LAGI-lagi rampok. Kali ini malah terasa keterlaluan. Selain harta dijarah, korban pun dilukai, dibuat cacat, dan malah dibunuh. Nenek Murtiayah, 80, sesepuh yang sangat dihormati di Desa Siwalankerto, Surabaya, Selasa pekan lalu ditemui sudah menjadi mayat. Ia terbunuh di siang hari, dan perhiasannya, berupa cincin, kalung, dan giwang, serta sejumlah uang lenyap dari tempatnya. "Uang Rp 25 ribu milik masjid juga ikut digondol," ujar Kiai Abdur Rasyid, 85, suami korban, dengan trenyuh. Kawanan perampok, yang diduga terdiri dari tiga orang, agaknya memanfaatkan lengangnya suasana siang hari. Semenjak subuh, suami nenek itu dan semua petani lain berada di sawah karena sedang musim menanam padi. Warga yang lain, terutama prianya, tentunya sedang pergi ke kantor. Kawanan rampok praktis tak mengalami kesulitan saat menyatroni Murtiayah. Lalu di Desa Yomin Timur, Cikampek, Jawa Barat, sekawanan rampok telah pula menjarah kampung. Kamis malam, 6 Maret itu, mereka menjadikan rumah Arma, 52, sebagai sasaran. Mereka agaknya memang betul-betul brutal dan berdarah dingin. Tengah malam itu Doyeh, 50, istri Arma, masih menjahit. Samar-samar ia seperti mendengar langkah-langkah kaki, dan tak lama kemudian pintu rumahnya ada yang mengetuk. Doyeh menuju ke pintu dan membukanya perlahan-lahan. Yang kemudian terjadi sungguh di luar dugaan. Begitu pintu dibuka, beberapa sosok bayangan menerjang dan menyabetkan golok berkilat ke kepala Doyeh. Korban langsung terkapar luka parah. Arma, sang suami, terbangun mendengar suara ribut-ribut. Belum sempat bereaksi,'ia sudah dikelilingi beberapa sosok bertubuh kekar dan menakutkan. Ia disuruh mengangkat tangan. Begitu tangan diangkat, senjata tajam berkelebat dan pergelangan tangan kiri Arma putus, jatuh ke lantai. Anyi, anak Arma, tak luput dari sasaran. Lengan kanan, bibir, dan dahinya juga diayuni golok. Masih untung dia, juga Arma dan Doyeh, tak mati. Yang keterlaluan, orang-orang yang agaknya berhati beku ini pun menganiaya Nani anak Amji yang baru 2 1/2 tahun. Kedua telinga gadis cilik itu dikerat dengan golok, karena di situ tergantung anting emas setengah gram. Mendengar ada perampokan di desanya, Daruhman, 70, langsung bereaksi. Kakek ini memang dikenal sebagai jago silat. Dia sempat menggertak, agar perampok jangan lari, sembari menyorotkan lampu senternya. Penjahat, bukannya takut, malah balas menyorot wajah Durahman dengan senter yang lebih terang. Lalu, terdengar suara bedil dikokang dan tak lama, "Dor!" Betis jago tua itu kena sambar. Si jago silat tak berdaya. Bahkan, massa, yang tadinya hendak merangsek untuk melakukan pengepungan, kontan surut ke belakang. Dengan tenang, penjahatnya membawa rampasan berupa puluhan gram emas dan ratusan ribu rupiah. "Melawan bedil, mana kami kuat?" tutur seorang penduduk, putus asa. Polisi yang datang pagi harinya menemukan dua butir peluru senjata api laras panjang yang masih utuh. Peluru tadi agaknya terjatuh sewaktu penjahat melarikan diri. Sedangkan selongsong peluru yang ditembakkan -- dan mengenai kaki Durahman entah terpental ke mana. Kapolwil Purwakarta, Kolonel Drs. Afandi, merasa gregetan juga mendengar peristiwa yang menimpa Arma seanak cucu. Penyidikan kini terus dilakukan. Sumber TEMPO menduga, pelakunya adalah komplotan terdiri delapan orang yang beberapa waktu lalu memang sering malang melintang menyatroni penduduk di Karawang dan Cikampek. Dan entah kelompok mana pula yang belakangan ini mengganggu ketenteraman daerah Wonogiri, Surakarta. Seperti kawanan yang di Surabaya dan Cikampek, kawanan yang ini pun tak kalah sadistis. Selain menggasak sekitar 75 gram emas dan uang Rp 150 ribu, awal Maret lampau, juga menghabisi nyawa Nyonya Tinah, 53. Di leher istri kepala dukuh Karang, Desa Jeblogan, Wonogiri, itu terdapat luka seperti kena tusukan linggis. Dan di tubuhnya ada pula goresan bekas pedang: Suami korban, Tokarno, yang sempat diacungi pedang, untungnya selamat. Ia nekat lari dan menghubungi tetangga. Bisa jadi, Tinah menjadi sasaran kemarahan karena suaminya bisa lolos. Mungkin situasi ini menyebabkan perampok terburu-buru takut Tokarno keburu mengontak tetangga. Tak lama kemudian penduduk memang berdatangan. Tapi kawanan rampok sudah keburu lari, sembari membawa jarahan tambahan berupa jam beker dan sebuah radio. Sebelumnya, Februari lalu, kabarnya ada dua korban lain, keduanya perempuan pula, yang tewas oleh kekejaman penjahat. Mereka adalah Nyonya Sartini dari Desa Purwantoro, dan Nyonya Sarmini dari Desa Kiswantoro -- dua desa di Wonogiri. Tentu saja Kapolres Wonogiri, Mayor Sahala Nainggolan, merasa geram. Apalagi hingga pekan lalu jejak perampok -- pembunuh ini belum tercium sama sekali. Sama dengan pelaku perampokan di Cikampek. Baru untuk kasus pembunuhan Murtiayah, di Surabaya itu, polisi sudah menangkap dua tersangka. Yaitu Roikan, 19, dan Joko, 34. Keduanya kuli bangunan. Sedang teman mereka yang satu lagi, Marsan, kini terus dicari. Menurut Kolonel Hartantyo, Kapolwiltabes Surabaya, penjahat kini agaknya memang jeli melihat kesempatan. "Mereka tidak hanya bergerak malam hari. Siang pun, kalau ada yang lengah, sikat," ujarnya kepada TEMPO. Dan sinyalemen Kapolda Jawa Tengah, Mayjen M. Sanoesi, bulan lalu tampaknya seperti meramalkan, "Perampok tampaknya kini makin bertambah kejam dan sadistis." Mudah-mudahan ini tak tinggal sinyalemen, tapi disertai tindakan pengusutan dan pencegahan yang nyata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini