Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Quran Dalam Kupon Buntut

Arab Saudi melarang semua koran/majalah berbahasa Arab (umumnya memuat ayat quran/hadis) dibuang kesampah. Di Blora 4 orang divonis penjara karena menggunakan kertas Quran untuk judi buntut. (ag)

22 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDA tak akan bisa membuang kertas sembarangan, bila ia sobekan atau bagian dari kitab Quran. Anda bahkan tak bisa membuang sobekan koran atau majalah yang ada tulisan Arabnya -- kalau-kalau tulisan Arab itu petikan ayat Quran. Bahkan, untuk lebih berhati-hati, Anda sebaiknya tidak membuang kertas tercetak apa pun yang ada tulisannya Allah, alhamdulillah, inna lillah, atau semacam itu, bahkan dalam huruf Latin. Berlebih-lebihan? Tidak. Di Arab Saudi sebuah maklumat dikeluarkan oleh pemimpin otoritas tertinggi keagamaan, Syekh Bin Baz, Senin pekan lalu, yang melarang semua koran dan majalah berbahasa Arab (misalnya dari kantor-kantor) dibuang ke tempat sampah. Larangan yang diumumkan Menteri Dalam Negeri itu mengambil alasan: umumnya koran-koran Arab. memuat ayat Quran atau hadis Nabi. Bisa dibayangkan, memang, bila -- di Indonesia, khususnya -- kertas-kertas ber-Quran itu dimanfaatkan oleh para tukang kumpul, dan akhirnya menjadi pembungkus tahu goreng atau malah ganjal ini ganjal itu. Bisa berabe, setidak-tidaknya bagi orang yang terakhir menggunakannya. Apalagi bila kertas itu dipakai untuk menuliskan nomor-nomor kode judi buntut. Itu terjadi di Blora, Jawa Tengah, baru-baru ini. Kertas-kertas Quran, yang rupanya apkiran dari satu percetakan kitab suci, dipakai bagian belakangnya (yang kosong) untuk menulisi nomor-nomor buntut dalam kotak-kotak, menjadi kupon-kupon berukuran sekitar 10 X 15 cm. Itu disita dari rumah bandar judi SSB (Sumbangan Sosial Berhadiah) di Blora akhir tahun lalu. Dan Kamis pekan lalu empat orang dijatuhi hukuman oleh pengadilan negeri setempat. Oei Sie Hok, 47, dari Solo, yang terbukti telah membuat kupon dengan kertas ayat-ayat itu, mendapat dua tahun penjara. Gunarso alias Ne Win, 54, bandarnya, satu tahun. Sedangkan Mugi bin Kartowagiyo, 55, dan Oei Kiong Hwat, 66, mendapat sepuluh dan delapan bulan. Sie Hok, di pengadilan, mengaku tahu bahwa kertas-kertas yang dipakainya itu semuanya berjumlah 5 kg dari 40 kg yang katanya dibelinya di Pasar Legi, Solo -- bertulisan Arab. Tapi ia bersumpah: ia mengiranya hanya arsip saja, atau bahan pelajaran sekolah yang tidak terpakai dan karenanya dijual dengan murah. Begitu pun para terdakwa (kemudian terhukum) yang lain. Majelis Hakim agaknya tidak percaya. Dalam pertimbangan keputusannya, Ketua Majelis M. Soedarsono, S.H. menyatakan para terdakwa "secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja" menodai agama Islam -- meskipun, di antara hal-hal yang meringankan tertuduh, perbuatan itu tidak terpikirkan punya akibat sejauh itu. "Dia baru kaget setelah ada pengaduan," kata Ketua. Banyak yang heran, memang: bagaimana mereka bisa tidak tahu -- kalaupun, teoretis, pengakuan mereka benar. "Baru tulisan Arab saja, bagi orang Jawa sudah dianggap keramat," kata H. Sahlan Royidi, Ketua Majelis Ulama Jawa Tengah. Dan tentunya para terhukum itu bukan orang-orang terasing dari saudara-saudaranya yang kebetulan pribumi. Malah tokoh yang juga ketua Muhammadiyah Jawa Tengah itu berpikir, jangan-jangan mereka telah memakai kertas-kertas Quran itu dengan sengaja -- misalnya, supaya laris. Wallahualam. Di kalangan santri, pengeramatan tulisan Arab (termasuk yang ada di majalah Arab bergambar Madonna, tentunya) sudah berkali-kali "diluruskan" sebagai hanya akibat kebodohan. Tapi, tak heran. Quran 'kan bertulisan Arab, sedang di Quran ada ayat, "Tidak disentuh (Quran ini) kecuali olch mereka yang suci". Itulah sebabnya separuh orang Islam tak mau memegang kitab itu tanpa wudu. Memang, separuh yang lain yakin bahwa yang "tidak disentuh" dan seterusnya itu adalah Quran waktu ada di Loh Mahfuzh, "sebelum turun ke bumi", sementara "mereka yang suci" adalah para malaikat, bukan setan. Pokoknya, bukan Quran yang tercetak itu. Toh, tidak berarti kedua kalangan itu berbeda dalam penghormatan kepada Quran selain soal wudu. Apalagi karena ada hadis yang menuturkan bahwa Nabi, setiap masuk ke kamar kecil, selalu melepas cincinnya bila kebetulan beliau pakai. Cincin itu cincin stempel, dari perak, bertulisan Muhammad, Rasul, Allah, dalam tiga baris. Itulah sebabnya Anda tak akan mendapati seorang ibu haji yang memakaikan kalung bertulisan Allah di leher anaknya. Bikin repot. "Menaruh gelas di kitab Quran saja sudah bisa dianggap merendahkan," kata K.H. Ghozali Sahlan, Ketua MU DKI Jakarta. Karena itu, koran, majalah, undangan, surat, dan lain-lain yang ada kata Allah-nya, walau dalam tulisan Latin, sebaiknya jangan diloakkan atau dipakai yang tidak semestinya, katanya. Sebab, yang keramat bukan huruf Arabnya. Jadi, dibakar saja. Atau disobek -- dihilangkan -- bagian-bagian yang "gawat", kalau akan dimanfaatkan. Apalagi sekarang sudah ada alat penghancur dokumen, 'kan? Bahwa sebuah percetakan tidak melakukan pembakaran, misalnya, untuk sisa-sisa pencetakan Qurannya (kecuali kalau kecolongan), itu memang juga suatu soal. Bagi K.H. Hasan Basri, Ketua Umum MUI, soalnya agak lebih mudah. Kalau sekadar menjual ke tukang loak, ah, tidak apa-apa, katanya -- asal itu bukan lembaran Quran lama, misalnya, melainkan majalah dan sebangsanya. Dalam hal ini Ketua MUI itu agak berbeda dengan ketua para ulama Saudi tadi. Eh, tapi tokoh Saudi itu tidak bicara soal meloakkan. Apa kata Arab untuk loak, coba? Syu'bah Asa Laporan Syahril Chili (Yogyakarta) Suhardjo Hs. (Jakarta), AP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus