DON Corleone, capo di tutti capi, bos dari semua bos mafia, marah karena putranya tidak hati-hati bicara dan menunjukkan kekurangkompakan keluarga dalam sebuah perundingan dengan seorang musuh dan pesaing. Di celah yang ditunjukkan si anak itulah memang kemudian keluarga Corleone dicoba dihantam. Itulah cerita dari karya Mario Puzo dalam buku The Godfather. Bermulut kurang hati-hati memanglah suatu sifat yang membahayakan. Tak cuma dalam perundingan. Kita harus mengkritik, tetapi mengapa harus dengan makian? "Aku tak suka kau pakai baju hijau itu. Kau kelihatan jelek," kata seorang suami mengkritik dandanan istrinya. Akibat pernyataan seperti itu, perang dingin selama seminggu. Padahal, bila komentar itu diucapkan dengan nuansa yang lain, ia bisa malah produktif. Misalnya: "Aku lebih senang kau memakai gaun merah jambu yang kemarin dulu. Kau kelihatan cantik dengan pakaian itu." Ada sebuah buku bagus. How to Talk to Children So They Will Listen, and How to Listen to Children So They Will Talk. Judul yang panjang, memang. Dan Anda pikir itu tak ada hubungannya dengan manajemen? Justru itulah manajemen. Karena manajemen di dasari komunikasi, dan tak bisa berjalan tanpa komunikasi. Cobalah Anda ganti kata children pada judul buku di atas dengan kata employees (karyawan), maka Anda akan memperoleh sebuah buku bagus tentang manajemen. Berapa sering Anda menghadapi masalah dengan karyawan karena ketidakmampuan berkomunikasi? Dan berapa sering pula karyawan menghadapi masalah dengan Anda karena ketidakmampuan berkomunikasi? Tiba-tiba Anda merasa tidak diberi informasi ketika karpet di ruang penerimaan tamu diganti. Lalu Anda bertanya kepada bawahan mengapa Anda tak diberi tahu. "Kami tadinya mengira bahwa Bapak tak perlu diberi tahu tentang urusan seremeh ini," jawab bawahan Anda. Under-communication, tentu saja keliru. Tetapi, siap jugakah Anda dibanjiri segala macam tetek bengek? Anda marah bila merasa tidak memperoleh informasi yang cukup dari bawahan Anda. Dan perasaan yang sama juga dirasakan oleh bawahan Anda bila mereka merasa tak cukup mendapat informasi tentang hal-hal yang Anda lakukan. Baru-baru ini seorang teman menyatakan diri keluar dari pekerjaannya. Apa alasannya? "Komunikasi saya dipotong oleh atasan saya," katanya memberi alasan. Yang terjadi adalah begini: seorang klien merasa keberatan atas kebijaksanaan yang diterapkan teman saya itu. Atasan lalu mengambil inisiatif mengumpulkan para klien dan mendengarkan keluhan mereka dalam suatu fact finding mission. Dan semuanya itu dilakukannya tanpa diketahui bawahannya. Dapat dimengerti bila sang bawahan lalu merasa bahwa ia tak diperlukan lagi. Sekalipun atasan berhak melakukan itu untuk menyelamatkan bisnisnya, ia sebenarnya dapat melakukannya dengan cara lain yang lebih elegan. Menjadi atasan memang tidak mudah. Di mana sebenarnya ia harus berdiri? Di atas kepentingan karyawannya? Atau di atas kepentingan kliennya? Jelas, ia harus berada di atas semua kepentingan itu secara berimbang. Goenawan Mohamad, misalnya, pernah marah kepada temannya sendiri yang telah memburukkan wartawan TEMPO. "Kamu kalau kirim wartawan mewawancarai saya jangan yang kelas empat, dong," keluh teman itu. Goenawan menjawab, "Di TEMPO tak ada wartawan kelas empat. Yang nomor dua saja tak akan diterima." Kasus semacam itu akan sering terjadi. Terlalu banyak pejabat yang hanya mau diwawancarai oleh pemimpin redaksi. Dan gejala itu kemudian menular ke swasta yang untuk setiap konperensi pers selalu menghendaki kehadiran pemimpin redaksi. "Kalau semua maunya begitu," kata Goenawan pada suatu ketika, "apa ya masih perlu punya anak buah?" Kebiasaan memakai jalan pintas untuk menerobos sesuatu sudah menjadi kebiasaan. Orang sering bangga karena mampu memanfaatkan jalan pintas. Tetapi, haruslah selalu diingat bahwa jalan pintas bukanlah jalan yang mulus. Bahaya yang paling jelas dalam manajemen adalah deteriorisasi komunikasi. Seorang klien menelepon bos karena tak tahan menghadapi penagihnya yang terus-menerus datang. Padahal, klien itu adalah teman baik bos. Apa yang dilakukannya? Bila ia memberi konsesi kepada temannya itu untuk menunda pembayaran, ia hanya akan menciptakan preseden yang akan melemahkan semangat kerja karyawan bagian penagihan. Sebaliknya, bila mentah-mentah ditolak, ia tidak saja akan kehilangan klien,tetapi juga seorang teman. Dan inilah keputusan dia. "Jangan elakkan tagihan anak buah saya karena utang Anda sudah jatuh tempo. Kalau ada kesulitan dana, Anda boleh pinjam dari saya secara pribadi." Sebuah pemecahan yang manis, bukan? Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini