat tes Covid-19. Ia mengenal Doni sebagai orang yang pernah tak cawe-cawe dalam pengadaan di tempat-tempat penugasannya. “Pak Doni tidak pernah mengurusi pengadaan, semua diurus deputi logistik,” ucapnya. “Mereka yang kenal Pak Doni pasti tahu karakter beliau. Adik kandungnya saja tidak dibantu, apalagi saya.”

Menurut data penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW), PT Trimitra mendapat penunjukan dengan jumlah merek tes Covid-19 paling banyak. Hingga Desember 2020, setidaknya Budiyanto mendatangkan enam merek dari Cina dan Korea Selatan. Merek tersebut adalah Beaver, Cellpro, Citoswab, Intron, Liferiver, Torax, Toyobo, dan Zybio, dengan nilai pengadaan Rp 427 miliar atau 49,5 persen dari total nilai pengadaan.

Budiyanto Instagram.com/budiag21

Dari semua merek itu, hanya Liferiver, Toyobo, dan Intron yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) berdasarkan surat 20 Oktober 2020. “Patut diduga PT Trimitra memonopoli pengadaan di BNPB,” tutur Wana Alamsyah, peneliti ICW.

Reagen merek-merek tersebut kemudian bermasalah. ICW menemukan banyak alat tes Covid yang dikembalikan rumah sakit dan laboratorium yang ditunjuk sebagai penelisik virus selama Juni-September 2020. Alasan pengembalian macam-macam: reagen tak cocok dengan alat yang ada, alat PCR memasuki masa kedaluwarsa, atau soal kepraktisan. ICW, misalnya, menemukan pengembalian 1.000 unit Intron dari beberapa laboratorium di seluruh Indonesia.

Anehnya, meski ada pengembalian, PT Trimitra tak masuk daftar perusahaan yang diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan pada Oktober 2020. Audit BPKP berfokus pada tujuh perusahaan yang memasok reagen tapi dikembalikan karena tak cocok.

Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Prasinta Dewi juga menyangkal informasi bahwa Intron adalah salah satu merek reagen dan alat PCR yang bermasalah dan dikembalikan rumah sakit daerah. “Intron tidak ada keluhan atau pengembalian ke kami,” katanya.

Ihwal Intron yang tak direkomendasikan WHO, Prasinta menyebutkan PT Trimitra sudah melewati validasi. PT Trimitra, dia menerangkan, adalah salah satu perusahaan yang lolos validasi karena terbukti bergerak di bidang pengadaan alat kesehatan. “Kalau, misalnya, syaratnya tidak memenuhi, tidak akan kami lanjutkan,” ujar Prasinta.

Adapun BPKP membenarkan informasi bahwa mereka tak mengaudit Trimitra meski ada merek yang dikembalikan dan tak masuk rekomendasi WHO, yang menjadi syarat pengadaan di BNPB. “BPKP hanya melaksanakan tugas evaluasi yang diminta pihak terkait,” ucap Kepala Biro Hukum dan Komunikasi BPKP Eri Satriana.

Ketika disinggung lagi ihwal kedekatannya dengan Doni Monardo, Budiyanto A. Gani mengatakan, “Setiap orang punya orang dekat, yang membuat dia nyaman, dia percaya.” Adapun Doni meminta semua keterangan tentang hubungannya dengan Budiyanto tak dikutip. “Saya tidak mengurusi pengadaan,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Erwan Hermawan dan Riky Ferdianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dominasi ala Budi"

Hardian Putra Pratama

Hardian Putra Pratama

Redaktur Bahasa Tempo

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus