Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Penularan PMK Akibat Vaksin Kedaluwarsa

Vaksinasi PMK di sejumlah daerah belum efektif. Jutaan dosis vaksin terancam kedaluwarsa. 

26 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas menyiapkan vaksin cavac penyakit mulut dan kuku untuk disuntikkan ke sapi ternak di Peternakan desa Jatisura, Cikedung, Indramayu, Jawa Barat, 7 Januari 2025. Antara/Dedhez Anggara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Kementerian Pertanian meminta pengusaha membantu vaksinasi peternakan rakyat.

  • Banyak vaksin yang tak terpakai karena kekurangan tenaga vaksinator.

  • Rendahnya angka vaksinasi memicu penyebaran kembali PMK.

SEBULAN sebelum kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) meledak kembali di beberapa daerah pada Desember 2024, Direktur Jenderal Peternakan Hewan Kementerian Pertanian Agung Suganda memanggil sejumlah pengusaha penggemukan sapi impor atau feedlotter. Ketika itu, kata Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternak Sapi Indonesia (Gapuspindo) Joni Liano, pemerintah meminta pengusaha membantu pemberian vaksin PMK ke peternakan sapi rakyat di sekitar kandang mereka, minimal dalam radius 3 kilometer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lonjakan angka kasus PMK mulai terlihat pada November 2024, ketika ada 630 sapi yang terjangkit. Angka ini lebih tinggi dibanding jumlah kasus pada Oktober yang sebanyak 239, September (181 kasus), dan Agustus (233 kasus). Jawa Timur menjadi daerah dengan jumlah kasus terbanyak, antara lain di Pasuruan dan Malang. “Waktu itu sudah mulai ada kasus PMK di Jawa Timur,” ucap Joni ketika ditemui di kantornya pada Kamis, 23 Januari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Joni, Agung meminta bantuan para feedlotter karena mereka dinilai lebih siap menghadapi PMK dibanding peternak rakyat. Sejak penyakit ini kembali mewabah pada 2022, para pengusaha itu menyimpan stok vaksin PMK. Biasanya mereka langsung menyuntikkan vaksin pada sapi yang baru saja didatangkan dari Australia. Para feedlotter juga memberikan vaksin lumpy skin disease atau penyakit kulit bentol serta vaksin septicaemia epizootica atau penyakit ngorok. 

Salah satu program vaksinasi yang dibantu para feedlotter berjalan di Desa Kesumadadi, Kecamatan Bekri, Lampung Tengah, pada Kamis, 16 Januari 2025. Pelaksananya adalah PT Karunia Alam Sentosa Abadi yang menjalankan vaksinasi di peternakan rakyat dalam radius 3 kilometer dari peternakan mereka. Gapuspindo juga mengirim dokter hewan untuk membantu penyuntikan. “Ada 2.000-an ekor sapi yang disuntik saat itu,” tutur Joni.

Petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku pada sapi milik warga di Desa Batannyuh, Marga, Tabanan, Bali, 21 Januari 2025. Antara/Nyoman Hendra Wibowo

Bagi feedlotter, program semacam ini tak memberatkan. Sebab, Joni menjelaskan, harga vaksin hanya sekitar Rp 20 ribu. Persoalannya adalah meyakinkan peternak rakyat untuk memvaksin sapinya. Agar mereka berkenan, para feedlotter meminta bantuan pemerintah. “Pemerintah membantu meyakinkan mereka ketika anggota kami datang untuk membantu vaksinasi," ujarnya. 

Banyak peternak rakyat yang ogah memvaksin piaraannya. Alasan mereka, banyak ternak yang mati setelah diberi vaksin. Para peternak memilih memberikan jamu atau vitamin agar piaraan mereka punya daya tahan terhadap virus PMK. Tapi, karena rendahnya tingkat vaksinasi, kasus PMK terus merebak. Padahal masih ada stok vaksin PMK sebanyak 39,8 juta dosis sisa penanganan wabah pada 2022. Sebanyak 37,5 juta dosis adalah vaksin yang diimpor pemerintah dan 2,3 juta sisanya hibah. Jumlah ini cukup untuk memvaksin semua sapi di Indonesia yang jumlahnya 15 juta ekor.

Dokter hewan dari Badan Karantina Indonesia menunjukan vaksin Bioaftogen untuk mencegah Penyakit Mulut dan Kuku yang akan diberikan ke sapi impor saat pelaksanaan pengawasan karantina di Instalasi Karantina Hewan Tanjung Unggul Mandiri di Tanjung Burung, Kabupaten Tangerang, Banten, 7 Januari 2025. Antara/Muhammad Iqbal

Di sisi lain, sisa vaksin ini meninggalkan persoalan. Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa sisa vaksin PMK lantaran ada dugaan tertentu. Dalam dokumen "Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan dengan Tujuan Tertentu atas Belanja 526 dan Penanganan PMK Tahun 2021 sampai dengan Triwulan III 2022 pada Kementerian Pertanian" yang terbit pada Februari 2023, BPK menyatakan pada awalnya pemerintah akan mengimpor 29,6 juta dosis vaksin dengan anggaran Rp 1,126 triliun. Belakangan, Kementerian Pertanian mengubahnya menjadi Rp 988 miliar dengan jumlah 46 juta dosis atau bertambah 16,5 juta dosis dari rencana. 

Menurut laporan BPK, hal ini terjadi karena harga vaksin turun. Kementerian Pertanian menambah jumlahnya untuk stok penyangga vaksin penguat atau booster dan keperluan vaksinasi di provinsi yang belum terdapat kasus PMK. Kementerian Pertanian bertindak sebagai pihak yang menyediakan dan mendistribusikan vaksin ke pemerintah provinsi. Selanjutnya, pemerintah provinsi mengedarkannya ke pemerintah kabupaten/kota, diikuti distribusi ke pusat kesehatan hewan, peternakan, atau pos pelayanan vaksinasi lain. 

Persoalannya, seperti tercatat dalam laporan BPK, petugas di daerah tidak dapat memantau jumlah penerimaan dan distribusi vaksin. Vaksinasi juga berpotensi tidak tepat sasaran. Pada 2023, persoalan bertambah tatkala dana untuk biaya vaksinasi yang semula ditanggung pemerintah pusat berhenti mengalir.

Sebelumnya, pada 2022, pemerintah memberikan insentif kepada tenaga vaksinator sebesar Rp 25 ribu per dosis. Pemberian insentif ini berhenti seiring dengan pencabutan status darurat penanganan PMK yang berlaku sampai 31 Desember 2022. Sejak saat itu, biaya vaksinasi ditanggung pemerintah daerah. 

Melihat stok vaksin masih berlimpah pada 2023, Kementerian Pertanian berupaya menghabiskannya pada 2023 dan 2024 agar masa kedaluwarsanya tidak terlampaui. Hingga akhir 2023, stok vaksin masih menumpuk, seperti tercatat dalam dokumen persediaan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan per akhir 2023 yang nilainya mencapai Rp 649,8 miliar. 

Kementerian Pertanian kemudian meminta pemerintah daerah mempercepat vaksinasi PMK dengan menggelar rapat koordinasi di Balai Besar Veteriner Farma, Surabaya, pada 24 Agustus 2024. Rapat tersebut menyepakati beberapa hal. Yang utama adalah interval penyuntikan vaksin penguat dipercepat dari sebelumnya enam bulan menjadi tiga bulan. Selain itu, vaksinasi PMK akan difokuskan pada sentra-sentra padat populasi ternak. Dosis vaksinasi dilipatgandakan untuk menghabiskan stok. 

Tapi upaya itu tak dapat menghabiskan stok vaksin yang sudah kedaluwarsa. Seorang pelaku industri peternakan mengatakan, hingga tutup tahun 2024, ada 6-7 juta dosis vaksin PMK yang kedaluwarsa dan tak sempat disuntikkan. Dengan kata lain, hasil pengadaan vaksin mubazir.

Ketika dimintai tanggapan, Direktur Jenderal Peternakan Hewan Agung Suganda serta Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Mochamad Arief Cahyono tidak menjawab pertanyaan mengenai vaksin yang kedaluwarsa. Namun Agung mengakui, sejak ledakan kasus PMK terjadi di Indonesia pada 2022, virus tersebut belum benar-benar hilang kendati pemerintah telah menggelar program vaksinasi. 

Di sebagian wilayah Indonesia masih didapati PMK, tapi jumlahnya turun jika dibanding pada wabah 2022. Sepanjang April-Januari 2024, misalnya, jumlah kasus PMK yang dilaporkan setiap bulan tidak sampai 400. Lonjakan terjadi sejak November 2024 menjadi sekitar 600 kasus dalam sebulan. 

Menurut Agung, kelahiran ternak baru, banyaknya ternak yang belum divaksin, dan peningkatan lalu lintas ternak antarwilayah memicu risiko penularan. “Pemahaman peternak akan pentingnya vaksinasi belum optimal. Sebagian ternak yang sudah divaksin tidak divaksin ulang sesuai dengan jadwal,” kata Agung pada pertengahan Januari 2025. “Ini mengakibatkan kekebalan terhadap PMK menurun dan dapat terjadi infeksi ulang PMK.”  

Riani Sanusi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Diedisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Berjuta Vaksin Tersia-sia

Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus