Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berita Tempo Plus

’Virus Jihad’ Warisan Noor Din

Polisi dan aparat keamanan harus mampu menangkal terorisme sejak dini. Program deradikalisasi masih belum cukup.

28 September 2009 | 00.00 WIB

’Virus Jihad’ Warisan Noor Din
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NOOR Din M. Top dipercaya tewas ditembak tapi ancaman teror tak mati bersamanya. Menjadi buron hampir sewindu, pria asal Malaysia itu menyisakan sejumlah warisan: jaringan yang kuat, cair, menyebar, mampu menyerang, dan diduga sudah terkoneksi dengan jaringan internasional.

Sejumlah tersangka teroris yang tertangkap memberikan gambaran tentang basis perekrutan kelompok ini, yakni teman, teman dari teman, kerabat, dan bahkan pekerja mereka. Itu sebabnya selalu saja muncul nama baru. Amir Abdillah, Saefudin Jaelani, Syahrir, atau Ibrohim sebelumnya hampir tak pernah muncul di media, hingga pengeboman Marriott dan Ritz-Carlton. Nama-nama baru inilah yang diduga mengorbankan remaja belasan tahun—Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana—dalam aksi bunuh diri pada 17 Juli lalu.

Pelarian sewindu Noor Din, cerita heroiknya yang terbangun di media massa, dan kematiannya di ujung peluru polisi juga bisa menjadikan pria itu pahlawan bagi kelompoknya. Ia akan disebut ”syuhada”, martir yang membela agama hingga akhir hayat. Ini bisa memotivasi anggota kelompoknya untuk melakukan serangan balasan.

Pernyataan Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri benar: tidak perlu ada euforia atas tertembaknya Noor Din. Polisi dengan peranti intelijennya perlu segera membuat strategi jitu untuk menangkal terorisme sejak dini tanpa melanggar hak asasi manusia. Strategi untuk mencegah narapidana kasus terorisme kembali terlibat kasus serupa, dan strategi untuk membendung meluasnya radikalisme di kalangan yang bersimpati kepada gerakan ”jihad salah kaprah” ini.

Penjara terbukti tidak cukup mangkus buat menyadarkan terpidana teroris. Bagus Budi Pranoto alias Urwah hanya salah satu contoh. Dibui tiga setengah tahun hingga 2007 karena menyembunyikan Noor Din dan kolega Malaysianya, Dr Azahari Husein, ia tetap bergabung dengan kelompok ini begitu keluar dari penjara. Ia lalu diduga terlibat dalam pengeboman Marriott dan Ritz-Carlton. Pria 31 tahun ini akhirnya tewas ditembak polisi, bersamaan dengan penembakan Noor Din. Hingga kini, hampir lima ratus orang ditangkap—sebagian besar diadili dan dihukum, sebagian lain dibebaskan.

Polisi memang telah melakukan program yang disebut deradikalisasi: mereka menjalin hubungan personal, termasuk membantu secara finansial, bekas narapidana terorisme. Itu pun tidak semua bekas narapidana bersedia menjalin hubungan dengan polisi, yang kerap mereka sebut sebagai thaghut—setan besar. Strategi yang lebih terstruktur dan melembaga harus dibuat untuk menghadapi persoalan ini.

Di bagian hulu, penyebaran radikalisme perlu memperoleh perhatian. Kita tahu, demokrasi membuka keran lebar-lebar bagi sirkulasi pelbagai buku, cakram padat audio-video, atau media lainnya. Buku terjemahan dan video ”fatwa” Usamah bin Ladin yang menyerukan serangan, misalnya, gampang ditemukan di lapak kaki lima. Noor Din dan kelompoknya, menurut anggota yang ditangkap, bahkan memanfaatkan buah demokrasi yang mereka musuhi ini. Kelompok itu memiliki percetakan untuk menyebarkan paham radikal sekaligus menjadikannya sebagai sumber keuangan.

Tak perlu mengekang kembali kebebasan berpikir dan berpendapat. Perangkat keamanan hanya perlu memasang ”sistem peringatan dini” pada penerbitan penyebar paham radikal.

Usaha itu tentu saja tak otomatis menghentikan teror sama sekali. Namun, diharapkan menguranginya sampai titik terendah. Noor Din tewas ditembak, tapi pekerjaan menangkal terorisme masih menumpuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus