MEMASUKI Pasaraya Sarinah Jaya di Jakarta sekarang, rasanya, bagai berada di kawasan Pecenongan malam hari. Aroma masakan Cina segera tercium begitu tiba di pintu gerbang yang berhampiran dengan kios Bakmi Hong Kong. Suasana pecinan jadi terasa lebih dekat, jika dapur di restoran Sichuan di dalam sedang sibuk. Tapi dari lantai bawah itu, tercium juga aroma soto, bercampur baur dengan gelak tawa anak-anak muda di kafe. Sarinah Jaya kini kembali berdenyut. Luka dan hilangnya kesempatan akibat kebakaran, di sore hari bulan Oktober 1984 lalu, seperti tak ada bekasnya ketika, pekan ini, pasar di atas tanah 40.000 m2 di Blok M, Kebayoran Baru, itu diresmikan dengan upacara meriah. Abdul Latief, pemilik dan pengelolanya, tentu punya alasan kuat memperkenalkan masakan Cina di situ, sekalipun dia dikenal sebagai pemeluk Islam. Juga dengan pertimbangan bisnis, agaknya, fasilitas gunting rambut, mandi sauna, tempat pijit, dan kesegaran jasmani disediakan di situ. Komplet memang Sarinah Jaya menyediakan pelbagai macam kebutuhan. Di toko besar dengan banyak lorong dan tempat menjajakan barang, yang suka menyesatkan pembelanja itu, Abdul Latief menyediakan sekitar 150 ribu grup mata dagangan. Pengusaha yang dibesarkan di Roxy, Jakarta, itu menginginkan tokonya kelak jadi tempat berbelanja sekali singgah (one stop shopping) dan jadi pusat mode di Jakarta. "Segala kebutuhan keluarga akan kami sediakan di sini, dari keperluan anak, ibu-bapak, sampai nenek dan kakek," katanya. Tapi tidak semua mata dagangan itu ditanganinya sendiri. Karena kurang menguasai teknik menjual -- dan yang penting: demi menghemat dana -- usaha menjual kosmetik, soto betawi, atau empek-empek misalnya, diserahkan kepada orang lain. Dan Abdul Latief, penyedia sarana berjualan, mendapat semacam komisi. "Besarnya tidak sampai 20%," katanya. Menurut pengakuan dia, kerja sama semacam itu, "Hasilnya sekitar 27% dari total penjualan." Bantuan bank dan kecerdikan Abdul Latief mengelola uang tunai ratusan juta setiap hari, tentu, berperanan besar dalam mendorong kemajuan Sarinah Jaya -- yang dimulai dengan usaha menjual pelbagai hasil kerajinan 12 tahun lalu. Sesudah membuka cabang di Pluit dan Pasar Baru, sebentar lagi, cabangnya di dekat terminal bis Manggarai akan dibukanya. Toh, akibat kebakaran, dia mengaku mundur dua tahun. Sarinah Jaya mungkin bisa digolongkan pengecer besar di sini. Di toko itu pula Abdul Latief bisa menggelar produksi usahanya di bidang pakaian jadi dan mebel. Acungan jempol layak bagi pengusaha ini: dia tak sayang mengeluarkan uang untuk menimba pengetahuan dari konsultan Sears Roebuck, pengecer terbesar di Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini