Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGADAANÂ alat sadap secara sembunyi-sembunyi tidak hanya meningkatkan risiko korupsi, tapi juga membuka pintu lebar-lebar bagi penyalahgunaan kekuasaan. Tanpa sistem akuntabilitas yang kuat, teknologi canggih ini bisa dengan mudah dipakai untuk memata-matai dan menekan suara-suara kritis yang esensial bagi kesehatan demokrasi.
Liputan kolaborasi Tempo bersama sejumlah media dan lembaga pegiat hak asasi internasional mengungkap bagaimana pemerintah jorjoran membeli alat sadap dari luar negeri sejak 2017 hingga 2023. Ratusan alat sadap bernilai puluhan triliun rupiah itu diduga diimpor oleh sejumlah pihak secara diam-diam melalui negara perantara. Di dalam negeri, pembelinya antara lain Kepolisian RI, Badan Intelijen Negara, serta Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN.
Alat sadap memang bisa membantu penegak hukum membongkar kejahatan seperti korupsi dan terorisme. Namun, ibarat pedang bermata dua, tanpa kontrol yang ketat, peralatan surveilans itu rawan disalahgunakan untuk mengawasi gerak-gerik kelompok yang kritis terhadap pemerintah. Indikasi adanya niat buruk antara lain terlihat pada pembelian alat sadap secara diam-diam dari negara yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, seperti Israel. Celakanya, praktik bengkok itu sudah terjadi. Â
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo