Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Gara-gara wabah PMK, program ketahanan pangan Pabowo bisa buyar.
Hingga akhir 2024, Kementerian Pertanian mencatat lebih dari 14 ribu hewan ternak terinfeksi di 11 provinsi.
Eksportir daging sapi dan produk olahan susu berpotensi kehilangan pasar di luar negeri.
KEMBALI merebaknya penyakit mulut dan kuku hewan ternak di Tanah Air menjadi ancaman serius bagi cita-cita swasembada pangan. Berbagai program prioritas yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto, seperti ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat, berisiko buyar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga akhir 2024, Kementerian Pertanian mencatat setidaknya lebih dari 14 ribu hewan ternak terinfeksi di 11 provinsi. Dari jumlah itu, lebih dari 300 ternak mati atau terpaksa disembelih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ironisnya, wabah ini adalah kejadian berulang. Penyakit yang disebabkan oleh Aphthovirus ini pernah menghantui Indonesia pada 1980-an, tapi dapat diberantas pada 1990. Kini ia kembali, seolah-olah ingin menunjukkan bahwa kita lengah menjaga capaian masa lalu.
Indonesia telah dinyatakan bebas dari penyakit mulut dan kuku ternak oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) selama lebih dari tiga dekade. Status itu hilang setelah kasus penularan pertama terdeteksi pada April 2022. Sejak saat itu, upaya pengendalian penyakit mulut dan kuku ternak tampak gagap dan tak terkoordinasi dengan baik.
Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, upaya penanganan wabah ini terkesan setengah hati. Vaksinasi baru digencarkan setelah penyakit menyebar luas. Anggaran kesehatan hewan yang semestinya menjadi prioritas justru minim alokasi. Belum lagi rantai distribusi vaksin yang kerap tersendat, terutama di daerah pelosok. Bukan hal mengejutkan jika penyebaran penyakit ini kembali meluas.
Penyakit mulut dan kuku bukan sekadar isu kesehatan ternak. Ia adalah bom waktu ekonomi buah tidak becusnya Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Risiko kerugian yang ditimbulkan tak main-main: tingkat produksi daging menurun, harga-harga melambung, dan peternak menjerit karena kehilangan ternak. Rakyat kecil harus membayar lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan protein harian.
Ancaman lain: hancurnya reputasi Indonesia di pasar internasional. Negara-negara mitra dagang pasti mencatat kasus ini. Eksportir daging sapi dan produk olahan susu berpotensi kehilangan pasar di luar negeri karena kekhawatiran terhadap kualitas dan keamanan produk. Jangan lupa, sektor ini adalah salah satu penyumbang penting devisa negara. Urusan pangan adalah soal kepercayaan, dibutuhkan waktu lama untuk membangun kembali reputasi itu jika hancur.
Selain melakukan penanganan yang serius dan menyeluruh, pemerintah harus segera memperbaiki regulasi. Biang keladi masalah ini adalah longgarnya aturan impor hewan dan daging sapi. Praktik impor ilegal, karantina ala kadarnya, hingga minimnya pengawasan terhadap lalu lintas ternak di daerah menjadi celah besar bagi masuknya penyakit ini.
Reformasi menyeluruh terhadap regulasi impor mutlak diperlukan. Proses karantina harus diperketat, bahkan mesti ada audit mendalam terhadap perusahaan yang terlibat dalam perdagangan ternak dan daging sapi. Mereka yang mendorong pelonggaran regulasi impor juga pantas diperiksa.
Hal yang tak kalah penting adalah transparansi. Masyarakat berhak tahu sejauh mana wabah ini telah menyebar, berapa banyak hewan yang terinfeksi, dan apa langkah nyata pemerintah. Persoalan ini tak boleh tenggelam di tengah hiruk-pikuk politik. Jika sektor peternakan kolaps, dampaknya akan menjalar ke berbagai aspek lain, termasuk stabilitas harga pangan dan daya beli masyarakat. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pun mandek, bahkan bisa anjlok.
Prabowo dengan latar belakang militernya memang dikenal tegas dan taktis. Tapi perang melawan penyakit mulut dan kuku ternak membutuhkan lebih dari sekadar strategi militer. Sebagai presiden, dia harus berani memperbaiki sistem yang selama ini rapuh.
Jika wabah ini tidak ditangani dengan serius, janji swasembada pangan akan menjadi mimpi kosong dan kita terus terjebak dalam pusaran ketidakpastian. ●