KASUS saksi menolak disumpah dalam perkara kejahatan komputer BNI 1946 New York (TEMPO, 21 November, Hukum) yang kemudian dikomentari J.Z. Loudoe (TEMPO, 28 November) perlu saya beri komentar lagi. Taklah perlu untuk melakukan penafsiran mengenai hal itu. Dan, ini tampaknya "terlupakan" dalam memecahkan masalah itu, baik oleh pimpinan sidang, jaksa penuntut umum, penasihat hukum, yang memberikan bantuan hukum kepada terdakwa, maupun oleh J.Z. Loudoe. Sebab, perkara kejahatan komputer yang dimaksudkan adalah didakwa berdasarkan tindak pidana khusus/korupsi, yang mempunyai hukum acara tersendiri pula. Pasal 20 ayat 1 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Nomor 3 Tahun 1971, menegaskan, "Kecuali ayah, ibu, nenek, kakek, saudara kandung dan istri/suami anak, cucu terdakwa, maka setiap orang wajib memberikan keterangan menurut pengetahuannya masing-masing sebagai saksi atau ahli kepada hakim dalam perkara bersangkutan." Selanjutnya ayat 2 menentukan, "Orang yang dibebaskan dari pemberian keterangan sebagai saksi seperti tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat diperiksa sebagai saksi dengan pintu tertutup, apabila terdakwa dan penuntut umum mengizinkan, dan orang itu sendiri menghendakinya." Sedangkan ayat 3-nya menegaskan, "Sekalipun tanpa izin dari terdakwa dan penuntut umum, orang yang tersebut dalam ayat (2) pasal ini, dapat diperkenankan oleh hakim untuk memberi keterangan di luar sumpah dengan pintu tertutup." Karena Seno Adji, yang dijadikan saksi dalam perkara itu tidaklah termasuk golongan yang dikecualikan seperti yang ditentukan dalam pasal 20 ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 1971 tersebut, maka ia, dalam kedudukannya sebagai saksi, haruslah disumpah tanpa harus membuka KUHAP. SANDHYA ANANDA, S.H. Jalan Antara 43 Jakarta Pusat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini