Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Banyak laboratorium di daerah mengembalikan alat uji spesimen Covid-19 karena tak kompatibel dengan alat mereka
BPKP menemukan ada tujuh perusahaan pengadaan alat uji spesimen corona bermasalah, salah satunya PT Mastindo Mulia, perusahaan milik Prajogo Pangestu
Dari 500 ribu alat uji spesimen corona yang didatangkan Mastindo, sekitar 90 persen tidak terpakai karena tak kompatibel dengan lab
CARA pemerintah, terutama Menteri Kesehatan, menyepelekan virus corona berimbas pada cara negara menghadapi pandemi ketika makhluk renik itu mulai memasuki Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana lalu mengambil alih penanganannya, termasuk pengadaan alat deteksi virus atau reagen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti masker dan alat pelindung diri, reagen untuk mendeteksi virus langka saat pandemi menyebar ke seluruh dunia pada Maret-April 2020. Semua negara berebut alat-alat kesehatan yang berhubungan dengan pandemi. Situasi darurat ini menjadi alasan pemerintah Indonesia membeli reagen apa saja yang tersedia. Belakangan, pengadaan tanpa tender itu bermasalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada April-Agustus 2020, lebih dari 300 ribu alat deteksi virus dikembalikan rumah sakit dan laboratorium karena tak bisa dipakai. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mensinyalir ada kerugian negara akibat pengadaan grasa-grusu ini. “Barangnya kami tarik,” kata Kepala BNPB Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia Doni Monardo pada Kamis, 11 Maret lalu. Doni ditemani sembilan anak buahnya ketika wawancara berlangsung di kantornya di lantai 10 gedung BNPB, Jakarta.
Berapa banyak alat uji spesimen Covid-19 yang tak berfungsi?
Audit BPKP menemukan 473.984 unit reagen merek Sansure dari Tiongkok yang tidak bisa dipakai laboratorium. Saya tanya ke mereka, apakah benar barang tidak berguna? Rupanya, hanya beberapa laboratorium yang enggak bisa pakai.
Mengapa?
Mungkin alat laboratorium enggak cocok dengan reagen atau persoalan sumber daya manusia. Laboratorium yang tak cocok alatnya kami tarik, lalu kami distribusikan ke laboratorium yang cocok. Reagen yang tak dikembalikan dimanfaatkan dinas kesehatan daerah masing-masing. Artinya, tidak ada barang yang terbuang sia-sia. Semua biaya penarikan ditanggung perusahaan penyedianya.
Dua pekan lalu, kami mengecek gudang BNPB di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Reagen Sansure masih menumpuk….
Prasinta Dewi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB: Sudah tidak ada. Sudah kosong.
Ada juga yang tak terpakai tapi tak diambil BNPB….
Kalau masih ada, harus segera diinformasikan.
Kenapa memilih merek Sansure?
Kami enggak mengerti. Kami baru tahu setelah ada pemeriksaan BPKP. Kami pikir semua merek sama.
BNPB tak meminta laboratorium mengirim spesifikasi alat mereka untuk mencari reagen yang cocok?
Di awal pandemi, semua masih bingung. Mana sempat bertanya? Tiap hari ada permintaan barang ini dari semua laboratorium.
Sebetulnya tidak hanya karena reagen tidak cocok dengan alat yang ada, banyak yang menjelang kedaluwarsa, seperti alasan Universitas Airlangga….
Prasinta Dewi: Reagen memang enggak tahan lama, paling lama setahun. Laboratorium juga belum tentu langsung memakainya ketika terima.
Bukan karena penyedianya teman Anda? Pemilik PT Trimitra Wisesa Abadi terkenal dekat dengan Anda. Atau PT Mastindo Mulia, yang menjual Sansure, milik pengusaha Prajogo Pangestu….
Pengadaan di BNPB terbuka untuk umum. Setiap penyedia yang memiliki produk sesuai dengan spesifikasi bisa ditunjuk sebagai penyedia. Barang yang tidak sesuai kemudian dikembalikan ke pemasoknya. Atau jika harga terlalu mahal akan dikembalikan uangnya. Begitu perjanjiannya.
Egi Massadiah, tenaga ahli BNPB: Mastindo itu awalnya menyumbang, lalu pengadaan. Awalnya menyumbang 50 ribu, lalu pengadaan 500 ribu.
Tetty Saragih, Inspektur Utama BNPB: Tim kami menemukan di daerah reagen Sansure tidak bisa dipakai. Setelah audit, Mastindo mengembalikan uangnya sekitar Rp 7 miliar.
PT Trimitra mendatangkan merek apa?
Prasinta Dewi: Intron.
Kami cek merek ini tak direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO)….
Prasinta Dewi: Sudah ada uji validasi, persyaratan ada. Kalau tidak ada di WHO, BPKP akan mengauditnya.
Pemilik PT Trimitra, Budiyanto Gani, punya usaha bersama adik sepupu Anda. Apa benar Anda kenal dekat?
Soal ini sangat sensitif. (Doni menjawab pertanyaan-pertanyaan soal hubungannya dengan Budiyanto tapi menolak ucapannya dikutip). Saya tidak pernah terlibat dalam pengadaan barang dan jasa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo